Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Pesona dan Nilai Tulis-Menulis

Orang boleh pandai setinggi langit, tetapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.
(Pramoedya Ananta Toer)
Menulis adalah memahat peradaban dan pembaca adalah jantung buku saya.
(Helvy Tiana Rosa)
Segala sesuatu akan musnah berkalang tanah, kecuali perkataan yang tertulis.
(Yohanes Sehandi)

Dunia tulis-menulis atau karang-mengarang memiliki keunggulan dan keunikan tersendiri dibandingkan dengan jenis kegiatan atau profesi mana pun. Hampir semua orang tergoda untuk menggelutinya, meski hanya sebagian kecil saja berhasil meraihnya. “Menulis adalah memahat peradaban dan pembaca adalah jantung buku saya,” kata Helvy Tiana Rosa, sastrawan yang merintis pembentukan komunitas sastra di Indonesia. “Orang boleh pandai setinggi langit, tetapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah,” tulis sastrawan legendaris Indonesia, Pramoedya Ananta Toer (1925-2006), dalam novel Rumah Kaca (1988).

Keunggulan dan keunikan dunia tulis-menulis dibandingkan dengan kegiatan atau profesi manapun, membuat dunia tulis-menulis ini menyedot minat sebagian besar orang untuk menggelutinya. Keunggulan dan keunikan itu pulalah yang membuat dunia tulis-menulis dan segala sesuatu yang berkaitan dengannya, penuh dengan pesona dan mendatangkan berbagai nilai bagi kehidupan dan kemajuan peradaban manusia. Apa saja pesona dan nilai tulis-menulis itu?

Pesona Tulis-Menulis

Pertama, tidak memerlukan ijazah khusus dan gelar akademik. Dalam lapangan kerja atau profesi  lain, untuk dapat diterima menjadi pegawai/karyawan dituntut kualifikasi formal tertentu, seperti ijazah dan gelar akademik, bahkan rekomendasi (katabelece) dari seorang petinggi tertentu. Dalam dunia tulis-menulis, kualifikasi formal seperti itu tidak diperlukan. Yang diperlukan adalah hasil karya, yakni tulisan atau karangan seseorang, bermutu atau tidak.

Mutu tulisan seseorang memang seringkali tidak berbanding lurus dengan ijazah, gelar akademik, dan umur seseorang. Tulisan seorang doktor bisa sama mutunya dengan tulisan seorang tamatan SMA. Dalam rubrik opini surat kabar atau majalah, tulisan seorang profesor bisa bersandingan dengan tulisan seorang mahasiswa yang mungkin sedang mengikuti mata kuliah profesor  bersangkutan. Bobot tulisan profesor bisa dibandingkan oleh para pembaca dengan bobot tulisan mahasiswa anak didikannya. Inilah kekhasan dan keunikan dunia tulis-menulis, ukurannya pada mutu hasil karya, bukan pada ijazah dan gelar akademik.

Kedua, bebas jam kerja dan tempat tinggal. Seorang penulis tidak terikat pada jam kerja, seperti instansi pemerintah dan swasta, bekerja dari pukul 07.00 sampai pukul 14.00 atau pukul 17.00. Tidak terikat pula dengan tempat tinggal, tinggal di mana saja, jauh atau dekat dengan perusahaan penerbitan. Seorang penulis atau pengarang tidak mempunyai struktur kerja resmi. Seorang penulis tidak harus menjadi pegawai atau karyawan suatu perusahaan penerbitan, dengan menjadi pegawai tetap seperti pegawai di kantor pemerintah atau perusahaan swasta. Jangan lupa pula, dan ini unik, dalam dunia tulis-menulis tidak ada atasan dan bawahan. Dunia tulis-menulis adalah dunia bebas merdeka dari tekanan, baik tekanan dari atasan maupun dari bawahan. Bukankah ini sesuatu yang mempesona?

Ketiga, tidak mengenal pensiun. Kerja seorang penulis sepanjang hayat masih dikandung badan. Tidak mengenal pensiun atau purnabakti. Bahkan umur pensiun merupakan umur kematangan berpikir yang potensial menghasilkan karya-karya tulis bermutu. Sejauh otak masih bisa berpikir, mata masih bisa membaca, dan tangan masih bisa bergerak, seorang penulis atau pengarang akan tetap dan terus berkarya. Dalam keadaan lumpuh atau bisu sekali pun, seorang penulis  akan tetap berjaya dengan karya-karya tulisnya. Tidak ada kekuasaan manapun yang bisa memberhentikan atau memecatnya sebagai seorang penulis, kecuali dirinya sendiri. Sungguh pesona, bukan?       

Keempat, menciptakan lapangan kerja sendiri. Di tengah susah-sulitnya lapangan kerja seperti sekarang ini, kegiatan menulis atau mengarang adalah lahan subur yang menawarkan lapangan kerja kepada siapa saja. Anda bisa menjadikan tulis-menulis sebagai bidang kerja atau profesi yang tidak kalah pamor dengan profesi lain, misalnya sebagai pengusaha rumah makan, pengusaha kios/toko, atau kontraktor. Bahkan profesi sebagai penulis terkesan sedikit bersih dan intelektual. Penghasilan seorang penulis tidak kalah juga dengan penghasilan profesi yang lain.

Kelima, tidak memerlukan modal khusus. Untuk menjadi penulis tidak dibtuhkan modal khusus,  sebagaimana halnya pengusaha rumah makan atau kios/toko atau kontraktor. Modal kerja seorang penulis cukup bisa mengoperasikan komputer/laptop, apakah milik sendiri atau sewa di warung internet (warnet) dengan mengandalkan flashdisk di saku. Karangan yang kita susun langsung diketik di komputer. Terus dikirim ke media massa lewat e-mail (surat elektronik). Sampailah tulisan kita di redaksi media massa dalam hitungan detik. Tergantung pilihan kita, apakah kirim ke media cetak atau media siber (online). Selanjutnya tinggal menunggu dalam hitungan hari, kapan tulisan kita muncul di media tersebut, dan kapan honorarium tulisan kita ditransfer ke rekening kita. Kalau kirim ke media siber tentu lebih cepat dimuat dibandingkan dengan media cetak. Gampang kan cara kerja seorang penulis? Bukankah ini sesuatu yang mempesona?

Keenam, ajang kreativitas pribadi. Dunia tulis-menulis adalah dunia yang memberi kesempatan  sangat luas kepada siapa saja untuk menguji kebolehan dan kemampuan intelektualnya. Dalam pengertian, kesempatan seseorang untuk menampilkan ide orisinal yang bernas, gaya penyajian tulisan dengan bahasa yang indah dan khas, mengemukakan gagasan  cemerlang, wawasan yang luas, menawarkan visi yang jauh ke depan. Tulisan juga untuk mencari solusi atas masalah atau kemelut dihadapi masyarakat, menggugah kesadaran atas suatu malapetaka atau bencana, dan mempengaruhi opini publik tentang isu sosial politik ekonomi yang krusial.

Tulisan atau karangan pulalah yang dapat mengukur sekaligus melegitimasi keunggulan atau kemampuan intelektual seseorang dibandingkan dengan orang lain. Dan jangan kaget, dengan bertebaran tulisan-tulisan Anda di berbagai media massa, nama Anda akan mudah dikenal orang, meskipun tampang muka Anda tidak dikenal pembaca. Ada pembaca fanatik yang senang membaca tulisan-tulisan seorang penulis idolanya, tetapi kecewa berat pada waktu bertemu langsung, tenyata tampang muka sang idola itu jelek. Sungguh unik, bukan?

Demikianlah keenam pesona dunia tulis-menulis yang dapat dikemukan dalam tulisan ini, Tentu saja masih banyak pesona dunia tulis-menulis yang lain. Di samping keenam pesona di atas, dunia tulis-menulis juga mendatangkan berbagai nilai yang dibutuhkan dalam pembentukan sumber daya manusia (SDM) dan dalam membangun peradaban bangsa. Nilai-nilai itulah yang dapat memuaskan aneka kebutuhan seseorang. Nilai tulis-menulis yang dimaksudkan di sini adalah suatu keberhargaan yang timbul atau yang diperoleh seseorang sebagai hasil dari perbuatan, kegiatan, pengalaman, dan penerimaan yang diperoleh dari kegiatan tulis-menulis atau karang-mengarang.

Nilai Tulis-Menulis

Pertama, nilai kecerdasan. Seseorang yang sudah terbiasa menulis, sadar atau tidak, akan terbina dan berkembang dengan baik daya kritis dan kreatifnya, akan terbiasa berpikir kritis, sistematis, dan logis. Daya persepsi dan analisisnya pun dipertajam. Kebiasaan-kebiasaan yang demikianlah yang menyebabkan kemampuan kecerdasan atau intelektual seorang penulis terbina dan berkembang dengan baik. Menulislah yang mengasah kecerdasan sesorang dibandingkan dengan orang lain yang bukan penulis.

Kedua, nilai kependidikan. Seseorang yang terbiasa menulis, dengan sendirinya akan terbiasa dan terlatih dalam hal bekerja dan menghasilkan  karya apa saja dengan mengandalkan kemampuan diri-sendiri, tidak bergantung pada orang lain. Menulis termasuk salah satu jenis kegiatan masyarakat modern yang keberhasilannya ditentukan oleh keuletan dan ketekunan diri-sendiri. Lekak-liku, jatuh-bangun, dan suka-duka perjuangan seorang penulis, mulai dari nol sampai menjadi seorang penulis/pengarang kawakan, tidak lain dan tidak bukan, melalui proses belajar yang tekun dan terus-menerus. Proses belajar yang tekun dan terus-menerus itulah yang melahirkan nilai kependidikan dalam kegiatan tulis-menulis.

Ketiga, nilai kejiwaan. Seseorang yang tekun berlatih menulis, lama-kelamaan akan bisa dan berhasil mengorbitkan tulisan atau karangan di berbagai surat kabar dan majalah atau dapat menerbitkannya menjadi buku. Karangan yang berhasil dipublikasikan itu tentu dibaca dan dinikmati banyak orang. Tentu pula akan mendapatkan banyak pujian atau penghargaan dari berbagai pihak. Keberhasilan yang diperoleh itu, akan dengan sendirinya memunculkan kepuasan batin, kegembiraan kalbu, kebanggaan pribadi, dan kepercayaan diri. Ini tentu tidak bisa diukur dengan nilai uang, termasuk nilai honor tulisan yang diberikan media massa atau penerbit buku. Perasaan puas, gembira, dan bangga itulah yang menimbulkan nilai kejiwaan dalam tulis-menulis.

Keempat, nilai kemasyarakatan. Nilai kemasyarakatan diperoleh dari berbagai tulisan seseorang yang tersebar luas dan dibaca masyarakat banyak. Seorang penulis yang profesional namanya tentu akan mudah dikenal banyak orang, dan tentu saja mendapat pujian atau penghargaan, apapun bentuk pujian atau penghargaan itu, meskipun juga terkadang mendapat kritikan dan caci-maki  segelintir pembaca. Tentu saja banyak pembaca yang senang membaca atau mengikuti tulisan-tulisan seorang penulis yang jempolan, dan memberikan pengaruh pada orang lain untuk berpikir atau bertindak. Masyarakat pembaca merasa terbantu dengan membaca tulisan seorang penulis yang berbobot dan enak dibaca. Di sinilah munculnya nilai kemasyarakatan dari tulis-menulis.

Kelima, nilai keuangan. Tulisan atau karangan yang dihasilkan seseorang, terutama yang telah dipublikasikan di berbagai media massa dan penerbit buku, tentu mendapatkan imbalan yang sesuai dan pantas. Jumlah honor yang diperoleh seorang penulis sangat ditentukan oleh besar-kecilnya media yang memuat tulisannya. Imbalan yang diperoleh dari hasil kegiatan tulis-menulis inilah yang memunculkan nilai keuangan dari kegiatan tulis-menulis.

Keenam, nilai kefilsafatan. Tentu sudah diketahui umum bahwa tulis-menulis adalah kegiatan yang paling ampuh mengabadikan buah pikiran dan perasaan umat manusia untuk diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Ungkapan “Segala sesuatu akan musnah, kecuali perkataan yang tertulis” memang bukan tanpa berdasar. Perkataan (ajaran) dari tiga orang filsuf legendaris dunia, Sokrates, Plato, dan Aristoteles, sebagai contoh, menunjukkan bahwa perkataan yang tertulis itu tak pernah musnah, meski jasad orangnya sudah musnah berkalang tanah.

Demikianlah keenam nilai penting yang diperoleh dalam kegiatan tulis-menulis atau karang-mengarang. Rasanya amat sedikit hasil pikiran atau perasaan serta karya atau perbuatan umat manusia di dunia ini yang mengandung lengkap keenam nilai penting sebagaimana diperoleh lewat kegiatan tulis-menulis atau karang-mengarang.

Menulis Sebagai Hobi dan Profesi

Dalam dunia modern seperti sekarang ini, kegiatan menulis atau mengarang mempunyai kaitan erat dengan kegiatan rutin/harian seseorang, baik sebagai  kegemaran atau hobi maupun sebagai bidang kerja atau profesi. Tentang hobi dan profesi ini, The Liang Gie dalam bukunya Pengantar Dunia Karang-Mengarang (1992) menyatakan: Setiap orang untuk kegairahan hidupnya perlu mempunyai suatu kegemaran atau hobi, sedangkan untuk kelangsungan hidupnya harus memiliki suatu bidang kerja atau profesi. Hobi yang digeluti dengan penuh kegembiraan, membuat hidup ini menarik hati, dan profesi yang dijalani dengan penuh rasa tanggung jawab, membuat hidup ini mengandung arti!

Aktivitas tulis-menulis yang merupakan salah satu aktivitas penting masyarakat modern pada saat ini, bisa dikelompokkan sebagai hobi atau kegemaran yang menggairahkan hidup, bisa pula sebagai bidang kerja atau profesi yang menjadi sumber penghidupan. Berkat kemajuan peralatan teknologi modern dewasa ini yang cukup banyak menggantikan tenaga manusia, menyebabkan banyak waktu seseorang menjadi longgar. Waktu yang longgar itu alangkah baiknya apabila diisi dengan kegiatan menulis atau mengarang, daripada ngobrol tak tentu arah atau gosipin tetangga sebelah rumah yang bisa merusak hubungan kekerabatan.        

Aktivitas menulis atau mengarang merupakan sebuah solusi atau alternatif. Duni tulis-menulis penuh pesona, mengandung nilai, bermanfaat, dan menyenangkan. Semua orang bisa melakukannya: pelajar, mahasiswa, dosen (apalagi), PNS, pegawai swasta, pejabat, guru, ibu rumah tangga, penganggur, pedagang, pensiunan, dan lain-lain. Orang yang sudah pensiun atau purnabakti, yang tentu sudah punyai tumpukan bekal pengetahuan dan pengalaman berharga, bagus sekali kalau dibagi-bagikan kepada pelbagai pihak lewat tulisan. Betapa indahnya hidup ini apabila bisa dan rela berbagi pengetahuan dan pengalaman kepada orang lain, demikianlah salah satu ungkapan bijak dari Kahlil Gibran, seorang penyair kaliber dari Timur Tengah.     

Menulis sebagai hobi atau kegemaran tujuan utamanya untuk memperoleh kesenangan diri dan membuat kehidupan sehari-hari senantiasa menarik dan menggairahkan, apalagi kalau dilakukan dengan penuh keterlibatan diri. Melakukan sesuatu dengan serius dan penuh keterlibatan diri akan terjadi katarsis (chatarsis), yakni suatu proses kejiwaan sebagai pelepasan segala beban pikiran dan perasaan yang menimbulkan kelegahan batin. Kelegahan batin inilah yang mempengaruhi kesehatan jasmani dan rohani seseorang.

Menulis sebagai bidang kerja atau profesi, semakin nyata dan dibutuhkan berbagai pihak, tidak saja pada dewasa ini juga untuk masa-masa mendatang. Berkat kemajuan yang pesat di bidang penerbitan/publikasi, baik penerbitan buku, penerbitan majalah dan surat kabar, juga penerbitan media on-line pada akhir-akhir ini, membuat profesi menulis mendapat tempat terhormat dalam masyarakat, yang tidak kalah gengsi dengan profesi yang lain. *
Oleh YohanesSehandi
Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Flores, Ende  

(Artikel dalam buku Guru Mabar Berkreasi di Tengah Badai Covid-19, Editor Gode Afridus Bombang, Perennial Institute, Ruteng, 2020, halaman 4-12).

Post a Comment for "Pesona dan Nilai Tulis-Menulis"