Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Kongres Bahasa Indonesia XI, 28-31 Oktober 2018

Selama empat hari, Minggu sampai Rabu (28-31/10/2018) berlangsung Kongres Bahasa Indonesia XI (selanjutnya disingkat KBI XI) di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta. Kongres diselenggarakan oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (biasa disebut Badan Bahasa), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Dibuka secara resmi pada Minggu sore oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy, yang didahului laporan Panitia Pelaksana KBI XI oleh Kepala Badan Bahasa, Dadang Sunendar.

Saya bersyukur menjadi bagian dari KBI XI, 28-31 Oktober 2018. Adapun makalah hasil penelitian saya yang lolos seleksi Badan Bahasa, sebagai syarat menjadi peserta KBI XI, berjudul “Melacak Jejak Sastra Indonesia di Provinsi Nusa Tenggara Timur.” Peserta KBI XI berjumlah 1.031 orang. Terdiri atas para pejabat publik, utusan berbagai instansi pemerintah, akademisi, budayawan, tokoh/pegiat bahasa dan sastra, ilmuwan bahasa, pengamat/pemerhati bahasa dan sastra, sastrawan, kritikus sastra, dan para peninjau. Sebanyak 27 tokoh/ahli sebagai pembicara kunci, 72 pemakalah seleksi yang berasal dari dalam dan luar negeri.

Dalam sambutan pembukaan, Mendikbud Muhadjir Effendy menekankan pentingnya menjayakan bahasa Indonesia, terutama oleh para pejabat publik di ruang publik. Berbicara mengenai bahasa Indonesia, kata Muhadjir, sama dengan berbicara tentang identitas kita sebagai bangsa. “Kita harus bangga dengan identitas kita sendiri. Aneh kalau kita bangga dengan identitas orang lain. ”Kita berpikir, bertindak, melihat, menangis, marah, bahagia semuanya dalam bahasa Indonesia. Oleh karena itu, menjayakan bahasa Indonesia, kata Mendikbud, adalah memuliakan identitas kita sebagai bangsa. Untuk itu, gunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam ruang publik dan dalam dunia pendidikan.

Mendikbud Muhadjir juga menekankan agar para figur publik di negeri ini menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. “Mereka itulah yang menjadi contoh atau teladan berbahasa Indonesia kepada masyarakat luas,” katanya.

Sejarah Panjang Kongres Bahasa Indonesia

Sebelum saya melaporkan hal-hal penting dalam KBI XI, saya perlu membentangkan sejarah panjang Kongres Bahasa Indonesia (KBI) sejak KBI I tahun 1938 di Solo, Jawa Tengah, sampai dengan KBI XI tahu 2018 di Jakarta, dalam kurun waktu 80 tahun KBI.

KBI I berlangsung pada 25-27 Juni 1938 di Solo, Jawa Tengah. Kongres I sebelum Indonesia merdeka ini dilaksanakan sebagai tindak lanjut bunyi sumpah ketiga Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 yang berbunyi: Menjunjung Tinggi Bahasa Persatuan Bahasa Indonesia.

Pada Kongres I ini tokoh pendidikan Nasional, Ki Hadjar Dewantara, sebagaimana dikutip Wikipedia, menyatakan: “Yang dinamakan ‘bahasa Indonesia’ yaitu bahasa Melayu yang sungguh pun pokoknya berasal dari ‘Melayu Riau,’ akan tetapi yang sudah ditambah, diubah atau dikurangi menurut keperluan zaman dan alam baharu, hingga bahasa itu lalu mudah dipakai oleh rakyat di seluruh Indonesia .… “ (ejaan disesuaikan). Salah satu keputusan KBI I adalah agar buku-buku tata bahasa Melayu/Indonesia yang sudah ada, namun tidak memuaskan lagi atau tidak sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman, perlu segera diperbaiki atau disempurnakan.

KBI II berlangsung pada 28 Oktober sampai 2 November 1954 di Medan, Sumatera Utara. Kongres II merupakan kongres setelah Indonesia merdeka. KBI II memperkuat tekad bangsa Indonesia untuk memantapkan kedudukan bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional (sejak 28 Oktober 1928) dan sebagai Bahasa Negara (sejak 17 Agustus 1945, tercantum dalam Pasal 36 Ayat (1) UUD 1945) yang berbunyi: Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia.

Hasil tindak lanjut keputusan KBI II, antara lain (1) Tanggal 16 Agustus 1972 Presiden Soeharto meresmikan penggunaan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempunakan (EYD) dalam Sidang Paripurna DPR RI; (2) Tanggal 31 Agustus 1972 Menteri P dan K menetapkan buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD) dan buku Pedoman Umum Pembentukan Istilah berlaku secara resmi di seluruh wilayah Indonesia.

KBI III berlangsung pada 28 Oktober sampai 3 November 1978 di Jakarta. Kongres III ini sekaligus memperingati Sumpah Pemuda ke-50 dan memantapkan kedudukan bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional dan Bahasa Negara.

KBI IV berlangsung pada 21-26 November 1983 di Jakarta. Kongres IV ini sekaligus memperingati Sumpah Pemuda ke-55. Salah satu keputusannya adalah mewajibkan kepada seluruh warga negara Indonesia untuk menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar sesuai dengan amanat Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN).

KBI V berlangsung pada 27 Oktober sampai 3 November 1988 di Jakarta. Pada Kongres V ini Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa mempersembahkan karya monumental untuk bangsa ini, yakni buku Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBI) dan buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (TBBI). Sejumlah ilmuwan besar di bidang bahasa terlibat penuh dalam melahirkan dua karya besar ini, seperti Anton M. Moeliono, Soenjono Dardjowidjojo, Harimurti Kridalaksana, M. Ramlan, Gorys Keraf, Samsuri, Bambang Kaswanti Purwo, Henri Guntur Tarigan, dan lain-lain.

KBI VI berlangsung pada 28 Oktober sampai 2 November 1993 di Jakarta. Salah satu keputusannya agar disiapkan Undang-Undang tentang Bahasa Indonesia. KBI VII berlangsung pada 26-30 Oktober 1998 di Jakarta. KBI VIII berlangsung pada 14-17 Oktober 2003 di Jakarta. Salah satu keputusan penting, menjadikan bulan Oktober setiap tahun sebagai Bulan Bahasa.

KBI IX berlangsung pada 28 Oktober sampai 1 November 2008 di Jakarta. Kongres ini sekaligus memperingati 100 tahun kebangkitan Nasional, 80 tahun Sumpah Pemuda, dan 60 tahun berdirinya Pusat Bahasa. Kongres ini berskala intenasional dengan membahas serius lima bidang utama, yakni bahasa Indonesia, bahasa daerah, bahasa asing, pengajaran bahasa dan sastra, dan penggunaan bahasa di media massa. KBI X berlangsung pada 28-31 Oktober 2013 di Jakarta. Kongres menghasilkan 32 keputusan sebagai Rekomendasi KBI X.

KBI XI berlangsung pada 28-31 Oktober 2018 di Jakarta. Kongres mengambil tema “Menjayakan Bahasa dan Sastra Indonesia,” dengan sembilan subtema. Dihadiri oleh 1.031 peserta, 27 tokoh/ahli sebagai pembicara kunci, dan 72 pemakalah seleksi yang berasal dari dalam dan luar negeri. Kongres menghasilkan 22 keputusan sebagai Rekomendasi KBI XI.

Menjayakan Bahasa dan Sastra Indonesia

Tema Kongres Bahasa Indonesia XI (KBI XI) 28-31 Oktober 2018 adalah “Menjayakan Bahasa dan Sastra Indonesia.” Sedangkan slogannya: “Utamakan Bahasa Indonesia, Lestarikan Bahasa Daerah, Kuasai Bahasa Asing.” Apa maksud tema Menjayakan Bahasa dan Sastra Indonesia?

Menurut Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa), Dadang Sunendar, tema tersebut mengandung makna dan tujuan untuk meningkatkan kedudukan dan fungsi bahasa dan sastra Indonesia sebagai peneguh identitas bangsa di tengah globalisasi saat ini. “Kongres Bahasa Indonesia XI menjadi momentum untuk penegakan kedaulatan bahasa resmi negara bahasa Indonesia,” jelas beliau pada acara Pembukaan KBI XI, Minggu sore (28/10/2018).

Dadang Sunendar juga menjelaskan, sudah saatnya bahasa Indonesia berjaya di rumahnya sendiri dan dikenal di seluruh dunia. Hasil diskusi KBI XI tahun 2018 ini, kata Dadang, diharapkan dapat menjaring sebanyak mungkin rekomendasi serta solusi dalam pelaksanaan berbagai Undang-Undang (UU) yang berlaku saat ini, sebagai wujud menjayakan bahasa dan sastra Indonesia. Adapun UU dimaksudkan Dadang adalah UU Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. Dalam UU itu tidak dicantumkan sanksi pidana kepada pihak yang melanggar ketentuan berbahasa Indonesia yang baik dan benar.

Tema besar ini dijabarkan ke dalam 9 subtema. Sub-subtema inilah yang kemudian dijabarkan lagi dalam empat kali gelar wicara dan empat kali sesi diskusi kelompok, masing-masing sesi diskusi dibagi dalam sembilan kelompok. Adapun ke-9 subtema itu sebagai berikut.

Pertama, Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Membahas tentang teknologi informasi dan komunikasi dalam pengembangan bahan ajar dan metodologi pembelajaran bahasa dan sastra serta literasi dan daya saing bangsa.

Kedua, Pengutamaan Bahasa Indonesia di Ruang Publik. Membahas tentang penegakan pelaksanaan peraturan perundang-undangan tentang pengutamaan bahasa Indonesia yang baik dan benar di ruang publik serta peningkatan mutu penggunaan bahasa Indonesia di ruang publik.

Ketiga, Bahasa, Sastra, dan Teknologi Informasi. Membahas tentang penggunaan teknologi informasi dan komunikasi pengembangan bahasa, sastra, dan penggunaan bahasa dan sastra dalam teknologi informasi sebagai penguat karakter bangsa.

Keempat, Ragam Bahasa dan Sastra dalam Berbagai Ranah Kehidupan. Membahas tentang ragam bahasa dan kamus bahasa isyarat di Indonesia serta pelibatan para pemangku kepentingan dalam pengembangan bahasa dan sastra.

Kelima, Pemetaan dan Pengkajian Bahasa dan Sastra Daerah. Membahas tentang pemanfaatan teknologi dan peningkatan kerja sama dalam melakukan dokumentasi dan revitalisasi bahasa dan sastra daerah serta penelitian kekerabatan bahasa dan sastra daerah di Indonesia.

Keenam, Pengelolaan Bahasa dan Sastra Daerah. Membahas tentang manajemen pengelolaan, pengintegrasian, dan pemanfaatan data bahasa dan sastra daerah serta pembagian kewenangan pusat dan daerah dalam pengelolaan bahasa dan sastra daerah.

Ketujuh, Bahasa, Sastra, dan Kekuatan Kultural Bangsa Indonesia. Membahas tentang pemanfaatan bahasa dan sastra sebagai perekat kebinekaan untuk industri kreatif, pariwisata, dan kearifan lingkungan serta pemanfaatan bahasa dan sastra untuk membangun budaya bangsa.

Kedelapan, Bahasa dan Sastra untuk Strategi dan Diplomasi. Membahas tentang bahasa dan sastra sebagai sarana ketahanan, keamanan, diplomasi, dan perdamaian, serta pembangunan berkelanjutan serta penyebaran bahasa dan sastra Indonesia melalui BIPA dan ekspedisi budaya.

Kesembilan, Politik dan Perencanaan Bahasa dan Sastra. Membahas tentang internalisasi dan internasionalisasi bahasa Indonesia serta proporsi peran bahasa dan sastra Indonesia, bahasa dan sastra daerah, dan bahasa asing.

Usai pembukaan KBI XI diluncurkan buku-buku produk Badan Bahasa tahun 2018 oleh Mendikbud Muhadjir Effendy. Buku-buku yang diluncurkan itu adalah (1) Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Braille; (2) Bahasa dan Peta Bahasa di Indonesia; (3) Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia (UKBI) Daring; (4) Korpus Indonesia (KoIn); (5) Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA) Daring; (6) Sastrawan Berkarya di Daerah 3T; (7) 546 Buku Bacaan Literasi; (8) Kamus Vokasi; (9) Kamus Bidang Ilmu; (10) Senarai Padanan Istilah Asing Indonesia (SPAI).

Diberikan juga anugerah dan penghargaan kebahasaan dan kesastraan kepada yang berjasa di bidang bahasa dan sastra Indonesia.

Pertama, anugerah tokoh kebahasaan dan kesastraan Indonesia diberikan kepada I Komang Warsa, Felicia N. Utorodewo, Nursida Syam, dan Arif Sulistiono.

Kedua, penghargaan sastra Badan Bahasa diberikan kepada Eka Kurniawan, Rida K. Liamsi, Martin Suryajaya, Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie, Hasan Asphani, dan Akhudiat.

Ketiga, penghargaan adibahasa diberikan kepada Provinsi Jawa Tengah, Provisi Jambi, dan  Provinsi Sulawesi Barat.

Keempat, penghargaan kepada duta bahasa Indonesia diberikan kepada Nursidik dan Agatha Lydia Natalia dari Provinsi Jawa Barat, Faisal Meinaldy dan Hilma Ramadina dari Provinsi DKI Jakarta, dan Almuarrif dan Ainna Khairunnisa dari Provinsi Aceh Darussalam.

Selama KBI XI berlangsung empat kali gelar wicara dan empat kali sesi diskusi kelompok, masing-masing sesi diskusi dibagi dalam sembilan kelompok. Pertama, gelar wicara dengan pembicara kunci Ahmad Tohari (sastrawan) dan Sutan Adil Hendra (Wakil Ketua Komisi X DPR RI). Kedua, gelar wicara dengan pembicara kunci Ricky Joseph Pesik (Wakil Kepala Badan Ekonomi Kreatif) dan Dadang Sunendar (Kepala Badan Bahasa). Ketiga, gelar wicara dengan pembicara kunci Gun Gun Siswadi (Staf Ahli Menteri Bidang Komunikasi dan Media Massa) dan Hariyono (Plt. Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila). Keempat, gelar wicara dengan pembicara kunci Najwa Shihab (Duta Baca Indonesia), Hilmar Farid (Dirjen Kebudayaan), dan La Ode Ida (Mantan Wakil Ketua DPD RI). 

Tahun 2045 Bahasa Indonesia Menjadi Bahasa Dunia

Salah satu topik diskusi yang ramai dan seru diperbincangkan dalam arena Kongres Bahasa Indonesia XI adalah target besar Pemerintah Indonesia yang diwakili Badan Bahasa, agar tahun 2045 (tepat 100 tahun Indonesia merdeka) bahasa Indonesia menjadi bahasa dunia. Maksudnya, bahasa Indonesia dijadikan sebagai salah satu bahasa resmi dunia atau bahasa resmi PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa). Topik ini akhirnya menjadi keputusan (rekomendasi) pertama dari 22 keputusan KBI XI yang dibacakan Ketua Tim Perumus, Djoko Saryono pada acara penutupan KBI XI pada 31 Oktober 2018.

Dalam rangka menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa dunia pada tahun 2045 itulah, antara lain Panitia KBI XI menghadirkan utusan dari 26 negara sahabat, yakni Malaysia, Singapura, Thailand, Brunei Darusalam, Vietnam, Laos, Myanmar, Kamboja, Timor Leste, Papua Nugini, India, RRT, Jepang, Korea, Australia, Mesir, Tunisia, Amerika Serikat, Inggris, Jerman, Belanda, Finlandia, Rusia, Prancis, Italia, dan Uzbekiztan.

Ada yang optimis, ada pula yang psimis atas target besar tersebut. Demi mengangkat harkat dan martabat bangsa Indonesia di mata dunia, maka harus didukung dan ada langkah konkret mencapainya. Langkah konkret itu harus dilakukan dan diperjuangkan di tingkat dunia.

Sebetulnya, tidak ada alasan untuk psimistis menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional. Semua perangkat peraturan perundangan-undangan sudah disiapkan. Mulai dari UUD 1945 khususnya Pasal 36 Ayat (1) yang berbunyi: Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia. Pasal ini kemudian dijabarkan dalam UU Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan, khususnya bahasa Pasal 44 Ayat (1), (2), dan (3).

Adapun Pasal 44 Ayat (1) berbunyi: Pemerintah meningkatkan fungsi bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional secara bertahap, sistematis, dan berkelanjutan. Ayat (2) berbunyi: Peningkatan fungsi bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dikoordinasi oleh lembaga kebahasaan. Ayat (3) berbunyi: Ketentuan lebih lanjut mengenai peningkatan fungsi bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional sebagaimana dimaksud padaAyat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP).

Dalam PP Nomor 57 Tahun 2014 tentang Pengembangan, Pembinaan, dan Pelindungan Bahasa dan Sastra, serta Peningkatan Fungsi Bahasa Indonesia, khususnya Bab VII Pasal 37 Ayat (1), (2), (3), dan (4), diatur secara khusus tentang Peningkatan Fungsi Bahasa Indonesia menjadi Bahasa Internasional.

Dinyatakan dalam Pasal 37 PP tersebut, bahwa peningkatan fungsi bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional bertujuan untuk menunjukkan jati diri bangsa dan meningkatkan daya saing bangsa. Peningkatan fungsi bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional itu melalui berbagai strategi, antara lain penggunaan bahasa Indonesia di forum-forum internasional, pengembangan progam pengajaran bahasa Indonesia untuk orang asing, peningkatan kerja sama kebahasaan dan kesastraan dengan pihak luar negeri, pengembangan dan pemberdayaan pusat pembelajaran bahasa Indonesia di luar negeri, dan upaya-upaya lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Upaya lain yang dilakukan Badan Bahasa untuk menjadikan bahasa Indonesia menjadi bahasa dunia adalah penerbitan buku BIPA (Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing) Daring. Siapa saja dapat mengakses BIPA Daring ini secara online. BIPA Daring merupakan aplikasi portal yang dikembangkan oleh Badan Bahasa untuk menyediakan akses bagi para pemangku kepentingan. BIPA Daring ini memiliki tiga aplikasi, yakni Bahan Pembelajaran BIPA, Jaringan Lembaga Penyelenggara Program BIPA, dan Serba-Serbi Kiprah dan Karya Pemerhati BIPA.

Di samping 22 rekomendasi KBI XI yang harus ditindaklanjuti oleh Badan Bahasa dan jajarannya di daerah-daerah, yani Balai Bahasa dan Kantor Bahasa yang tersebar di 34 provinsi di Indonesia, juga mempunyai Program Prioritas, yakni (1) Lema atau entri dalam kamus dan pengembangan istilah sebanyak 38.500 lema; (2) Kosakata bahasa daerah sebanyak 63.612 kosakata; (3) Tenaga kebahasaan dan kesastraan terbina kemahiran berbahasa Indonesia sebanyak 22.799 orang; (4) Kabupaten/kota yang terbina penggunaan bahasanya di ruang publik sebanyak 169 kabupaten/kota; (5) Pengiriman pengajar BIPA ke luar negeri sebanyak 220 orang; (6) Pelidungan bahasa dan sastra daerah sebanyak 30 bahasa dan sastra daerah; (7) Gerakan literasi nasional dengan menghasilkan 305 buku dan 68 komunitas binaan kajian literasi.

Dalam beberapa tahun terakhir ini, Badan Bahasa dan Kementerian Luar Negeri RI, terus menggencarkan pembelajaran bahasa Indonesia di berbagai negara di dunia. Sampai saat ini, ada 28 negara yang menyelenggarakan pembelajaran bahasa Indonesia. Ke-28 negara itu adalah Australia, Amerika Serikat, Cili, Suriname, Belanda, Italia, Prancis, Bulgaria, Jerman, Rusia, Inggris, Polandia, Jepang, Irak, Arab Saudi, Hongkong, Tiongkok, India, Korea Selatan, Mesir, Thailand, Filipina, Myanmar, Laos, Vietnam, Kamboja, Singapura, dan Timor Leste. Negara yang paling banyak membuka pusat pembelajaran bahasa Indonesia (secara berurutan) adalah Australia, Jepang, Thailand, Amerika Serikat, Filipina, Kamboja, Jerman, Italia, Rusia, dan Timor Leste.

Di samping menggencarkan pembelajaran dan pemakaian bahasa Indonesia di berbagai negara di seantero dunia, penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar di dalam negeri harus dibenahi. Misalnya, harus dirumuskan dengan jelas sanksi pidana kepada para pejabat publik yang tidak patuh berbahasa Indonesia yang baik dan benar di ruang publik. Kurangi penggunaan bahasa asing dan bahasa daerah dalam forum-forum yang mengharuskan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Dalam penulisan, patuhi ketentuan penulisan ejaan yang benar sesuai dengan ketentuan PUEBI (Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia). *


Oleh Yohanes Sehandi
Peserta Kongres Bahasa Indonesia XI Tahun 2018, Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Flores, Ende

 

(Telah dimuat bersambung harian Flores Pos, terbitan  Ende, pada Selasa, Rabu, Kamis, 13, 14, 15 November 2018)

 



Post a Comment for "Kongres Bahasa Indonesia XI, 28-31 Oktober 2018"