Buku Kuda dan Sang Dokter
Judul : Kuda dan Sang Dokter
Penulis : Mezra E. Pellondou
Genre : Buku Cerpen
Penerbit : Satu Kata, Sidoarjo
Cetakan 1 : 2017
Tebal : xiv + 177 halaman
ISBN : 978-602-61201-3-7
Kontak WA : 0821 4428 7165
Gambaran Isi Buku
Buku antologi cerpen Kuda dan Sang Dokter adalah buku antologi cerpen karya sastrawan Mezra E. Pellondou. Buku antologi cerpen beliau yang lain adalah Menjahit Gelombang (2019), Negara Te Au Na (2020), dan Makhpela (2020) yang ketiganya diterbitkan Penerbit Kekata Group, Surakarta. Di samping menerbitkan buku cerpen, Mezra Pellondou juga telah menerbitkan beberapa buku novel, yakni Surga Retak (2006), Loge (2007), Nama Saya Tawwe Kabotta (2008), Perempuan dari Lembah Mutis (2012).
Mezra E. Pellondou lahir pada 21 Oktober 1969 di Kupang, NTT. Menjadi guru di SMAN 1 Kupang. Dikenal luas di NTT sebagai penggerak literasi sastra. Mezra adalah Pendiri Taman Baca Bunda Mezra dan Komunitas Sastra UKIM (Uma Kreatif Inspirasi Mezra). Bergiat pula dalam Komunitas Rumah Sastra Kita (RSK) NTT.
Buku antologi cerpen Kuda dan Sang Dokter ini sebelas cerita pendek. Adapun judul-judulnya adalah (1) Kuda dan Sang Dokter, (2) Praiyawang, (3) Kremo di Tiwu Lea, (4) Meneteki Beringin, (5) Lir, (6) Mainkan Padaku Bolelebo, Kekasih!, (7) Lorodirma dan Sepasang Pengantin, (8) Raga Kaba di Kampung Kobok, (9) Maramba, (10) Ata Djam’mah, dan (11) Guci Suku Wango.
Semua cerpen dalam buku ini mengangkat warna lokal atau warna daerah NTT dalam sastra Indonesia. Sebagai besar cerpen berlatar Sumba, sebagian berlatar Manggarai dan Alor. Cerita-cerita yang diangkat Mezra adalah cerita-cerita unik dan khas masyarakat NTT yang tentu susah ditemukan dalam masyarakat lain di Indonesia.
Mezra E. Pellondou
Dari sebelas cerpen dalam buku ini, ada satu cerpen unik karena mengangkat tema suanggi atau dukun santet yang memiliki ilmu hitam. Cerita suanggi adalah cerita favorit masyarakat NTT. Cerpen yang mengangkat tema suanggi berjudul “Lir” (halaman 59-69). Lir adalah sebutan untuk suanggi yang berwujud manusia. Manusia suanggi ini bisa pula berubah wujud menjadi bola lampu pijar sehingga bisa terbang menjelajahi langit atau angkasa.
Cerpen “Lir” bercerita tentang suanggi dari NTT yang mengikuti kongres internasional pada peringatan 100 abad keberadaan suanggi di duni. Kongres berlangsung pada tanggal 13 bulan 13 tahun 13 di sebuah kuil hitam di China. Para peserta kongres dari NTT sebagian besar dari Kabupaten Alor. Di Alor terdapat banyak sekali komunitas suanggi dengan ilmu tinggi.
Sebelum mengikuti kongres di China, mereka terbang ke Kupang. Untuk bisa terbang mereka berubah wujud menjadi bola lampu pijar sebesar biji kelereng. Mereka berkumpul di Bakunase, pinggiran Kota Kupang. Di tempat ini terdapat rimbunan pepohonan dan menjadi tempat aman bagi para suanggi berkumpul. Mereka terbang dari Alor secara bertahap, setiap 5 jam waktu manusia atau 5 menit waktu suanggi. Di Bakunase ini mereka menyatukan pendapat membahas tema kongres yang aktual dan sangat urgen, yakni “Membangun Relasi dengan Manusia.”
Karena jarak antara Kupang dan China terlalu jauh, mereka sepakat menggunakan transportasi makhluk manusia, yakni pesawat terbang. Untuk itu mereka harus berubah wujud menjadi manusia. dalam bahasa Alor disebut Lir. Setiap mereka membeli tiket, membayar karcis masuk, membawa bagasi, dan lain-lain, sampai di bandara penerbangan terakhir di China.
Setelah berkongres selama tiga hari tiga malam, mereka kembali ke Kupang dengan rute penerbangan yang sama. Dari Kupang mereka kembali ke Alor dengan berubah wujud menjadi bola lampu pijar agar tidak dikenal manusia. Mereka terbang berhamburan seperti kembang api.
Nasib sial dialami ketua suanggi utusan Kabupaten Alor. Dia mengambil rute terakhir. Di Alor dia bukan turun di tempat pendaratan biasa para suanggi, tetapi turun di tower telepon yang juga ada pijaran bola lampunya. Dia tersangkut tower telepon dan jatuh terjerembab di tanah. Dia langsung dikenal masyarakat dan polisi sebagai kepala suanggi Kabupaten Alor yang punyai ilmu hitam.
Dia dipukul babak-belur oleh polisi dan masyarakat. Dia dikurung dalam ruang tahanan polisi. Namun, dia keluar lewat lubang kunci. Dia kembali ke rumahnya karena dibantu teman suangginya dengan cara memejamkan mata. Istrinya menangis terharu melihat suaminya kembali. Sebelumnya beredar kabar, suaminya sudah mati dipukul orang karena tertangkap sebagai suanggi. *
(Yohanes Sehandi)
Post a Comment for "Buku Kuda dan Sang Dokter"