Gorys Keraf adalah ilmuwan bahasa Indonesia dari NTT. Beliau dikenal luas dan berpengaruh besar dalam dunia pendidikan dan
pengajaran bahasa Indonesia dalam jangka waktu cukup lama sekitar 30 tahun
(1970-1990). Pada masa 1970-1990 itu dikenal pula sejumlah pendekar bahasa Indonesia lain yang dikenal luas, antara lain J.S. Badudu, Anton M. Moeliono, Harimurti Kridalaksana, Amran Halim, Samsuri, Soenjono Dardjowidjojo, Henri Guntur Tarigan, Jos Daniel Parera, dan lain-lain.
Nama Gorys Keraf
melambung dan meroket Indonesia berkat buku pertamanya berjudul Tatabahasa Indonesia. Buku ini
diterbitkan oleh Penerbit Nusa Indah, Ende, Flores, tahun 1970. Buku ini
meledak di pasaran dan dipakai sebagai buku pegangan pada hampir semua SMA di
seluruh wilayah Indonesia.
Namanya semakin tenar di seantero negeri pada waktu buku keduanya terbit berjudul Komposisi. Buku ini diterbitkan oleh Penerbit Nusa Indah, Ende, Flores, tahun 1971. Buku Komposisi membahas secara mendalam dan mendetail seluk-beluk menulis karya tulis ilmiah. Buku Komposisi ini sampai sekarang masih menjadi acuan banyak kaum terpelajar di Indonesia.
Gorys Keraf (1936-1997
Pada waktu saya
kuliah di Semarang tahun 1981, ketika memperkenalkan diri berasal dari Flores,
teman-teman berteriak secara spontan nama Gorys Keraf. Ini sekadar bukti betapa
nama Gorys Keraf yang berasal dari Flores, NTT, itu sudah sangat akrab bagi
para pelajar dan mahasiswa Indonesia pada era 1970-an dan 1980-an itu.
Gorys Keraf lahir pada 17 November 1936 di Lamalera, Lembata, NTT.
Meninggal dunia
pada 30 Agustus 1997 di Jakarta dalam usia 61 tahun. Menyelesaikan
pendidikan di SD di Lamalera, SMP di Seminari Hokeng (1954), SMAK Syuradikara Ende
(1958),
Fakultas Sastra Universitas Indonesia (FS-UI), Jakarta (1964).
Gelar Doktor dalam bidang linguistik di UI pada 1978
dengan promotor Amran Halim, J.W.M. Verhaar, dan E.K.M. Masinambouw. Judul
disertasinya Morfologi Dialek Lamalera
(1978). Gelar profesor dari Universitas Indonesia pada 1991.
Thomas Todo Tokan dalam
opininya di harian Pos Kupang (2 Mei
2013), mengutip pernyataan J.S. Badudu, seorang
pendekar bahasa Indonesia tahun 1980-an dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung yang dimuat harian Kompas. Lewat Kompas
(1986) J.S. Badudu menyatakan, betapa besar sumbangan
orang-orang NTT dalam proses pembakuan bahasa Indonesia.
Badudu mencatat, sumbangan orang NTT dalam proses pembakuan bahasa Indonesia berkat jasa para ilmuwan
bahasa, wartawan, dan sastrawan. Disebutkannya sejumlah nama yang berjasa itu, yakni Gorys Keraf, Jos Daniel Parera, Marcel Beding, Valens Doy, Gerson
Poyk, Dami N. Toda, dan Julius Sijaranamual.
Gorys Keraf adalah ilmuwan bahasa Indonesia dan dosen sejati. Sejak meraih
gelar Sarjana Sastra (1964), Gorys Keraf memilih jadi dosen di FS-UI sampai akhir hayatnya tahun 1997. Selain dosen di FS UI (S1, S2, dan S3),
juga dosen di FISIP UI, Pascasarjana Hukum UI, Universitas Trisakti, dan
Universitas Tarumanegara, Jakarta.
Adalah Bambang Kaswanti Purwo, ilmuwan bahasa dari Universitas Katolik Atma Jaya, Jakarta, melakukan penelitian terhadap ratusan buku tata bahasa
Indonesia yang terbit tahun 1900-1982 (selama 82 tahun), baik buku yang (masih)
ditulis dalam bahasa Melayu (1900-1928), dalam bahasa Indonesia (1928-1982),
maupun dalam bahasa Belanda dan Inggris dan bahasa asing lain (1900-1982). Tujuan
utama penelitian untuk mencari tahu, manakah buku tata bahasa Indonesia “paling
banyak dibaca” dan “paling
berpengaruh” di kalangan pelajar dan mahasiswa Indonesia. Sebanyak 174 judul buku tata bahasa Indonesia yang diteliti Bambang Kaswanti Purwo.
Hasil penelitian Bambang menunjukkan, dari 174 buku tata bahasa Indonesia yang
pernah terbit selama
82 tahun di Indonesia, “hanya” dua buku yang paling banyak dibaca dan paling berpengaruh di Indonesia. Sebagian
besar orang Indonesia mengenal bahasa Indonesia dari dua buku tersebut. Daya tahan pemakaian masing-masing buku lebih dari 25 tahun.
Kedua buku tersebut adalah buku Tatatahasa Baru Bahasa Indonesia (jilid 1 dan 2) karangan Sutan Takdir Alisjahbana atau STA dan buku Tatabahasa Indonesia karangan Gorys Keraf.
Hasil penelitian Bambang tersebut dimuat dalam Majalah Basis
(Nomor 12, Tahun XXXVI, 1987, halaman 457-47) dengan judul “Menguak Alisjahbana dan Keraf: Pengajaran
Bahasa Indonesia.”
Pertama, buku Tatabahasa Baru Bahasa Indonesia (jilid
1 dan 2) karangan Sutan Takdir Alisjahbana atau STA (Penerbit Dian Rakyat,
Jakarta, 1949). Kedua, buku Tatabahasa Indonesia karangan Gorys
Keraf (Penerbit Nusa Indah, Ende, 1970). Menurut Bambang, kedua buku ini “pengaruhnya
begitu mendalam merasuki relung-relung pengajaran bahasa Indonesia!”
Buku “tata bahasa STA” (1949) sampai tahun 1981 (selama 32 tahun)
telah mengalami cetak ulang ke-43 (jilid 1) dan cetak ulang ke-30 (jilid 2). Sementara
itu, buku “tata bahasa Gorys Keraf” yang terbit tahun 1970, sampai dengan tahun
1984 (selama 14 tahun) telah mengalami cetak ulang ke-10, dan sampai beliau
meninggal dunia pada 30 Agustus 1997 (selama 27 tahun) telah mengalami cetak
ulang ke-15,
yang tentu saja dalam jumlah oplah (tiras) yang sangat besar.
Jumlah buku Tatabahasa Indonesia Gorys
Keraf yang beredar di masyarakat tentu saja jauh melampaui jumlah yang terdata, karena sebagian besar buku ini dijual ilegal di pasaran bebas. Ikatan
Penerbit Indonesia (Ikapi) pada tahun 1988 pernah mensinyalir, buku
paling banyak dibajak dan dijual secara ilegal di pasaran bebas di Indonesia adalah Tatabahasa Indonesia Gorys
Keraf.
Keperkasaan buku tata bahasa Gorys Keraf sampai tahun 1990. Pamornya mulai meredup tatkala Pusat Pembinaan
dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional menerbitkan
buku Tata Bahasa
Baku Bahasa Indonesia (1988). Sejak tahun 1990 sampai dengan saat ini, tidak ada lagi buku tata bahasa
Indonesia yang pengaruhnya sebesar buku tata bahasa STA dan buku tata bahasa Gorys Keraf.
Karya-karya Gorys Keraf dalam bentuk buku adalah Tatabahasa
Indonesia
(1970), Komposisi (1971), Eksposisi dan Deskripsi (1981), Argumentasi dan Narasi (1982), Diksi dan Gaya Bahasa (1984), Linguistik Bandingan Historis (1984), Linguistik Bandingan Tipologis (1990), Tata Bahasa Rujukan Bahasa
Indonesia (1991), Cakap
Berbahasa Indonesia (1995), dan
Fasih Berbahasa Indonesia (1996). Ende, Flores, 18 Oktober
2021
Oleh Yohanes
Sehandi
Dosen
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Flores, Ende
Keren kae dosen, lalu siapa yang di radarntt
ReplyDeleteTabe Ase. Artikel yang dimuat di RadarNTT itu adalah artikel saya ini yang dibajak oleh Karl Mekeng dan RadarNTT. Keduanya sudah minta maaf dan artikel itu sudah ducabut dari RadarNTT.
Delete