Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Peluang ke Nasional: Yohanes Sehandi, Universitas Flores, dan Sastra NTT


Oleh Anthony Tonggo
Sahabat Yohanes Sehandi, Asal NTT, Tinggal di Yogyakarta

Satu-satunya nama cendikiawan NTT yang bisa tampil di panggung sastra Tanah Air saat ini, dan selama ini, adalah Yohanes Sehandi. Hal ini dilihat dari aktivitas sastra Tanah Air yang sering menampilkan beliau di podium-podium terhormat. Mulai dari peserta berbagai ajang sastra, pembicara, editor naskah buku, pemberi prolog-epilog dalam buku-buku sastra, hingga menjadi dewan juri dalam sejumlah kompetisi sastra tingkat nasional, dan lain-lain.

Di luar Yohanes Sehandi, kita cuma mengenal seorang praktisi sastra, Gerson Poyk. Yang lainnya banyak, namun kiprahnya belum semenonjol mereka berdua. Bahkan Yohanes Sehandi-lah yang paling berjasa dalam membangun dinamika sastra di NTT pada saat ini. Banyak pekerja sastra NTT diorbitkan oleh beliau ke tingkat nasional lewat karya buku-buku beliau, sehingga nama-nama pekerja sastra NTT saat ini bisa menghiasi daftar nama sastrawan Tanah Air.

Terus terang, mencari ilmuwan lokal NTT yang bisa diperhitungkan di Jawa ini sulit sekali. Reputasi Yogyakarta, Jakarta, Bandung, Surabaya, Semarang, dan beberapa kota kecil di Jawa, seperti Malang dan Salatiga itu sulit dilampaui ilmuwan dari daerah seperti NTT. Justru Yohanes Sehandi-lah yang bisa bertengger di situ. Apa yang bisa dimanfaatkan NTT untuk menapak naik podium nasional di bawah cantolan bahu seorang Yohanes Sehandi?

Universitas Flores

Selama ini Yohanes Sehandi berkarya sebagai dosen di Universitas Flores, Ende, di Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Dalam peringkat iniversitas di Indonesia, tidak satu pun universitas di NTT yang masuk dalam 100 besar universitas terbaik Indonesia (dari sekitar 5.000 perguruan tinggi di Indonesia). Dominasinya cuma di Jawa, sedikit di Sumatera. Ke timur cuma ada nama Universitas Udayana (Denpasar) dan Universitas Hassanudin (Makassar).


Yohanes Sehandi

Salah satu kriteria peringkat universitas adalah adanya pengaruh universitas itu pada dinamika masyarakat di sebuah daerah atau negara. Ini terutama pemeringkatan yang diberi lembaga pemeringkatan internasional seperti THE (The Higher Education) yang berpusat di London, Quacquarelli Symonds (QS) juga berpusat di Inggris, juga pemerintah Indonesia lewat BAN-PT, dan lain-lain. Universitas itu harus ikut menentukan arah perubahan masyarakat dan peradaban lewat pembaharuan pemikiran, wacana school of though, mazab, dan lain-lain.

Sastra Nusantara tergolong sebuah fakta yang terkulai tak berdaya di tengah budaya profan-pop dunia selama ini, dan ke depan. Kebudayaan dan identitas ke-Nusantara-an kita pun terancam serius untuk tenggelam.

Menyadari itu, beberapa universitas seperti UGM, Undip, UI, dan lain-lain, mulai memberi tempat "sastra Nusantara" sebagai sebuah program studi baru yang harus dipikul perguruan tinggi.

Berbicara sastra Nusantara, isinya baru sastra Jawa, sastra Sunda, dan sastra Melayu. Daerah-daerah lain di tanah air ini masih kering dan tidur, termasuk NTT. Umumnya cuma sastra Inggris, sastra Jerman, sastra Belanda, dan lain-lain, tetapi dari mancanegara semua.

Selama tidak ada kajian-kajian sastra-sastra daerah di Tanah Air ini, maka sastra Nusantara kita masih tetap miskin. Tetap saja sastra Jawa, satra Sunda, dan sastra Melayu yang muncul.

Mumpung Yohanes Sehandi punya "nama" di panggung sastra Tanah Air, saatnyalah sastra NTT harus tampil di kampus. Ini kesempatan bagi Universitas Flores untuk tampil di panggung nasional, yaitu sebagai candradimuka studi sastra NTT, sehingga ketika Indonesia berbicara sastra Nusantara, maka Universitas Flores adalah salah satu kampusnya, bersama UGM, UI, Undip, dan lain-lain. Bagaimana bentuknya?

Bentuknya Tridharma PT

Pertama, minimal punya mata kuliah Sastra NTT sebagai salah satu mata kuliah dalam Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra di Universitas Flores. Syukur-syukur kalau bisa mempunyai Program Studi Sastra Nusantara, dimana sastra NTT mendapat tekanan jauh lebih kuat lagi. Saat itulah, Universitas Flores bisa menjadi salah satu kampus yang bekerja sama dengan UGM, UI, Undip, dan lain-lain, dalam rangka pertukaran mahasuswa, di mana mahasuswa sastra Nusantara UGM, UI, dan lain-lain akan bisa kuliah sastra NTT di Universitas Flores atau dosen sastra NTT bisa memberi kuliah di UGM, UI, dan lain-lain.

Kolaborasi akademik semacam ini akan mudah menaikkan pamor universitas lokal NTT untuk dideretkan sebagai univetsitas top nasional. Bila demikian, maka Universutas Flores bukan lagi hanya menampung peminat dari Flores, tapi banyak orsng luar Flores (termasuk dari luar NTT) akan datang masuk juga. Pertimbangannya karena adanya kelangkaan spesialisasinya.

Kedua, Pusat Studi Sastra (dan Kebudayaan) NTT, sebingga ada aktivitas risert sastra NTT di universitas itu. Ini tidak hanya catatan untuk Universitas Flores, tetapi juga untuk universitas-universitas lain di NTT.

Ketiga, pengabdian sastra, berupa pagelaran sastra NTT, penerbitan, diskusi Sastra NTT, dan lain-lain. Ketika tiga ranah itu sudah muncul, maka otomatis para doktor dan profesor ahli sastra NTT pun bermunculan di universitas itu. Universitas Flores akan jadi salah satu penentu dinamika sastra dan kebudayaan NTT hingga Indonesia. Sekali lagi, mumpung Yohanes Sehandi sedang ada di universitas itu. Jika beluau sudah pensiun, maka hilanglah peluang emas ini, padahal menunggu punya ilmuwan mumpuni itu serba tidak pasti. Sulit.

Secara psikologi manajemen, jika salah satu atau dua jurusan sudah terkenal, maka publik akan langsung menanamkan imej bahwa universitas itu top, sehingga tingkat kepercayaan pada semua jurusan di situ akan tinggi. Dikira semuanya bagus.

UGM itu topnya di Fakultas Hukum dan Fisipol, lalu semua jurusan di UGM dianggap top semua. Unair Surabaya itu topnya di Kedokteran, lalu orang menganggap semua yang di Unair top semua. Begitu juga dengan universitas-universitas lain di Jawa dan di luar negeri. Bikin nama besar satu jurusan, maka jurusan lain akan mendapat kecipratan imejnya. Itulah kesempatan untuk merebut hati publik, tentu dengan serius menata jurusannya masing-masing hingga jadi top benaran.

Bila Universitas Flores bisa menggunakan sastra NTT sebagai unggulan akademiknya, maka semua cendikiawan terbaik NTT yang punya konteks dengan sastra NTT bisa dikerahkan untuk mendukung, misalnya STF Ledalero.

Selamat Ulang Tahun ke-60, Yohanes Sehandi, Penjaga Gawang Sastra NTT. Terima kasih atas semua dedikasimu untuk sastra NTT selama ini! Semoga sastra NTT terus berkibar di negeri ini...! ***

(Artikel ini diambil dari PostNTT.com, pada edisi 12 Juli 2020. Artikel ini terdapat pula dalam buku Tokoh-Tokoh Inspiratif dari NTT, Editor Anthony Tonggo, Yogyakarta, Penerbit Deepublish, 2021).

Post a Comment for "Peluang ke Nasional: Yohanes Sehandi, Universitas Flores, dan Sastra NTT"