Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Mengenang Gerson Poyk, Pendongeng dari Timur

Hari ini Kamis, 24 Februari 2022, sastrawan Indonesia kelahiran NTT, Gerson Poyk, genap lima tahun meninggal dunia. Beliau meninggal pada Jumat, 24 Februari 2017 dalam usia 86 tahun di RS Hermina, Depok, Jawa Barat. Dimakamkan di Kupang pada Senin, 27 Februari 2017.

Beberapa hari sebelum dimakamkan di Kota Kupang, sempat beredar luas sebuah petisi yang ditandatangani sekitar 200 tokoh NTT dari berbagai elemen masyarakat. Petisi berisi dua tuntutan kepada Pemprov NTT. Pertama, sastrawan Gerson Poyk harus dimakamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Dharmaloka, Kota Kupang. Kedua, Pemprov NTT harus mendirikan Perpustakaan Gerson Poyk di Kota Kupang.

Gerson Poyk (1931-2017)

Tuntutan pertama agar Gerson Poyk dimakamkan di Taman Makam Pahlawan tidak bisa terpenuhi Pemprov NTT karena prosedur dan persyaratannya tidak sederhana. Tuntutan kedua, pembangunan Perpustakaan Gerson Poyk di Kota Kupang juga tidak terpenuhi. 

Yang bisa dilakukan Pemprov NTT pada waktu itu adalah mengubah nama Taman Budaya NTT yang sudah ada di Kota Kupang menjadi Taman Budaya Gerson Poyk. Pemberian nama itu, kata Gubernur NTT, Frans Lebu Raya, pada waktu itu, agar nama almarhum dikenang generasi NTT bahwa Gerson Poyk adalah tokoh sastra Indonesia dari NTT (Pos Kupang, 26/2/2017).

Gerson Poyk lahir pada 16 Juni 1931 di Namodale, Kabupaten Rote Ndao, NTT. Gerson Poyk adalah orang NTT pertama yang menulis karya sastra dan dipublikasikan secara nasional. Dia dijuluki sebagai Perintis Sastra NTT. Yang dimaksud sastra NTT adalah sastra Indonesia yang bertumbuh dan berkembang di Provinsi NTT.

Sejak tahun 1955 sampai dengan meninggal dunia tahun 2017 (selama 62 tahun), Gerson Poyk berkarya sastra secara terus-menerus. Lebih dari 30 judul buku karya sastranya yang sudah diterbitkan. Jumlah itu yang sempat terlacak. Masih banyak karya sastra beliau yang belum terlacak, berupa buku novel, buku cerpen, buku puisi, buku drama. 

Karya-karyanya mengangkat citra NTT dalam panggung sastra Indonesia modern. Gerson Poyk masuk dalam Angkatan 66 dalam sastra Indonesia oleh kritikus sastra HB Jassin (1917-2000).

Gerson Poyk mengabdikan seluruh hidupnya dalam dunia tulis-menulis. terutama penulisan karya sastra. Banyak pembaca karya sastra Indonesia modern dengan sangat mudah menghubungkan karya-karya sastra Gerson Poyk dengan kondisi alam lingkungan dan sosial budaya NTT. Gerson Poyk juga sering dijuluki sebagai Pendongeng dari Timur.

Dalam sejumlah biografi (riwayat hidup) Gerson Poyk yang tertera pada buku-buku karyanya, terungkap bahwa beliau mulai  menulis karya sastra sebelum menjadi guru SMP dan SGA di Ternate (Maluku Utara) tahun 1956-1958 dan di Bima (Nusa Tenggara Barat) tahun 1958-1963. Disebutkan, ada sejumlah media cetak nasional yang memuat karya-karya sastranya, antara lain majalah mingguan Mimbar Indonesia (1947-1966) majalah bulanan Sastra (1961-1964, 1967-1969), dan majalah bulanan Tjerita.  

Hasil pelacakan saya terhadap karya-karya Gerson Poyk di Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin (PDS HB Jassin), Jakarta, pada 8 Juni 2018, pada waktu saya melakukan studi pustaka ke sana, ditemukan karya Gerson Poyk dalam majalah Mimbar Indonesia dan dalam majalah Sastra, sedangkan dalam majalah Tjerita tidak ditemukan.

Dalam majalah mingguan Mimbar Indonesia (MI) yang terbit 1947-1966 (hidup selama 19 tahun) yang redaktur sastranya HB Jassin dan AD Donggo, ditemukan karya-karya awal Gerson Poyk berupa puisi. Adapun puisi-puisi awal Gerson Poyk berjudul (1) “Anak Karang” dalam MI Nomor 24, Tahun IX, 11 Juni 1955, halaman 19; (2) “Ulang Tahun” dalam MI Nomor 35, Tahun IX, 27 Agustus 1955, halaman 18; (3) “Sebelah Rumah” dalam MI Nomor 38, Tahun IX, 17 September 1955, halaman 18; (4) “Larut” dalam MI Nomor 38, Tahun IX, 17 September 1955, halaman 18, (5) “Tentang Niskala Aermata dan Malaria” dalam MI Nomor 28, Juli 1960.

Setelah menulis puisi, Gerson Poyk menulis cerita pendek (cerpen). Cerpen-cerpen awal Gerson Poyk ditemukan dalam majalah Mimbar Indonesia, yakni (1) “Pertjakapan Selat” dalam MI Nomor 38-39, Tahun XIII, 10 Oktober 1959; (2) “Dalam Kecepatan 40” dalam MI Nomor 21, 21 Mei 1960. Cerpen awal Gerson Poyk yang lain ditemukan dalam majalah bulanan Sastra edisi Nomor 6, Tahun I, Oktober 1961 berjudul “Mutiara di Tengah Sawah” yang mendapat hadiah majalah Sastra sebagai cerpen terbaik pada 1961 itu. Majalah Sastra adalah majalah bulanan yang khusus menerbitkan karya-karya sastra, terbit pertama kali tahun 1961, dipimpin HB Jassin, M. Balfas, dan DS Moeljanto.

Cerpen Gerson berikutnya berjudul “Oleng-Kemoleng” dimuat dalam majalah bulanan sastra Horison tahun 1968 dan mendapat pujian dari redaksi majalah sastra Horison pada tahun  itu. Majalah sastra Horison (edisi bulanan 1966-2016, sedangkan mulai 2017 sampai sekarang edisi tiga bulanan). Majalah sastra Horison (edisi bulanan) redakturnya, antara lain HB Jassin, Arief Budiman, Taufiq Ismail, DS Moeljanto, Goenawan Mohammad, dan Sutardji Calzoum Bachri.

Setelah menulis puisi dan cerpen, Gerson Poyk merambah menulis novel. Pada tahun 1964 Gerson Poyk menerbitkan buku sastra untuk pertama kalinya berupa novel berjudul Hari-Hari Pertama (BPK Gunung Mulia, Jakarta,1964, 1968). Novel Gerson yang kedua berjudul Sang Guru terbit 1971 oleh Penerbit Pustaka Jaya, Jakarta. Novel yang ketiga berjudul Cumbuan Sabana terbit 1979 oleh Penerbit Nusa Indah, Ende. Dengan demikian, di samping sebagai perintis sastra NTT, Gerson Poyk juga sebagai perintis penulisan puisi, penulisan cerpen, dan penulisan novel dalam sastra NTT.

Pada tahun 1975 Gerson Poyk baru menerbitkan buku kumpulan cerpennya yang pernah dimuat dalam berbagai media cetak. Tiga buku antologi cerpen Gerson Poyk diterbitkan serentak, yakni (1) Nostalgia Nusatenggara (1975, 1977); (2) Oleng-Kemoleng & Surat-Surat Cinta Aleksander Rajaguguk (1975, 1977); dan (3) Matias Akankari (1975). Ketiga buku antologi cerpen ini diterbitkan Penerbit Nusa Indah, Ende, penerbit yang ikut berjasa dalam mengangkat karier Gerson Poyk di bidang sastra.

Sastrawan NTT berikutnya yang mengikuti jejak Gerson Poyk menulis puisi, cerpen, dan novel adalah Dami N. Toda, Ris Therik, Virga Belan, AG Hadzarmawit Netti, Umbu Landu Paranggi, Julius R. Sijaranamual, Willem B. Berybe, John Dami Mukese, Leo Kleden, Usman D. Ganggang, Agust Dapa Loka, Willy A. Hangguman, Bernard Tukan, Maria Matildis Banda, Yoss Gerard Lema, Fanny J. Poyk, Marsel Robot, Vincentcius J. Boekan, Yoseph Yapi Taum, Petrus Kembo, Buang Sine, Imelda Oliva Wisang (Sr. Wilda), Mezra E. Pellondou, Sipri Senda, Alexander Aur, Robert Fahik, Bara Pattyradja, Pion Ratulolly, Christian Dicky Senda, Unu Ruben Paineon, Christo Ngasi, Mario F. Lawi, Erlyn Lasar, Felix K. Nesi, dan lain-lain. *
 

Oleh Yohanes Sehandi
Pengamat dan Kritikus Sastra dari NTT

Ende, Flores, 24 Februari 2022

 

 

Post a Comment for "Mengenang Gerson Poyk, Pendongeng dari Timur"