Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Ciri-Ciri Karya Tulis Ilmiah

Karya tulis ilmiah merupakan karya puncak seorang ilmuwan atau kaum terpelajar dalam membina dan mengembangkan keilmuannya. Menyusun karya tulis ilmiah dilakukan seseorang setelah melewati proses berpikir ilmiah dan penelitian ilmiah. Berpikir ilmiah, penelitian ilmiah, dan penulisan karya ilmiah merupakan tiga komponen yang berkaitan dan bergantung satu sama lain. Karya tulis ilmiah disusun seseorang setelah melewati proses penelitian ilmiah, penelitian ilmiah dilakukan setelah melewati proses berpikir ilmiah. Jadi, hasil dari proses berpikir ilmiah akan memicu kegiatan penelitian ilmiah, dan hasil kegiatan penelitian ilmiah akan memicu penulisan karya ilmiah (Sudjana, 1991, halaman 11).

Pada saat ini, kalangan dunia pendidikan, baik di tingkat perguruan tinggi (dosen) maupun di tingkat sekolah menengah dan sekolah dasar (guru SMA/MA/SMK,  SMP/MTs, dan guru SD/TK), menyusun karya tulis ilmiah merupakan suatu keharusan akademik dan profesi. Bagi para dosen, menyusun karya ilmiah sebagai pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi dan untuk mengurus kenaikan jabatan akademik, mulai dari asisten ahli, lektor, lektor kepala, sampai professor (guru besar). Bagi para guru SD/TK, SMP/MTs, SMA/MA/SMK, karya ilmiah dipakai untuk mengurus kenaikan pangkat dan golongan, mulai dari III/b sampai IV/e.

Dalam kenyataannya, masih banyak dosen dan guru yang belum terbiasa menyusun karya tulis ilmiah. Bahkan ada yang tidak bisa membedakan, mana karya tulis ilmiah, mana yang bukan. Karena tidak bisa membedakan karya tulis ilmiah dari yang bukan ilmiah, maka pada waktu menyusun karya tulis ilmiah, misalnya waktu menyusun artikel ilmiah, banyak di antara mereka yang tidak bisa menyusun karya ilmiah. Ada yang menyusun karya ilmiah seperti menyusun opini untuk surat kabar, ada pula yang menyusun seperti naskah pidato, dan sejumlah kekeliruan lain. Artinya, masih banyak orang belum mengetahui apa itu karya tulis ilmiah, apa yang menjadi ciri khasnya, kemudian bagaimana menyusunnya.

Artikel ini coba memperkenalkan karya tulis ilmiah dengan menunjukkan ciri-cirinya yang khas, yang membedakannya dengan karya tulis yang lain. Artikel ini disusun berdasarkan pendapat sejumlah pakar bidang tulis-menulis. Sejumlah pakar itu dapat disebutkan, antara lain (1) Mukayat D. Brotowijoyo dalam bukunya Penulisan Karangan Ilmiah (1985, halaman 15-16); (2) Paul W. Jones yang pendapatnya dikutip oleh The Liang Gie dalam buku Pengantar Dunia Karang-Mengarang (1992, halaman 91); (3) Ida Bagus Mantra dalam artikelnya yang berjudul “Penulisan Artikel Ilmiah” (dalam The Liang Gie, 1992, halaman 91-92). Berdasarkan pendapat para pakar di atas, penulis merumuskan lima ciri khas sebuah karya tulis ilmiah, yakni membahas bidang ilmu tertentu, menggunakan sistematika penulisan standar, menggunakan kutipan pendapat ahli, menggunakan fakta dan data, menggunakan ragam bahasa ilmiah.

Pertama, Membahas Bidang Ilmu Tertentu

Ciri pertama karya tulis ilmiah terletak pada bidang ilmu yang dibahas. Bidang ilmu itu bisa yang bersifat monodisiplin (satu bidang ilmu) bisa pula yang bersifat multidisiplin (banyak bidang ilmu) bisa pula interdisiplin (antarbidang ilmu). Kalau karya tulis itu tidak membahas bidang ilmu tertentu, maka karya tulis itu bukan atau tidak termasuk karya tulis ilmiah.

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa karya tulis ilmiah merupakan karya puncak seorang penulis atau peneliti atau ilmuwan setelah melewati dua proses berpikir ilmiah dan proses penelitian ilmiah. Dalam proses berpikir ilmiah seorang penulis atau peneliti atau ilmuwan memikirkan bidang ilmu apa yang akan diteliti yang kemudian nanti hasil penelitiannya dituangkan dalam karya tulis ilmiah.

Sebelum melakukan penelitian disusun proposal penelitian atau usulan penelitian, baik penelitian empiris (lapangan) maupun penelitian kepustakaan (normatif). Penelitian ilmiah melewati proses panjang yang akhirnya menemukan hasilnya. Hasil penelitian itulah yang dituangkan dalam sebuah karya tulis ilmiah. Jadi, sejak proses pertama (berpikir ilmiah), proses kedua (penelitian ilmiah), sampai proses ketiga (menulis karya ilmiah) yang menjadi fokus perhatian penulis adalah bidang ilmu atau disiplin imu tertentu yang dibahasnya.

Bidang ilmu tertentu yang dibahas dalam karya tulis ilmiah secara fisik langsung terlihat pada judulnya. Beberapa contoh judul karya tulis ilmiah, misalnya (1) Interferensi Fonologi Bahasa Ngada dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia pada Siswa SMPN 1 Bajawa, Kabupaten Ngada; (2) Kesalahan Morfologi Bahasa Indonesia dalam Karangan Eksposisi Para Siswa SMAN 1 Ende; (3) Tuturan Adat dalam Upacara Kelas di Desa Batu Cermin, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat; (4) Berpikir Intuitif Siswa SMP Se-Kota Kupang dalam Pemecahan Masalah Geometri; (5) Kombinasi Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dan TGT untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa SMPK Ursula, Ende; (6) Analisis Kinerja Keuangan Bank NTT Tahun 2010-2015; (7) Pengaruh Jumlah Anggota Koperasi terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Ende Tahun 2015-2020. 

Kalau kita perhatikan ketujuh judul karya tulis ilmiah di atas, maka ketahuilah kita bahwa judul (1), (2), dan (3) adalah karya tulis ilmiah bidang pendidikan bahasa Indonesia, judul (4) dan (5) adalah karya tulis ilmiah bidang pendidikan matematika, judul (5) dan (6) adalah karya tulis ilmiah bidang ekonomi.

Bandingkan judul-judul karya tulis berikut yang bukan karya tulis ilmiah, yakni (1) Pada Suatu Hari, Ada Ibu dan Radian; (2) Cumbuan Sabana; (3) Doa-Doa Semesta; (4) Ketika Cinta Terbantai Sepi; (5) Awal Tahun 2016, Tiga Danau Kelimutu di Pulau Flores Berubah Warna; (6) Menikmati Kuliner Lokal Sei Babi di Bandara Frans Seda, Maumere, Flores. Keenam karya tulis di atas bukan karya tulis ilmiah, tetapi karya tulis jenis fiksi (novel, cerita pendek, dan puisi) dan karya tulis jenis berita dan ficer.

Kedua, Menggunakan Sistematika Penulisan Standar

Ciri kedua karya tulis ilmiah terletak pada sistematika penulisan. Sistematika penulisan adalah tata cara penyusunan karya tulis yang teratur dan sistematis dalam mengemukakan isi pikiran atau gagasan penulis yang terlihat jelas dalam keseluruhan karya tulis mulai dari awal sampai akhir (Sehandi, 2011). Ada dua jenis sistematika penulisan yang dikenal umum, yakni sistematika penulisan standar (baku) dan sistematika penulisan tidak standar. Pembagian hitam putih dua jenis ini sekadar memudahkan pembedaan. Sistematika penulisan standar adalah metode penulisan dengan mengikuti aturan baku yang telah ditetapkan sebagai standar.

Sistematika penulisan baku atau standar adalah: ada bagian pendahuluan, ada bagian metode, ada bagian pembahasan, dan ada bagian penutupan. Keempat bagian ini mempunyai keterkaitan atau koherensi yang jelas dan terjalin dengan baik. Untuk karya tulis ilmiah jenis makalah ilmiah dan artikel ilmiah, penyusunan setiap bagian itu dirinci lagi dalam bentuk anak judul atau subjudul. Untuk proposal penelitian, laporan penelitian, skripsi/tesis/disertasi, dan buku ilmiah, penyusunan setiap bagian itu dirinci dalam bentuk bab-bab, dan setiap bab dirinci lagi dalam bentuk anak bab atau subbab, setiap anak bab bisa dirinci lagi.   

Bagian pendahuluan berisi hal-hal yang memberikan gambaran awal tentang suatu pokok atau tema yang dibahas dalam karya itu, misalnya latar belakang penulisan, tujuan penulisan, pokok-pokok pikiran atau gagasan yang akan dibahas. Bagian metode berisi pembahasan tentang pendekatan, metode, dan teori yang digunakan dalam pembahasan. Bagian pembahasan berisi uraian mendalam dan panjang-lebar tentang pokok-pokok pikiran atau gagasan yang merupakan inti karya ilmiah tersebut. Bagian inilah yang merupakan isi/inti karya tulis ilmiah. Sedangkan bagian penutupan berisi hal-hal yang merupakan kesimpulan, penekanan, rekomendasi, dan usul saran tindak lanjut dari penulis terhadap persoalan yang dibahas. Setelah itu semua dicantumkan daftar pustaka yang merupakan referensi yang dipakai dalam penyusunan karya tersebut. Bisa dilengkapi dengan lampiran, kalau ada.

Dalam jurnal ilmiah biasanya pada bagian akhir jurnal dicantumkan pedoman penulisan artikel ilmiah agar para penulis atau calon penulis dapat menyusun artikelnya sesuai dengan pedoman penulisan yang ditetapkan. Dalam pelaksanaannya, setiap jurnal ilmiah secara ketat dan konsisten memberlakukan pedoman penulisan tersebut sebagai standar dalam mengambil keputusan, apakah sebuah karya tulis (artikel) yang diterima layak dimuat atau ditolak.

Ketiga, Menggunakan Kutipan Pendapat Ahli

Ciri ketiga karya tulis ilmiah terletak pada penggunaan kutipan. Kutipan adalah pengambilan pendapat para ahli (pakar) yang memiliki otoritas dalam bidang keilmuannya untuk memperkuat pendapat penulis. Untuk itu, penulis harus mencantumkan kutipan pendapat ahli itu secara eksplisit. Kalau pendapat ahli itu diperoleh lewat bahan pustaka, misalnya buku, majalah, surat kabar, internet, harus disebutkan data publikasinya, yakni apa judul bahan pustaka itu, siapa penulisnya, apa penerbitnya, kota tempat penerbit, tahun terbit, dan pada halaman berapa kutipan itu diambil. Data publikasi tersebut harus ditempatkan di dalam tanda kurung (bila diintegrasikan dengan teks karangan) atau ditempatkan dalam catatan kaki. Data publikasi itu mutlak dicantumkan dalam daftar pustaka sebagai bukti pertanggungjawaban.  Kalau kutipan diperoleh lewat wawancara, kapan dan di mana wawancara itu dilakukan.

Menurut Ida Bagus Mantra (dalam The Liang Gie, 1992: 91), konvensi di dalam dunia ilmiah mengharuskan orang menyebutkan dengan jelas sumber data dan pendapat yang digunakan dalam tulisan. Dengan jujur dan tegas harus dikemukakan dan dibedakan mana pendapat sendiri dan mana pendapat orang lain. Semua data publikasi kutipan itu tercantum dalam daftar pustaka sebagai bentuk pertanggungjawaban ilmiah seorang penulis.

Keempat, Menggunakan Fakta dan Data

Ciri keempat karya tulis ilmiah terletak pada penggunaan fakta dan data. Yang dimaksudkan dengan fakta dalam hal ini adalah segala sesuatu yang benar-benar ada dan terjadi, sedangkan data adalah bukti nyata tentang adanya fakta (bdk. Brotowijoyo, 1985, Sehandi, 2011). Fakta dan data diperlukan dalam penulisan karya ilmiah guna memperkuat kebenaran pernyataan, pendapat, pendirian, sikap, dan argumentasi penulis dalam karyanya.

Paul W. Jones (dalam Brotowijoyo, 1985, halaman 3) membagi fakta dan data menjadi dua jenis, yakni fakta dan data yang bersifat umum (resmi) dan fakta dan data yang bersifat pribadi (fiktif). Fakta dan data yang bersifat umum adalah hal-hal, peristiwa, dan fenomena yang dapat diuji dan dibuktikan kebenarannya, bersifat objektif, dan kebenaran itu dapat diterima akal sehat.

Fakta dan data jenis ini diperoleh melalui penelitian, baik penelitian empiris (lapangan) maupun penelitian kepustakaan (kepustakaan, normatif), disertai dengan pengujian yang saksama sesudahnya (Brotowijoyo, 1985, halaman 5). Sebaliknya, fakta dan data yang bersifat pribadi adalah hal-hal, peristiwa, dan fenomena yang tidak semuanya benar, hanya seolah-olah ada dan terjadi. Fakta dan data jenis ini hanya ada dalam pikiran dan perasaan saja dan bersifat subjektif. Karena bersifat subjektif, maka fakta dan data jenis ini sukar atau sulit untuk diuji atau dibuktikan kebenarannya.

Dalam karya tulis ilmiah, fakta dan data yang digunakan adalah fakta dan data yang bersifat umum (resmi). Fakta dan data ini dapat dibuktikan kebenarannya, bersifat objektif, dan diterima akal sehat. Oleh karena itu, dalam karya ilmiah dijumpai ada banyak kutipan-kutipan data dan pendapat atau pernyataan para pakar yang ahli dalam bidangnya. Para pakar inilah yang memiliki otoritas di bidang keilmuannya masing-masing. Dalam karya ilmiah juga ditemui deretan angka-angka, kolom, bagan, dena, tabel, grafik, kurva, peta, dan sebagainya yang berisi data dan fakta. Semua itu digunakan untuk membuktikan atau memperkuat pernyataan, pendapat, pendirian, sikap, dan argumentasi penulis.

Kelima, Menggunakan Ragam Bahasa Ilmiah

Ciri kelima karya tulis ilmiah terletak pada penggunaan ragam bahasa. Kalau diperhatikan, ada dua jenis ragam bahasa dalam penulisan karangan, yakni ragam bahasa baku (resmi) dan ragam bahasa tidak baku (tidak resmi). Pembagian secara hitam putih ini sekadar memudahkan pembedaan. Bahasa beragam baku dicirikan oleh pematuhan aturan-aturan atau kaidah-kaidah tata bahasa yang telah dibakukan atau distandarkan. Menurut Ida Bagus Mantra (dalam The Liang Gie, 1992, halaman 91), ciri-ciri karya ilmiah ditandai dengan penggunaan ragam bahasa resmi jelas, tegas, singkat, sederhana, dan teliti. Unsur-unsur bahasa, seperti ejaan, kata, istilah, frasa, kalimat, ungkapan, dan lain-lain yang digunakan adalah ragam bahasa ilmiah. Unsur-unsur bahasa yang digunakan itu bermakna lugas, logis, denotatif, dan efektif.

Bahasa lugas maksudnya, bahasa yang digunakan itu bermakna seperti apa adanya, tidak berlebih-lebihan. Bahasa lugas mengandung arti yang logis, yakni mengikuti aturan cara berpikir yang dapat diterima akal sehat. Bahasa lugas juga bersifat denotatif, yakni bahasa yang tidak menimbulkan penafsiran ganda atau penafsiran lain. Sedangkan bahasa efektif adalah bahasa yang tepat sasaran, sesuai dengan apa yang dimaksudkan penulis. Bahasa yang digunakan itu dikatakan efektif apabila pemahaman para pembaca sama persis seperti yang dimaksudkan penulisnya (bdk. Keraf, 1997, halaman 34; Sehandi, 2010, halaman 62).

Dalam karya tulis ilmiah, ragam bahasa yang digunakan adalah ragam bahasa baku atau bahasa resmi. Karena menggunakan ragam bahasa baku yang berciri lugas, logis, denotatif, dan efektif, menyebabkan bahasa karya ilmiah terasa padat, berat, kaku, dan monoton. Seorang pembaca yang tidak terlatih dan tidak terbiasa, mudah merasa bosan, jenuh, dan letih pada waktu membaca karya ilmiah. Seperti itulah ciri bahasa karya ilmiah.

Artikel-artikel ilmiah yang dimuat dalam majalah ilmiah atau jurnal ilmiah, baik yang tercetak maupun yang online (OJS), terasa sekali penggunaan bahasa yang padat, berat, kaku, dan monoton itu. Pembaca yang sudah terbiasa atau terlatih membaca karya ilmiah, seperti akademisi, ilmuwan, cendekiawan, kaum terpelajar tidak mengalami kesulitan dalam membaca artikel ilmiah bahkan menikmatinya sebagai sumber vitamin dan protein ilmu pengetahuan. Sebaliknya, orang yang tidak terbiasa, merasa bosan membaca karya tulis ilmiah.

Seorang ilmuwan kaliber (guru besar) di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, kelahiran Nusa Tenggara Timur (NTT), Herman Johannes, menaruh perhatian besar dalam pembinaan dan pengembangan bahasa keilmuan di Indonesia. Beliau menulis buku berjudul Gaya Bahasa Keilmuan (1979) yang secara khusus membahas ciri-ciri gaya bahasa keilmuan atau ragam bahasa ilmiah dalam penulisan karya tulis ilmiah di Indonesia. The Liang Gie dalam buku Pengantar Dunia Karang-Mengarang (1992, halaman 21-22) mengemukakan enam asas penggunaan bahasa yang harus diperhatikan dalam penulisan karya tulis ilmiah, yakni asas kejelasan (clearness), keringkasan (conciseness), ketepatan (correctness), kepaduan (unity), pertautan (coherence), dan pengharkatan (emphasis). *

Universitas Flores, 9 Januari 2023

Post a Comment for "Ciri-Ciri Karya Tulis Ilmiah"