Revisi Sejarah Awal Sastra NTT
Opini ini bertujuan utama untuk merivisi atau meluruskan kembali hasil temuan saya beberapa tahun lalu tentang sejarah awal sastra NTT. Adapun hasil temuan saya itu, bahwa sejarah awal sastra NTT dimulai tahun 1961, terhitung sejak orang NTT pertama menulis karya sastra dalam bahasa Indonesia dan dipublikasikan secara nasional. Orang NTT pertama yang menulis karya sastra itu adalah Gerson Poyk (1931-2017).
Gerson Poyk menulis dan memublikasikan karya pertamanya berupa cerpen berjudul “Mutiara di Tengah Sawah” dimuat dalam majalah Sastra edisi Nomor 6, Tahun I, Oktober 1961, dan mendapat hadiah sebagai cerpen terbaik dari majalah tersebut pada 1961 itu. Jadi, sejarah awal sastra NTT, berdasarkan temuan tersebut, terhitung sejak 1961. Sastra NTT yang dimaksudkan di sini adalah sastra Indonesia yang bertumbuh dan berkembang di Provinsi NTT.
Hasil temuan saya tersebut tercantum dalam berbagai tulisan saya yang dimuat di berbagai surat kabar dan majalah yang tersebar secara regional dan nasional, termasuk yang tersebar lewat media sosial (media online) dan blog: www.yohanessehandi.blogspot.com. Hasil temuan tersebut juga tercantum dalam dua buku saya, yakni Sastra Indonesia Warna Daerah NTT (2015, halaman 16) dan Sastra Indonesia di NTT dalam Kritik dan Esai (2017, halaman 13).
Hasil temuan itu pernah dikritisi segelintir pengamat sastra dan sastrawan NTT, namun tidak memberikan pendapat alternatif sebagai solusi. Ada pula yang mengkritisi, mengapa karya sastra awal Gerson Poyk dijadikan patokan sebagai sejarah awal sastra NTT. Namun, lagi-lagi tidak memberikan pendapat alternatif yang meyakinkan untuk menggeser temuan tersebut di atas.
Dalam perjalanan waktu, pada pertengahan 2018 lalu, saya menemukan sejumlah dokumen baru yang otentik berkaitan dengan sejarah awal sastra NTT. Sejumlah dokumen baru yang otentik itu saya temukan di Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin (PDS H.B. Jassin), Jakarta, pada 8 Juni 2018, pada waktu saya melakukan studi pustaka ke sana.
Saya temukan data baru dalam majalah mingguan Mimbar Indonesia dan majalah bulanan Sastra. Data lain saya dapatkan dari sastrawan Fanny J. Poyk yang memperkuat temuan baru yang akan dipaparkan berikut ini.
Membaca dan membandingkan berbagai dokumen penting itu, ditemukan bahwa sastrawan Gerson Poyk mulai menulis karya sastra dalam bahasa Indonesia sejak 1955, bukan sejak 1961 seperti temuan saya beberapa tahun lalu. Jenis karya sastra awal Gerson Poyk bukan pula berupa cerpen, tetapi berupa puisi. Karya sastra pertama Gerson Poyk berupa puisi itu berjudul “Anak Karang” (1955), bukan cerpen “Mutiara di Tengah Sawah” (1961).
Dalam majalah mingguan Mimbar Indonesia (MI) yang terbit 1947-1966 (hidup selama 19 tahun) yang redaktur sastranya H.B. Jassin dan A.D. Donggo, ditemukan karya-karya awal Gerson Poyk dalam bentuk puisi. Adapun judul-judul puisi awal Gerson Poyk adalah (1) “Anak Karang” dalam MI Nomor 24, Tahun IX, 11 Juni 1955, halaman 19; (2) “Ulang Tahun” dalam MI Nomor 35, Tahun IX, 27 Agustus 1955, halaman 18; (3) “Sebelah Rumah” dalam MI Nomor 38, Tahun IX, 17 September 1955, halaman 18; (4) “Larut” dalam MI Nomor 38, Tahun IX, 17 September 1955, halaman 18, (5) “Tentang Niskala Aermata dan Malaria” dalam MI Nomor 28, 9 Juli 1960.
Gerson
Poyk (1931-2017)
Selanjutnya, cerpen-cerpen awal Gerson Poyk ditemukan juga dalam majalah Mimbar Indonesia, yakni (1) “Pertjakapan Selat” dalam MI Nomor 38-39, Tahun XIII, 10 Oktober 1959; (2) “Dalam Kecepatan 40” dalam MI Nomor 21, 21 Mei 1960. Cerpen awal Gerson Poyk yang lain ditemukan dalam majalah bulanan Sastra edisi Nomor 6, Tahun I, Oktober 1961 berjudul “Mutiara di Tengah Sawah” yang mendapat hadiah majalah Sastra sebagai cerpen terbaik pada 1961 itu. Majalah Sastra adalah majalah bulanan yang khusus menerbitkan karya-karya sastra, terbit pertama kali tahun 1961, dipimpin H.B. Jassin, M. Balfas, dan D.S. Moeljanto.
Cerpen Gerson Poyk berikutnya berjudul “Oleng-Kemoleng” dimuat dalam majalah sastra Horison tahun 1968 dan mendapat pujian dari redaksi majalah sastra Horison pada 1968 itu. Majalah sastra Horison masih hidup sampai sekarang (edisi bulanan sejak tahun 1966 sampai 2016, edisi tiga bulan sejak tahun 2017 sampai sekarang). Majalah sastra Horison pada masa Gerson Poyk (edisi bulanan) redakturnya diisi tokoh-tokoh kaliber sastra, yakni H.B. Jassin, Arief Budiman, Taufiq Ismail, D.S. Moeljanto, Goenawan Mohammad, dan Sutardji Calzoum Bachri.
Demikianlah sejumlah data terbaru yang saya temukan pada 2018 lalu berkaitan dengan sejarah awal sastra NTT. Jadi, yang direvisi adalah tahun dimulainya sastra NTT, yakni 1955, bukan 1961. Karya-karya awal Gerson Poyk berupa puisi, bukan cerpen. Perintis sastra NTT tetap Gerson Poyk. Memang ada pengamat sastra NTT yang mengajukan nama Virga Belan sebagai perintis sastra NTT, namun setelah saya telusuri, Virga Belan baru menulis di beberapa majalah sastra pada tahun 1960-an. Virga Belan lahir di Baa, Rote Ndao, pada 14 September 1934.
Setelah memublikasikan karya-karya sastranya sejak 1955, pada 1964 Gerson Poyk mulai menerbitkan buku-buku sastranya. Buku sastra pertama yang diterbitkannya berupa novel berjudul Hari-Hari Pertama (BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1964, 1968). Beliau juga orang NTT pertama yang menulis novel. Novel Gerson yang kedua berjudul Sang Guru terbit 1971 oleh Penerbit Pustaka Jaya, Jakarta. Novel yang ketiga berjudul Cumbuan Sabana terbit 1979 oleh Penerbit Nusa Indah, Ende. Dengan demikian, di samping sebagai perintis sastra NTT, Gerson Poyk juga sebagai perintis penulisan puisi, penulisan cerpen, dan penulisan novel dalam sastra NTT.
Pada tahun 1975 Gerson Poyk menerbitkan tiga buku antologi cerpen, yakni (1) Nostalgia Nusa Tenggara (1975, 1977); (2) Oleng-Kemoleng & Surat-Surat Cinta Aleksander Rajaguguk (1975, 1977); dan (3) Matias Akankari (1975). Ketiga buku antologi cerpen ini diterbitkan Penerbit Nusa Indah, Ende, penerbit yang berjasa melambungkan nama Gerson Poyk.
Gerson Poyk lahir pada 16 Juni 1931 di Namodale, Kabupaten Rote Ndao, NTT, dan meninggal dunia pada 24 Februari 2017 di Depok, Jawa Barat, dan dimakamkan di Kota Kupang dalam usia 86 tahun. Sejak 1955 sampai 2017 (selama 62 tahun) Gerson Poyk terus berkarya sastra, mengangkat citra Provinsi NTT dalam panggung sastra Indonesia modern.
Gerson Poyk mengabdikan seluruh
hidupnya dalam dunia tulis-menulis karya sastra, terutama penulisan novel dan
cerita pendek, di samping menulis puisi, naskah drama, dan jurnalistik. Banyak pembaca karya sastra Indonesia modern yang dengan
sangat mudah menghubungkan karya-karya sastra Gerson Poyk dengan kondisi
sosial budaya dan alam lingkungan Provinsi
NTT. Gerson
Poyk juga sering dijuluki sebagai pendongeng dari Timur. *
Oleh:
Yohanes Sehandi
Pengamat
dan Kritikus Sastra dari Universitas Flores, Ende
(Telah dimuat harian Pos Kupang, terbitan Kupang, pada Kamis, 3 Oktober 2019, halaman 4)
Maaf kalau karya drama juga termasuk karya sastra maka teks tonil Bung Karno di Ende pun dimasukan dalam milestone sastra NTT. Kalau ada yang bilang Bung Karno bukan sastrawan, toh dalam dunia filsafat pun Bung Karno dikenal punya karya filsafat walaupun beliau bukan filsuf.
ReplyDelete