Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Ciri Khas Tulisan Jurnalistik

Artikel ini membahas ciri khas tulisan jurnalitik. Seperti diketahu bahwa tulisan jurnalistik memiliki kekhasan tersendiri dibandingkan dengan tulisan-tulisan non-jurnalistik. Tulisan-tulisan jurnalistik secara garis besar terdiri atas berita, ficer, dan opini. Jenis-jenis produk jurnalistik itu ada yang ditulis oleh orang dalam media bersangkutan, ada pula yang ditulis oleh orang luar.

Kalau kita perhatikan secara saksama, produk jurnalistik atau tulisan jurnalistik yang dimuat dalam berbagai media massa jurnalistik, seperti media cetak dan media online, memiliki kekhasan. Kekhasannya adalah “enak dibaca dan perlu” (meminjam moto majalah Tempo). Adapun kekhasan tulisan jurnalistik dalam media massa, antara lain sebagai berikut.

Pertama, lugas. Lugas artinya karangan itu mengenai hal yang pokok-pokok saja atau yang perlu-perlu saja. Dalam tulisan jurnalistik, kata-kata atau istilah yang dipilih adalah kata-kata yang bermakna lugas dan jelas, tidak bermakna ganda. Kalimat-kalimat yang digunakan adalah kalimat sederhana, pendek-pendek, tanpa basa-basi, yang pokok-pokok saja, yang maknanya mudah dimengerti oleh para pembaca dan tidak ditafsirkan dengan makna yang lain.

Kedua, tuntas. Tuntas artinya tulisan itu selesai secara utuh dan proporsional sesuai dengan yang dimaksudkan penulisnya. Dalam tulisan jurnalistik, pokok masalah yang mau dikemukakan disampaikan secara tuntas dan selesai. Apakah karangannya pendek atau panjang, yang jelas pokok masalah yang mau dikemukakan selesai dan tuntas sesuai dengan yang ingin dikemukakan. Misalnya, opini tentang bahaya narkoba dilihat dari aspek kejiwaan pelaku. Uraian tentang bahaya narkoba dari aspek kejiwaan itu harus selesai. Setelah membaca artikel itu orang merasa bahwa itulah akibat negatif bahaya narkoba dari aspek kejiwaan.    

Ketiga, logis. Logis artinya sesuai dengan logika, dapat diterima akal sehat. Dalam tulisan jurnalistik, seluruh pembahasan dari awal sampai akhir, dapat diterima akal sehat, logis, dan wajar. Logis menunjukkan bahwa tulisan itu mengandung pengertian yang lengkap, disusun secara sistematis dan runtun. Kelogisan uraian sebuah karangan sangat ditentukan kemahiran dan kecerdasan  penulisnya. Kelogisan karangan tidak hanya menyangkut isi karangan (substansi) tetapi juga bentuk penyajiannya (bahasa) yang digunakan penulis.

Keempat, objektif. Objektif artinya sesuai fakta atau kenyataan yang sebenarnya, tidak dikarang-karang. Berbeda kalau karangan itu karangan fiksi. Dalam tulisan jurnalistik, informasi, fakta, dan data yang digunakan yang sesuai dengan kenyataan sebenarnya. Ciri khas tulisan jurnalistik yang objektif haruslah berlandaskan pada fakta dan data yang sebenarnya, yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Fakta adalah segala sesuatu yang benar ada dan terjadi, sedangkan data adalah bukti nyata tentang adanya fakta. Kalau menulis tentang suatu peristiwa atau kejadian, peristiwa atau kejadian itu benar-benar ada dan terjadi. Itu yang disebut objektif.

Kelima, cermat dan akurat. Cermat atau hati-hati menyangkut penggunaan bahasa, sedangkan akurat menyangkut isi tulisan. Dalam tulisan jurnalistik, penulis harus cermat menggunakan bahasa, misalnya penggunaan ejaan, penggunaan kata (diksi), penyusunan kalimat, ungkapan, dan jalan pikiran yang runtun. Sedangkan akurat atau tepat menyangkut isi atau substansi tulisan. Isi tulisan harus sesuai dengan informasi, data, dan fakta yang sebenarnya, tidak dikarang-karang. Tulisan jurnalistik tidak berisi plagiasi (penyontekan) dan copy paste (ambil alih) tulisan orang lain.

Keenam, jelas dan padat. Jelas maksudnya, begitu dibaca langsung dimengerti. Padat maksudnya yang inti-inti saja, tidak berputar-putar atau berbelit-belit, langsung pada pokok persoalan yang hendak disampaikan kepada publik.

Agar produk atau tulisan jurnalistik sesuai dengan ciri-ciri khas sebagaimana dipaparkan di atas (poin satu sampai enam), disarankan agar setiap tulisan jurnalistik harus diedit atau disunting secara serius. Setiap penulis harus menyempurnakan tulisannya dengan cara mengedit atau menyuntingnya, bila perlu berkali-kali, sebelum dikirim ke media massa.  

Ada tips yang sering diberikan oleh para penulis hebat kepada para calon penulis atau penulis pemula. Saran dan nasihat mereka, agar para calon penulis tidak perlu takut salah pada waktu menulis jenis tulisan apapun. Pada saat menulis, seseorang tidak boleh terjerembab dalam penyesalan atas setiap kesalahan yang dilakukannya dalam menulis. Terus saja menulis sampai akhir dengan mengalir tanpa harus merisaukan atas kesalahan apapun. Kesalahan yang terjadi dalam menulis nanti ada waktu khusus untuk memperbaikinya, yakni pada waktu tahapan mengedit atau menyuntingnya.

Ada dua jenis pengeditan atau penyuntingan, yakni pengeditan secara redaksional dan pengeditan secara substansial. Berikut penjelasan singkat kedua jenis pengeditan itu.

Pertama, pengeditan secara redaksional. Tujuannya untuk memastikan bahwa artikel opini yang telah disusun tidak memiliki kesalahan bahasa, seperti kesalahan penulisan huruf besar dan huruf kecil, penggunaan tanda-tanda baca, penulisan huruf miring dan hurif tebal, penggunaan kata, penulisan singkatan dan akronim, pengetikan, dan lain-lain. Ingat, artikel opini akan dibaca masyarakat luas sehingga kesalahan sekecil apapun harus dihindari.

Kedua, pengeditan secara substansial. Tujuannya untuk memastikan bahwa artikel opini itu terhindari dari kesalahan isi atau substansi yang dibahas. Pengeditan ini sangat penting agar kekuatan atau bobot artikel yang disusun bisa terjaga dan terjamin benar isinya. Hal yang mesti diperiksa adalah koherensi atau kepaduan dari keseluruhan isi artikel dari awal sampai akhir. Setiap kata dalam kalimat, setiap kalimat dalam paragraf, dan setiap paragraf dalam keseluruhan artikel harus memiliki kepaduan yang semuanya mendukung tema atau pokok permasalahan yang diangkat dalam artikel opini. Isi artikel harus didukung dengan fakta dan data, bukan hoaks. Jika semua unsur itu dirasa belum padu, editlah sekali lagi.

Proses mengedit adalah proses yang terus-menerus dilakukan sampai penulis merasa bahwa semua unsur dalam artikel itu tidak ada lagi yang cacat, siap untuk dikirim ke media massa. Ada banyak artikel opini ditolak media massa karena tidak cermat dalam pengeditan. Ini tentu disayangkan, ide brilian yang terdapat dalam artikel opini itu tidak sampai ke publik hanya karena proses pengeditan yang tidak matang. *


Oleh Yohanes Sehandi
Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Flores, Ende

 

 

 

Post a Comment for "Ciri Khas Tulisan Jurnalistik"