Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Contoh Karya Tulis Ilmiah dalam Jurnal Ilmiah

Kronologi Proses Kreatif Penyair NTT, John Dami Mukese

Oleh Yohanes Sehandi
Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Flores, Ende

ABSTRACT

This article aims to explore the stages of the poet John Dami Mukese's creative process in creating his poetry. John Dami Mukese is an Indonesian poet born in Flores, East Nusa Tenggara (NTT) who is a Catholic priest who has written about 250 poems. This study uses an expressive approach, which is an approach that emphasizes the study of literary authors. The method used is the codification method, which is the method of observation by tracing the colophon in each poem. Colophones are notes at the end of a text that inform the place, time, and name of the author. The analysis used is a qualitative analysis by describing the stages of the poet's creative process in creating his poetic works. The results of the study show that the creative process of poet John Dami Mukese began at the age of 27 years, namely 1977. During the first three years (1977-1979) was the beginning of his creative process by finding the correct pronunciation in accordance with his personality and educational background and profession. Over the next four years (1980-1984) was the peak period of creativity and productivity of poet John Dami Mukese in creating his poetry. Most of his poems were born at this peak time. From 1985 until the end of 2017, it was an anticlimax in the creative process. The results of the study also showed that the poems of John Dami Mukese with religious themes based on social problems (religio-social) of the marginalized, such as farmers, planters, fishermen, and port workers. His poetry expresses a profound experience with the Divine reality, both called God or God and other greetings taken from the religious traditions of the Flores people. His poems show a very deep sensitivity to the social reality that is taking place in Flores society.
Key Word:
Creative process, expressive approach, codification method, and colophon technique.

ABSTRAK

Artikel ini bertujuan untuk menelusuri tahapan proses kreatif penyair John Dami Mukese dalam menciptakan karya-karya puisinya. John Dami Mukese adalah penyair Indonesia kelahiran Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT) berlatar belakang sebagai pastor Katolik yang telah menulis sekitar 250 puisi. Kajian ini menggunakan pendekatan ekspresif, yakni pendekatan yang menitikberatkan kajian pada pengarang sastra. Metode yang digunakan adalah metode kodifikasi, yakni metode pernaskahan dengan menelusuri kolofon pada setiap puisi. Kolofon adalah catatan pada bagian akhir naskah yang menginformasikan tentang tempat, waktu, dan nama penulis. Analisis yang digunakan adalah analisis kualitatif dengan mendeskripsikan tahapan proses kreatif penyair dalam mencipatakan karya-karya puisinya. Hasil kajian menunjukkan bahwa proses kratif penyair John Dami Mukese dimulai sejak berumur 27 tahuan, yakni tahun 1977. Selama tiga tahun pertama (1977-1979) merupakan masa awal proses kreatifnya dengan mencari bentuk pengucapan yang tepat sesuai dengan kepribadian dan latar belakang pendidikan dan profesinya. Selama empat tahun berikutnya (1980-1984) adalah masa puncak kreativitas dan produktivitas penyair John Dami Mukese dalam menciptakan karya-karya puisinya. Sebagian besar puisinya dilahirkan pada masa puncak ini. Sejak tahun 1985 sampai dengan akhir hayatnya 2017, adalah masa antiklimaks dalam proses kreatifnya. Hasil kajian menunjukkan pula bahwa puisi-puisi John Dami Mukese bertema religius yang berbasis pada masalah sosial (religio-sosial) kaum terpinggirkan, seperti petani, pekebun, nelayan, dan buruh pelabuhan. Puisi-puisinya mengungkapkan satu pengalaman mendalam dengan realitas Ilahi, baik yang disebut sebagai Tuhan atau Allah maupun yang disebut dengan sapaan-sapaan lain yang diambilnya dari tradisi religius masyarakat Flores. Puisi-puisinya menunjukkan sensitivitas sangat mendalam terhadap realitas sosial yang tengah berlangsung dalam masyarakat Flores.
Kata Kunci:
Proses kreatif, pendekatan ekspresif, metode kodifikasi, dan  teknik kolofon.
 
PENDAHULUAN

Salah satu dari empat model pendekatan sastra M. H. Abrams adalah pendekatan ekspresif. Pendekatan ekspresif adalah pendekatan yang menitikberatkan kajian pada pengarang sastra atau sastrawan. Karya sastra dilihat sebagai proses kreatif pengarang sebagai pencipta. Pengarang adalah tokoh yang tidak terpisahkan dari karya sastra. Tanpa pengarang tidak akan lahir karya sastra. Karya sastra adalah anak kandung pengarangnya.

Model pendekatan Abrams yang lain selain pendekatan ekspresif adalah pendekatan objektif (titik berat kajian pada karya sastra), pendekatan pragmatik (titik berat kajian pada pembaca), dan pendekatan mimetik (titik berat kajian pada lingkungan). Dalam bukunya The Miror and the Lamp: Romantic Theory and the Critical Tradition (1971: 8-29) Abrams menguraikan panjang-lebar keempat model pendekatan sastra tersebut yang disebutnya sebagai pendekatan Universe. Di samping Abrams, Rene Wellek dan Austin Waren juga menawarkan jenis pendekatan sastra, yakni pendekatan intrinsik dan pendekatan ekstrinsik.

Menurut Sapardi Djoko Damono (2018: 1-2), dalam sejarah panjang perjalanan sastra dunia, pendekatan yang menitikberatkan kajian pada pengarang banyak dilakukan pada masa romantik. Pada masa tersebut, pengarang mendapat sorotan yang khas, sebagai pencipta yang kreatif, dan jiwa pencipta mendapat minat utama dalam penilaian dan pembahasan karya sastra.

Pendekatan yang menitikberatkan kajian pada pengarang ini di Indonesia, menurut Djoko Damono, juga banyak digunakan pengamat dan kritikus sastra. Buku Pokok dan Tokoh (1959) karya A. Teeuw adalah contoh buku yang secara komprehensif membahas para pengarang Indonesia, seperti Chairil Anwar, Pramoedya Ananta Toer, Idrus, Achdiat K. Mihardja, Sitor Situmorang, Mochtar Lubis, dan Aoh K. Hadimadja, dan lain-lain. Telaah terhadap para pengarang ini dilanjutkan A. Teeuw dalam bukunya Sastra Baru Indonesia (1980). Kini sudah banyak buku karya para pengamat dan kritikus sastra yang pusat kajiannya pada pengarang.

Artikel ini coba mengkaji karya sastra dengan menggunakan pendekatan ekspresif yang berpusat pada pengarang sebagaimana ditawarkan M. H. Abrams dalam bukunya yang telah disebutkan di atas. Pengarang Indonesia yang dikaji adalah penyair John Dami Mukese. Dia seorang penyair religio-sosial yang berlatar belakang sebagai pastor Katolik dari Kongregasi Serikat Sabda Allah (SVD). Dia adalah penyair Indonesia kelahiran Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).

Di NTT penyair John Dami Mukese dikenal luas sebagai sastrawan NTT. Sastrawan NTT yang lain adalah Gerson Poyk, Dami N. Toda, Umbu Landu Paranggi, Julius Sija Ranamual, Maria Matildis Banda, Usman D. Ganggang, Mezra E. Pellondou, dan lain-lain (bdk. Sehandi, 2012: 40-70). Penyair John Dami Mukese telah menerbitkan lima judul buku antologi puisi pribadi dan beberapa puisi lainnya masuk dalam buku antologi bersama, antara lain dalam buku Tonggal 4: Antologi Puisi Indonesia Modern (Editor Linus Suryadi AG, 1987) dan Ratapan Laut Sawu: Antologi Puisi Penyair NTT (Editor Yoseph Yapi Taum, 2014).

Yang hendak dikaji dalam artikel ini adalah proses kreatif penyair John Dami Mukese dalam menghasilkan karya-karya puisinya. Titik berat kajian dari sisi pengarang dengan menggunakan pendekatan eksperesif. Proses kreatif penyair dari segi waktu dan tempat kelahiran sebuah puisi dikaji dengan cara mencatat berbagai kolofon yang terdapat pada awal dan akhir  masing-masing puisi. Kolofon adalah catatan pada bagian awal dan akhir naskah karya sastra yang menginformasikan tentang nama orang yang ditujukan penyair, nama penyair, tempat dan waktu karya sastra itu diciptakan. Kolofon adalah sumber yang tepat dalam menelusuri tahapan proses kreatif seorang pengarang. Dengan demikian, akan diketahui proses kreatif penyair John Dami Mukese dalam menghasilkan karya-karya puisinya yang bernuansa religio-sosial.

METODE KAJIAN

Seperti telah disinggung di atas, pendekatan yang digunakan dalam kajian ini adalah pendekatan ekspresif menurut ilmuwan sastra M. H. Abrams. Metode yang digunakan adalah metode kodikologis, yakni metode pernaskahan yang berpusat pada fisik naskah. Menurut Mulyadi (dalam Damono, 2018: 33), kodikologis bertujuan untuk mengungkap sejarah pernaskahan dengan penelusuran terhadap pengarang, penyalin, iluminasi, waktu, dan tempat penciptaan. Dalam metode kodikologis, yang dicermati adalah berbagai kolofon pada naskah. Kolofon adalah catatan pada bagian akhir naskah yang menginformasikan tentang tempat, waktu, dan nama penulis. Sebagian besar penyair Indonesia mencantumkan kolofon pada bagian akhir puisinya, yang mencantumkan tempat, waktu, dan nama penyairnya sendiri. Di situlah pembaca dapat mengetahui di mana dan kapan sebuah karya sastra diciptakan penyair.

Setelah membaca dan mencermati sekitar 250 judul puisi John Dami Mukese yang ditulisnya selama 40 tahun kariernya sebagai seorang penyair (1977-2017), hampir semua karya puisinya mencantumkan kolofon (tempat dan tanggal) pada bagian akhir puisi-puisinya. Misalnya puisi “Balada Imam,” pada bagian akhir puisi ditulis kolofon: Ledalero, November 1978. Artinya, puisi “Balada Imam” itu ditulis di suatu tempat bernama Ledalero (STFK Ledalero, Maumere, Flores), pada bulan November 1978. Contoh lain, puisi panjang yang merupakan master piece John Dami Mukese berjudul “Doa-Doa Semesta,” pada bagian akhir puisi ditulis kolofon: Biara St. Yosef, Ende, Juli-Agustus 1982. Artinya, puisi “Doa-Doa Semesta” itu ditulis di suatu tempat bernama Biara St. Yosef di Ende, pada bulan Juli-Agustus 1982 (proses kreatifnya selama dua bulan). Dengan demikian, tahapan proses kreatif penyair John Dami Mukese dengan menelusuri kolofon dapat ditelusuri dan diungkapkan.

Penelusuran terhadap puisi-puisi John Dami Mukese dilakukan dengan melakukan inventarisasi, identifikasi, dan interpretasi terhadap isi/tema puisi dan data kolofon  tercantum pada bagian akhir setiap puisi. Inventarisasi dilakukan untuk mengetahui karya yang diciptakan penyair dengan penelusuran berbagai kolofon yang terdapat dalam karya-karyanya. Selanjutnya dilakukan identifikasi atas karya-karya yang diciptakannya. Kemudian melakukan interpretasi sesuai dengan kondisi sosial masyarakat yang menjadi latar belakang penciptaan karya sastra.

JEJAK LANGKAH JOHN DAMI MUKESE

John Dami Mukese lahir pada 24 Maret 1950 di Menggol, Manggarai Timur, Provinsi NTT. Meninggal dunia pada Kamis, 26 Oktober 2017 di RSUD Ende dalam usia 67 tahun. Menamatkan SD di Pembe (1964), SMTP dan SMTA di Seminari Menengah Pius XII Kisol (1971), Sekolah Tinggi Filsafat Katolik (STFK) Ledalero, Maumere (1980). Ditahbiskan menjadi imam dalam Kongregasi Serikat Sabda Allah (SVD) pada 19 Juli 1981. Meraih gelar Master of Management (MM) dalam bidang manajemen pembangunan masyarakat desa pada University of The Philipines Los Banos (1983-1987). Meraih gelar Ph.D. (Doktor) dalam bidang Community Development diperoleh pada University of The Philipines Los Banos (2005-2009).

Pernah menjadi pemimpin redaksi majalah Vox terbitan STFK Ledalero, Maumere. Pernah menjadi pemimpin redaksi majalah dua mingguan Dian, surat kabar mingguan Dian, dan harian umum Flores Pos. Ketiga media cetak ini terbit di Ende, Flores. Mengasuh sejumlah mata kuliah di Sekolah Tinggi Pastoral Atma Reksa (Stipar) Ende dan Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat (STPM) Santa Ursula Ende. Menjadi pembina dalam Komunitas Sastra Puisi Jelata (KPJ) Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) Universitas Flores (Uniflor) dan Komunitas SARE (Sastra Rakyat Ende) di Ende.

Karya-karya puisinya yang sudah diterbitkan dalam bentuk buku adalah (1) Doa-Doa Semesta  (Nusa Indah, Ende, 1983, 1989, 2015); (2) Puisi-Puisi Jelata (Nusa Indah, Ende, 1991); (3) Doa-Doa Rumah Kita (1996); (4) Puisi Anggur (2004), dan (5) Kupanggil Namamu Madonna (Obor, Jakarta, 2004). Di samping itu beliau juga menerbitkan sejumlah buku, antara lain berjudul (1) Kristianisasi Upacara Inisiasi Wa’u Wa Tana (1982); (2) Sejenak di Beranda:  Bercanda dengan Perumpamaan (Jilid 1 dan 2, 2000); (3) Menjadi Manusia Kaya Makna (Obor, Jakarta, 2006); (4) Homiletik: Seni Berkhotbah Efektif (2010); (5) Indahnya Kaki Mereka: Telusur Jejak Para Misionaris Belanda (bersama Eduard Jebarus, 4 Jilid, Provinsial SVD Ende, 2013), dan masih ada beberapa buku lain yang ditulis bersama orang lain.

AWAL PROSES KREATIF JOHN DAMI MUKESE

Berdasarkan data yang berhasil penulis lacak, John Dami Mukese mulai menulis puisi pada umur 27 tahun, yakni tahun 1977, pada waktu kuliah di STFK Ledalero (1972-1981). Ada dua puisinya yang ditulis pada tahun 1977 itu. Hal itu terlihat dalam puisi-puisinya, di mana pada bagian akhir puisi tercantum kolofon nama tempat dan tanggal kelahiran puisi tersebut. Meski  menulis puisi sejak 1977, namun publikasi karya-karyanya baru dua tahun kemudian (1979).

Puisi pertama dan kedua John Dami Mukese yang ditulis tahun 1977 berjudul “Kota” dan “Salam Hai Pahlawan.” Puisi pertama berjudul “Kota” itu termasuk puisi panjang yang terdiri atas 4 bagian, 14 bait, dan 80 baris, ditulis pada awal tahun 1977, dimuat dua tahun kemudian dalam majalah dua mingguan Dian edisi Nomor 6, Tahun VI, 10 Januari 1979, halaman 6. Demikianpun puisi kedua berjudul “Salam Hai Pahlawan” (Bagi yang Gugur di Timor Timur). Pada bagian akhir puisi tertulis kolofon: Atambua, Timor, 1977, baru diterbitkan 1983 dalam buku antologi puisi pertamanya berjudul Doa-Doa Semesta (Nusa Indah, Ende, 1983: 89). Di bagian bawah puisi ini tertulis kolofon: Sebuah Percakapan di Sebuah Kota Kecil, Timor, Awal Tahun 1977.

Pada tahun 1978, John Dami Mukese menulis dua judul pusi, yakni puisi “Mazmur Cinta,” ditulis di Ledalero, Oktober 1978, dan puisi “Balada Imam” ditulis di Ledalero, November 1978. Kedua puisi ini baru diterbitkan lima tahun kemudian, yakni dalam buku puisi Doa-Doa Semesta  tahun 1983, halaman 86-87 dan halaman 103-108. Pada tahun 1979, penyair Dami Mukese menulis tiga judul puisi, yakni (1) “Natal Seorang Petani,” ditulis di Ledalero, 12 Oktober 1979, dimuat dalam majalah dua mingguan Dian pada edisi Nomor 4, Tahun VII, 10 Desember 1979; (2) “Natal dan Nelayan,” ditulis di Ledalero, 15 Oktober 1979, dimuat dalam majalah dua mingguan Dian pada edisi Nomor 5, Tahun VII, 24 Desember 1979; (3) “Manusia (Siapakah Sesamaku),” ditulis di Ledaleo, 1 Desember 1979. Ketiga puisi di atas baru diterbitkan dalam buku Doa-Doa Semesta  tahun 1983. Tahun 1977, 1978, 1979 adalah tahun-tahun awal proses kreatif John Dami Mukese. Selama tiga tahun awal ini dijadikan John Dami Mukese sebagai tahun untuk mencari dan mematangkan bentuk dan ciri khas puisi-puisinya.

PUNCAK PROSES KREATIF JOHN DAMI MUKESE

Mulai tahun 1980 proses kretaif penyair John Dami Mukese meningkat dan menemukan ciri khas dan bentuk pengucapannya. Kreativitas dan produktivitasnya terjadi setelah ditahbiskan menjadi pastor Katolik dan bekerja di Penerbit Nusa Indah Ende dan surat kabar mingguan Dian di Ende pada 1981. Masa subur kreativitas dan produktivitasnya berlangsung terus-menerus selama empat tahun berturut-turut, yakni tahun 1980-1984. Sebagian besar puisi John Dami Mukese yang diterbitkan dalam lima buku puisinya ditulis dalam kurun waktu empat tahun itu.

Boleh dikatakan, masa klimaks kreativitas dan produktivitas penyair John Dami Mukese terjadi pada masa empat tahun itu, 1980-1984. Dari segi kualitas puisi dan ciri khas puisinya yang menyatukan tema/amanat religius dengan masalah sosial kaum terpinggirkan sangat kentara dalam puisi-puisi yang diciptakan pada masa keemasan kreativitas dan produktivitasnya tahun 1980-1984. Gaya pengucapan, diksi, metafora, tema, dan unsur intrinsik puisi lainnya terasa konsisten dipertahankannya sehingga menjadi ciri khas kepenyairannya, religio-sosial.

Mulai tahun 1985 sampai dengan akhir hayatnya tahun 2017, puisi-puisi yang diciptakannya semakin berkurang. Terjadi anti klimaks dalam proses kreatifnya. Tema-tema yang digarap sejak tahun 1985 terasa ada kecenderungan bergeser ke tema religius sehingga mirip doa yang ditulis dalam bentuk puisi. Tema yang mengangkat masalah sosial kemasyarakatan terasa berkurang. Buku antologi Puisi Anggur (2004) dan Kupanggil Namamu Madonna (2004) yang diterbitkan belakangan menunjukkan kecenderungan tersebut.

Nama penyair John Dami Mukese dikenal di panggung sastra nasional Indonesia pada waktu puisi panjangnya berjudul “Doa-Doa Semesta” dimuat dalam majalah sastra Horison pada edisi Nomor 2, Tahun 1983, halaman 86-89. Puisi ini ditulisnya selama dua bulan, Juli-Agustus 1982 di Biara Santu Yosef, Ende. Puisi panjang ini merupakan representasi puisi-puisi John Dami Mukese yang berciri khas religio-sosial. Dialah orang NTT pertama yang karyanya bisa tembus majalah sastra Horison, meskipun berkarya di daerah (Flores). Memang sebelumnya sudah ada orang NTT yang karyanya tembus majalah Horison, tetapi mereka tinggal dan berkarya di Jakarta, seperti Gerson Poyk, Julius Sijaranamual, Dami N. Toda, dan Ignas Kleden.

Pada waktu itu majalah sastra Horison dianggap semacam “sungai Yordan” tempat pembaptisan seorang pengarang menjadi sastrawan Indonesia. Tim redaksi Horison waktu itu adalah tokoh-tokoh kaliber sastra Indonesia, yakni H. B. Jassin, Taufiq Ismail, Sapardi Djoko Damono, dan Sutardji Calzoum Bachri. Menurut saya, puisi panjang “Doa-Doa Semesta” yang terdiri atas 20 bait dan 296 baris ini merupakan puisi terunggul John Dami Mukese. Puisi ini seakan merangkum semua tema dan gaya pengucapan puisi yang dihasilkannya. Mungkin itu pula sebabnya, buku kumpulan puisi pertamanya diberi judul Doa-Doa Semesta (1983).

Sejak tahun 1983 itulah nama penyair John Dami Mukese diperbincangkan oleh sejumlah pengamat dan kritikus sastra Indonesia di tingkat nasional. Pada tahun 1987, sebanyak sepuluh puisi Dami Mukese masuk dalam buku Tonggak 4: Antologi Puisi Indonesia Modern dengan Editor Linus Suryadi AG (Gramedia, Jakarta, 1987: 36-44).

PUISI BERNUANSA RELIGIO-SOSIAL

Puisi-puisi John Dami Mukese sebagian besar menunjukkan dua nuansa atau ciri yang tak terpisahkan, yakni nuansa religius dan sosial atau bernuansa religio-sosial. Dua buku kumpulan puisi yang pekat bernuansa religio-sosial, yakni buku Doa-Doa Semesta (1983) dan Puisi-Puisi Jelata (1991). Puisi-puisinya mengungkapkan satu pengalaman mendalam dengan realitas Ilahi, baik yang disebut sebagai Tuhan atau Allah maupun yang disebut dengan sapaan-sapaan lain yang diambilnya dari tradisi religius masyarakat Flores. Namun serentak puisi-puisi penyair ini menunjukkan satu sensitivitas yang sangat mendalam terhadap realitas sosial yang tengah berlangsung. Realitas sosial yang dimaksudkan di sini adalah realitas masyarakat yang miskin, yang kalah dalam persaingan, dan terpinggirkan. Mereka semua dibela penyair dalam doa berbentuk puisi. “Doa adalah jeritan yang melengking di bibir derita” tulis Paul Budi Kleden (2009: 435) dalam usalasannya terhadap puisi-puisi John Dami Mukese.

Banyak puisi John Dami Mukese yang disusun sebagai doa dengan tema pergulatan hidup yang dihadapi para petani, pekebun, nelayan atau buruh pelabuhan. Puisi-puisi itu bukan sekadar puisi religius yang mengungkapkan relasi penyairnya dengan Allah-nya tanpa kepedulian terhadap apa yang bergejolak dalam masyarakat lingkungan. Puisi-puisinya bukan hanya merupakan kritik telanjang sang penyair mengenai kondisi sosial yang mengelilinginya. Dalam bentuknya yang tertulis sebagai puisi, doa-doa puisi memiliki daya protes dan ungkapan keluhan. Melalui doa-doa puisi ini penyair tampil sebagai penyuara dan pembela kaum jelata.

Di samping masuk dalam buku Tonggak 4: Antologi Puisi Indonesia Modern dengan Editor Linus Suryadi AG (Gramedia, Jakarta, 1987: 36-44), puisi-puisi John Dami Mukese yang lain masuk dalam buku Senja di Kota Kupang: Antologi Puisi Sastrawan NTT (Kantor Bahasa NTT, 2013: 24-35) termuat empat judul puisi Dami Mukese. Puisinya yang lain masuk dalam buku antologi Ratapan Laut Sawu: Antologi Puisi Penyair NTT (Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, 2014: 35-51) Editor Yoseph Yapi Taum, termuat sembilan puisi Dami Mukese. Dalam buku Yohanes Sehandi Mengenal Sastra dan Sastrawan NTT (Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, 2012: 50-51) dibahas khusus riwayat hidup dan karya-karya penyair Dami Mukese bersama puluhan sastrawan NTT  lain.

Yang terbaru tahun 2017 sebelum beliau meninggal dunia, penyair John Dami Mukese masuk dalam buku Apa & Siapa Penyair Indonesia (Editor Maman S. Mahayana, Yayasan Hari Puisi Indonesia, Jakarta, 2017: 362-363). Buku tebal ini memuat riwayat hidup dan riwayat karya para penyair Indonesia. Sampai dengan tahun 2017 John Dami Mukese adalah penyair NTT yang paling banyak menerbitkan buku kumpulan puisi. Jumlah karya puisi John Dami Mukese selama 40 tahun kariernya sebagai seorang penyair (1977-2017) tidak kurang dari 250 judul puisi. Dialah penyair NTT yang paling produktif.

PENUTUPAN

Proses kreatif penyair John Dami Mukese dimulai pada umur 27 tahun, yakni tahun 1977, pada waktu kuliah di STFK Ledalero (1972-1981). Ada dua puisinya yang ditulis pada tahun 1977 itu. Pada tahun 1978 dia menulis dua puisi, dan pada 1979 menulis tiga puisi. Hal itu dapat ditelusuri karena pada bagian akhir setiap puisinya tercantum kolofon nama tempat dan tanggal kelahiran puisi. Meski menulis puisi sejak 1977, namun publikasi karya-karyanya baru mulia dilakukan pada tahun 1979, dua tahun kemudian,

Masa klimaks proses kreatifnya terjadi pada umur 30-34 tahun, yakni tahun 1980-1984). Umur 30-an. Dari segi kualitas, puisi-puisinya yang menyatukan tema/amanat religius dengan masalah sosial sangat kentara dalam puisi yang diciptakan pada masa keemasan kreativitas dan produktivitas tersebut. Gaya pengucapan, diksi, metafora, tema, dan unsur intrinsik puisi lainnya terasa konsisten dipertahankannya sehingga menjadi ciri khas kepenyairannya. Mulai tahun 1985 sampai dengan akhir hayatnya tahun 2017, puisi-puisi yang diciptakannya semakin berkurang persentasenya setiap tahun. Terjadi anti klimaks dalam proses kreatifnya.

Puisi-puisi John Dami Mukese sebagian besar menunjukkan dua nuansa atau ciri yang tak terpisahkan, yakni nuansa atau ciri religius dan sosial atau religio-sosial. Puisi-puisinya mengungkapkan satu pengalaman yang mendalam dengan realitas Ilahi, baik yang disebut sebagai Tuhan atau Allah maupun yang disebut dengan sapaan-sapaan lain yang diambilnya dari tradisi religius masyarakat Flores. Namun serentak puisi-puisi penyair ini menunjukkan satu sensitivitas yang sangat mendalam terhadap realitas sosial yang tengah berlangsung. Realitas sosial yang dimaksudkan adalah realitas masyarakat miskin. Mereka semua dibela penyair dalam doa berbentuk puisi atau dalam puisi berbentuk doa.

DAFTAR PUSTAKA

Abrams, M. H. 1971. The Miror and the Lamp: Romantic Theory and the Critical Tradition. Oxford: Oxford University Press.
Damono, Sapardi Djoko (Editor). 2018. Jejak Pengarang dalam Sastra Indonesia (1880-1980). Jakarta: LIPI Press.
Kantor Bahasa NTT. 2013. Senja di Kota Kupang: Antologi Puisi Sastrawan NTT. Kupang: Kantor Bahasa NTT. 
Kleden, Paul Budi. 2009. “Doa adalah Jeritan yang Melengking di Bibir Derita: Menyelisik Makna Doa Sosial dalam Puisi-Puisi John Dami Mukese,” dalam Paul Budi Kleden dan        Otto Gusti Madung (Editor), Menukik Lebih Dalam: Kenangan 40 Tahun STFK    Ledalero. Maumere: Ledalero.
Mahayana, Maman S. (Editor). 2017. Apa & Siapa Penyair Indonesia. Jakarta: Yayasan Puisi Indonesia.
Mukese, John Dami. 2015. Doa-Doa Semesta. Cetakan ke-3. Ende: Nusa Indah.
Mukese, John Dami. 1991. Puisi-Puisi Jelata. Ende: Nusa Indah.
Mukese, John Dami. 2004. Kupanggil Namamu Madona. Jakarta: Obor.
Sehandi, Yohanes. 2012. Mengenal Sastra dan Sastrawan NTT. Yogyakarta: Universitas   Sanata Dharma.
Sehandi, Yohanes. 2018. “Penyair John Dami Mukese di Panggung Sastra” dalam Flores Pos,  Rabu, 12 September 2018.
Suryadi AG, Linus (Editor). 1987. Tonggak 4: Antologi Puisi Indonesia Modern. Jakarta: Gramedia.
Taum, Yoseph Yapi (Editor). 2014. Ratapan Laut Sawu: Antologi Puisi Penyair NTT. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.

 

 

 

Post a Comment for "Contoh Karya Tulis Ilmiah dalam Jurnal Ilmiah"