Buku Antologi 50 Opini Puisi Esai Indonesia
Judul: Antologi 50 Opini Puisi Esai Indonesia
Editor: Yohanes Sehandi
Prolog: Suwardi Endraswara
Epilog: Narudin
Genre: Esai Sastra
Penerbit: Cerah Budaya Indonesia, Jakarta
Cetakan 1: 2018
Tebal: xxviii + 350 Halaman
ISBN: 978-602-5896-25-5
Pengantar Editor
Istilah “puisi esai” mulai dikenal di Indonesia pada tahun 2012 sejak terbitnya buku puisi esai pertama Denny JA berjudul Atas Nama Cinta (Renebook, Jakarta, 2012). Istilah ini memicu perbincangan luas di berbagai kalangan pengamat dan pencinta sastra Indonesia. Di samping istilah puisi esai, yang juga ramai diperbincangkan publik adalah isi dan bobot puisi esai yang terhimpun dalam buku puisi esai tersebut. Nama Denny JA muncul dan terangkat ke permukaan dalam diskusi sastra Indonesia modern. Sebelumnya memang nama Denny JA sudah dikenal luas, namun bukan di dunia sastra, tetapi di dunia sosial politik, terkait kiprahnya sebagai ilmuwan sosial dan pendiri Lingkaran Survei Indonesia (LSI) sekaligus sebagai perintis pendirian lembaga survei di Indonesia.
Kehebohan puisi esai meledak pada 2014. Pemicunya adalah terbitnya buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh (Kepustakaan Populer Gramedia, Jakarta) yang disusun Tim 8 dengan koordinator penyair Jamal D. Rahman. Salah satu dari 33 tokoh sastra Indonesia paling berpengaruh dalam buku itu adalah Denny JA. Oleh Tim 8 Denny JA dinilai berpengaruh karena sebagai penggagas dan perintis penulisan puisi esai di Indonesia, layak disejajarkan dengan tokoh-tokoh sastra Indonesia lain, seperti Amir Hamzah, Sutan Takdir Alisjahbana, Chairil Anwar, Pramoedya Ananta Toer, H. B. Jassin, Arief Budiman, dan Rendra.
Bahkan pengaruh Denny JA oleh Tim 8 menggeser pengaruh puluhan tokoh sastra lain yang sudah dikenal luas, seperti Sitor Situmorang, Umar Kayam, Budi Darma, Danarto, Ahmad Tohari, dan lain-lain. Istilah puisi esai saja masih ramai dipersoalkan dengan cara kasar oleh para penentang, eh, tiba-tiba penggagas dan perintisnya Denny JA dimasukkan sebagai salah satu tokoh sastra paling berpengaruh di Indonesia. Ini yang membuat para penentang puisi esai dan Denny JA bertambah panas dan meradang.
Kehebohan puisi esai meningkat tajam dan memasuki babak baru tahun 2018 ini. Kehebohan baru ini dipicu sang penggagas sekaligus dedengkot puisi esai Denny JA dan kawan-kawan yang menyelenggarakan gerakan nasional penulisan puisi esai 2018. Gerakan ini melibatkan lima orang penulis puisi esai setiap provinsi dari 34 provinsi di Indonesia. Hasil dari gerakan ini terbit 34 buku seri antologi puisi esai karya 170 penulis puisi esai yang berisi potret batin dan isu sosial yang menonjol dan krusial di masing-masing provinsi. Akhir tahun 2018 ini akan diluncurkan 34 buku puisi esai di Jakarta yang dihadiri 170 penulis puisi esai ditambah 34 akademisi dan kritikus sastra di setiap provinsi yang menyusun Pengantar buku seri puisi esai.
Gerakan Denny JA dan kawan-kawan ini mendapat perlawanan. Perlawanan memang sudah dimulai sejak tahun 2012, meledak tahun 2014, dilanjutkan panasnya tahun 2018 ini dengan suhu meningkat tajam. Sudah 7 tahun kontroversi puisi esai berlangsung. Pihak kontra puisi esai bereaksi keras menghadang gerakan ini. Awal 2018 mereka membuat Petisi menolak puisi esai dan Denny JA. Petisi yang mirip juga pernah dibuat tahun 2014.
Tahun 2018 ini pihak kontra mengusung slogan brutal: menolak puisi esai prabayar, menghapus nama Denny JA dari sastra Indonesia, bebaskan sastra Indonesia dari racun manipulasi, menolak angkatan puisi prabayar. Di samping dalam bentuk Petisi penolakan, kelompok kontra juga membentuk gerakan nasional bernama GAS (Gerakan Antiskandal Sastra) yang akan akan menerbitkan buku antologi yang memuat opini dan puisi yang berisi penolakan terhadap puisi esai prabayar Denny JA.
Mengapa heboh puisi esai terus berlanjut memanas yang entah kapan klimaksnya, dan kini sudah berlangsung tujuh tahun? Jawabannya tentu banyak dan beragam. Antara lain, karena masih banyak orang yang belum memahami hakikat puisi esai. Masih banyak yang belum tahu apa, mengapa, bagaimana puisi esai itu. Masih banyak yang belum mengerti pembaruan puisi esai yang berbeda dengan puisi yang sudah dikenal selama ini. Masih banyak yang belum tahu alasannya mengapa puisi esai disebut sebagai genre baru dalam sastra Indonesia. Masih banyak yang belum menyadari bahwa menerima honorarium atas sebuah karya seni/intelektual adalah hal biasa dalam sebuah kerja profesional. Masih banyak yang belum tahu bahwa telah terbit lebih dari 100 judul buku puisi esai yang ditulis oleh lebih dari 350 orang penyair sejak tahun 2012 sampai 2018, dan itu sudah cukup bukti valid telah lahir Angkatan Puisi Esai dalam sastra Indonesia.
Agar semakin banyak orang Indonesia yang tahu, sadar, mengerti, dan memahami apa, mengapa, dan bagaimana puisi esai dan hal-hal lain berkaitan dengan puisi esai tersebut, maka editor bersama Denny JA merasa penting menerbitkan buku Antologi 50 Opini Puisi Esai Indonesia yang ada di tangan Anda ini. Buku antologi ini merupakan kumpulan artikel opini (pendapat) yang ditulis oleh berbagai kalangan, berbagai latar belakang sosial, pendidikan, minat, jenis kelamin, umur, dan profesi.
Sejak semula memang ditargetkan 50 artikel opini yang terhimpun untuk diterbitkan dalam satu buku antologi, yang membahas atau meninjau puisi esai dari berbagai sudut pandang, dari berbagai bidang ilmu, dan dari berbagai perspektif setiap penulis opini berdasarkan pemahamannya tentang puisi esai. Potensi puisi esai dieksplorasi dan dieksploitasi dari berbagai sudut pandang dan persepektif. Para penulis opini puisi esai inilah yang kemudian, menurut hemat editor dan Denny JA, berpotensi besar untuk menjadi juru bicara puisi esai di mana saja dan kapan saja ke depan.
Sejak diumumkan ke publik luas Indonesia lewat media sosial Facebook (Fb) dan berbagai grup WhatsApp (WA) yang dimulai 20 Maret 2018 sampai batas akhir 10 Mei 2018 (selama 50 hari), sebanyak 62 artikel opini diterima editor/panitia. Ini sebuah pencapaian luar biasa. Padahal sebelumnya ada sejumlah teman yang merasa pesimis mencapai angka 50 opini yang masuk. Mereka perkirakan hasil final dari pengumpulan sekitar 30 opini untuk dibukukan. Karena target awal bersama Denny JA sebanyak 50 artikel opini yang lolos, maka 12 opini terpaksa tidak lolos. Yang tidak lolos seleksi, antara lain karena (1) opini tidak membahas tentang puisi esai, tetapi membahas puisi atau sastra pada umumnya, (2) opini terlalu dangkal, tidak ada hal baru tentang puisi esai, (3) tidak memberi perspektif baru yang lebih segar tentang puisi esai, (4) opini disusun secara tidak teratur, tidak logis, dan penggunaan PUEBI yang kacau-balau.
Dari 50 penulis opini terhimpun dalam buku ini, 35 orang penulis pria, 15 orang perempuan. Mereka berasal dari 22 provinsi di Indonesia. Jumlah opini yang lolos seleksi berdasarkan tempat tinggal (domisili) penulis dapat diurutkan sebagai berikut. Urutan pertama, DKI Jakarta dan Nusa Tenggara Timur (NTT) masing-masing ada tujuh penulis. Untuk kali ini, penulis dari NTT paling banyak mengirim opini, juga paling banyak yang tidak lolos, mungkin karena editor bertempat tinggal di Ende, Flores, NTT yang akses informasi undangan menulis opini lebih terjangkau. Urutan kedua, Lampung ada lima penulis opini yang lolos. Urutan ketiga, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Barat, dan Bangka Belitung, masing-masing tiga penulis. Urutan keempat, Sulawesi Tenggara, Kalimantan Utara, Kalimantan Tengah, dan Papua, masing-masing dua penulis. Urutan kelima, Banten, Sulawesi Utara, Nusa Tenggara Barat (NTB), Kalimantan Selatan, Jawa Timur, Bali, Sumatera Selatan, Sumatera Barat, Bengkulu, Sulawesi Utara, dan Nangro Aceh Darusalam, masing-masing satu penulis.
Buku ini dibagi menjadi delapan bagian (bab) sesuai dengan kecenderungan topik dominan opini tersebut, yakni (1) Eksistensi dan Potensi Puisi Esai, (2) Puisi Esai dalam Perdebatan, (3) Angkatan Puisi Esai dalam Sastra Indonesia, (4) Puisi Esai, Potret Batin, dan Isu Sosial, (5) Puisi Esai dalam Layar Lebar, (6) Puisi Esai dalam Pendidikan, (7) Puisi Esai dan Geliat Sastra Daerah, (8) Puisi Esai dari Beragam Tinjauan.
Pada bagian akhir Pengantar Editor ini, editor mengucapkan terima kasih berlimpah kepada Bang Denny JA yang memfasilitasi kegiatan penghimpunan dan penerbitan buku Antologi 50 Opini Puisi Esai Indonesia ini. Terima kasih kepada Guru Besar Antropologi Sastra Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Prof. Dr. Suwardi Endraswara, M.Hum, yang bersedia memberi Prolog untuk buku ini di tengah kesibukan beliau yang sangat padat. Prof. Suwardi, di samping mengulas dengan sangat bagus kedelapan bagian dalam buku ini, juga memberikan pendapat dan pendasaran dari perspektif bidang ilmu antropologi sastra terhadap kehadiran dan fenomena puisi esai dalam sastra Indonesia.
Terima kasih kepada Kritikus Sastra Indonesia, Narudin, yang bersedia memberi Epilog untuk buku ini. Kritkus sastra Narudin, dengan napas panjang mengulas satu per satu artikel opini puisi esai dalam buku ini sambil memberi perspektif baru dari berbagai teori sastra mutakhir. Terima kasih banyak kepada para penulis opini puisi esai dari 22 provinsi yang telah berpartisipasi mengirimkan opini untuk buku antologi ini.
Besar
harapan semoga 50 orang penulis yang opininya terhimpun dalam buku antologi
ini, menjadi juru bicara andal puisi esai Indonesia ke depan, kapan dan di mana
saja berada. Semoga puisi esai semakin dikenal luas dan dicintai oleh siapa
saja di Indonesia, tidak hanya di kalangan sastrawan dan pencinta sastra,
tetapi juga di berbagai kalangan masyarakat luas. Semoga genre baru puisi esai dapat menghantar puisi ke tengah gelanggang
masyarakat Indonesia dan dunia. Semoga slogan puisi esai, yang bukan penyair
bisa ambil bagian, dapat tercapai sesuai dengan yang diharapkan. *
Ende,Flores, 1 Juni 2018
Post a Comment for "Buku Antologi 50 Opini Puisi Esai Indonesia"