Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Polisi Sampah: Realitas Fiksi dan Fakta

Banyak polisi di negeri itu yang telah mencederai nilai-nilai kebenaran, kejujuran, dan keadilan. Mereka tidak lagi berjalan pada fungsi dan peran tugas mereka sebagai polisi. Mereka melakukan ketidakadilan, kesewenang-wenangan terhadap masyarakat pencari keadilan. Mereka bersekutu dengan para pembunuh, pemerkosa, pencuri, penipu, penjudi, dan koruptor.

“Para penyidik di kepolisian ini hanya mampu menangani perkara penipuan, penggelapan, pencemaran nama baik, dan perbuatan tidak menyenangkan, itupun diselesaikan tidak sampai lima puluh persen dari jumlah kasus yang dilaporkan masyarakat. Terhadap perkara berkarakter, seperti pembunuhan dan terorisme, mereka tidak menyukainya. Memang, ada satu dua personil handal dan getol menangani kasus pembunuhan, tetapi mereka telah disingkirka,” keluh seorang polisi waktu diinvestigas .

Tentu tidak semua polisi seperti digambarkan di atas. Masih ada segelintir polisi yang profesional sebagai penegak hukum, seperti Brigadir Simone Derbone dan Brigadir Marselo Halesto. Keduanya polisi handal ini telah berhasil membongkar banyak kasus pembunuhan. Namun keduanya menjadi musuh para pejabat polisi yang bobrok. Akibatnya, kedua polisi ini disingkirkan, ditempatkan pada Resor Wilayah Terpencil.

Apa yang digambarkan di atas merupakan realitas polisi di negeri Antah Berantah, realitas yang membuat Tuhan masygul dan marah. Itulah sebabnya Tuhan mengirimkan Malailat Jibrael dari surga untuk menginvestigasi para pimpinan polisi di negeri itu.

“Sudah terlalu banyak jeritan manusia berteriak ke hadirat Tuhan mengeluhkan ketidakadilan, penyimpangan, kesewenang-wenangan, dan kebusukan akhlak dan moral polisi-polisi di negeri tersebut,” cerita Malaikat Jibrael perihal kedatangannya dari surga. 


Buang Sine

Dalam melakukan tugas investigasi, Malaikat Jibrael ditemani asistennya Simonov Sinesky. Proses investiasi yang menegangkan, kegetiran masyarakat yang gagal mencari keadilan, penyalahgunaan kekuasaan pejabat polisi mewarnai seluruh ini buku novel Polisi Sampah karya sastrawan NTT Buang Sine yang dikupas dalam opini ini. Buang Sine yang lahir di Kupang pada 30 Juni 1967 adalah polisi aktif di Direktorat Reserse Kriminal Umum di Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur (Polda NTT.

Novel ini membongkar sejumlah kasus pembunuhan yang ditangani para pejabat kepolisian di tingkat pusat dan daerah. Kasus pembunuhan diubah dan direkayasa. Hal itu terjadi karena pelaku pembunuhan dan dalangnya berkolusi dengan pimpinan polisi. Uang ratusan juta sampai miliaran rupiah dikeluarkan untuk menyogok pimpinan polisi agar kasus pembunuhan berubah menjadi kasus kecelakaan lalulintas, bunuh diri, atau serangan jantung. Sejumlah kasus pembunuhan yang mencekam dalam novel ini dapat disebutkan antara lain sebagai berikut.

Pertama, kasus pembunuhan Nurkov Clementino di Resor Zikorez. Otak pembunuhan adalah Berthony Molkan seorang pengusaha biji tembaga dari Tarmonoz. Polisi yang terlibat Ajun Komisaris Heindrich Murthony yang menjabat sebagai Kepala Kepolisian Resor Zikorez. Oleh Heindrich Murthony kasus pembunuhan berencana ini direkayasa menjadi kasus kecelakaan lalulintas. Sebagian besar novel ini (Bagian 3-5) bercerita tentang kasus pembunuhan Nurkov Clementino.

Kedua, kasus pembuhan Yohacim Matamorano yang terjadi di Resor Wilayah Timur. Dalang pembunuhan adalah Nathan Konzome kepala distrik Orbinzo karena motif dendam. Yohacim adalah politisi muda di Opermons yang selalu mengkritisi kebijakan Nathan Konzome. Polisi yang terlibat adalah Ajun Komisaris Antonio Lilipo dan teman-temannya yang mengubah kasus pembunuhan berencaa menjadi kecelakaan lalulintas.

Ketiga, kasus pembunuhan Lorenzo Uzteno yang mati di ruang tahanan Kepolisian Wilayah Perbatasan. Para pembunuh adalah Barabas Morkezto, Yudas Morkezto, dan Pilato Morkezto, didukung oleh adik mereka Stevano Morkezto seorang pengusaha ternak terbesar di Wilayah Perbatasan. Kasus pembunuhan diubah menjadi kasus bunuh diri hasil rekayasa Ajun Komisaris Marco Tuvigor dan wakilnya Gabrielo Jonter. Dalam kasus ini terlibat juga jaksa penuntut umum Haman Lertymo. Tak ketinggalan dukun Mamboza Orgero yang terkenal di seantero kota ikut terlibat agar kasus pembuhan Lorenzo Uzteno dipetieskan.

Keempat, kasus pembunuhan Pastor Frederick Pedro. Kasus pembunuhan berencana terhadap Pastor ini direkayasa Ajun Komisaris Bondero Compos, Kepala Kepolisian Resor Wilayah Tenggara, menjadi kasus serangan jantung dengan saksi kunci seorang perempuan bernama Teresky Gorcev. Kasus ini heboh karena unjuk rasa para pastor dan umat di Kantor Polisi Wilayah Tenggara. Otak pembunuhan adalah Pulkinson Dirkoz seorang pengusaha bidang furniture. Dia dendam kepada Pastor Frederick Pedro karena pada waktu pemilihan bupati dia kalah di parokinya Pastor Frederick Pedro, padahal Pulkinson Dirkoz berasal dari paroki itu.

***

Novel Polisi Sampah yang menggetarkan ini diterbitkan Penerbit Smart WR Yogyakarta tahun 2015. Tebal 300 halaman dibagi dalam sembilan bagian. Novel ini menggarap tema khusus dan sensitif tentang kebobrokan akhlak dan moral para pimpinan kepolisian di negeri Antah Berantah, sebuah negeri yang kita kenal dalam dongeng. Dua novel lain karya polisi aktif Buang Sine yang terbit lebih dahulu dan laku keras adalah Dua Malam Bersama Sucifer (2012) dan Petualangan Bersama Malaikat Jibrail (2013).

Meskipun negeri Antah Berantah itu jauh dari kita, nama-nama tokoh juga nama-nama orang Rusia, namun tema dan permasalahan yang diangkat novelis Buang Sine terasa akrab dan terjadi dalam hidup keseharian kita, seolah-olah perilaku para polisi yang ada dalam novel ini juga ada di sekitar kita. Inilah kekuatan sebuah karya sastra yang bersifat fiksi, sesuatu yang tidak ada, tetapi seolah-olah ada dan terjadi.

Peristiwa yang terjadi dalam novel Polisi Sampah ini memiliki realitasnya tersendiri, yang dalam ilmu sastra disebut realitas fiksi, yakni realitas yang diciptakan pengarang lewat kekuatan imajinasinya. Sebaliknya, realitas yang terjadi dalam kehidupan nyata keseharian kita adalah realitas faktual atau fakta, yakni sesuatu yang benar-benar ada dan terjadi. Realitas faktual dapat dibuktikan dengan pancaindra, sedangkan realitas fiksi tidak dapat dibuktikan, hanya dirasakan seolah-olah ada.

Bagaimana hubungan terkait antara realitas fiksi dalam novel Polisi Sampah dengan realitas faktual yang ada di sekitar kita? Hal itu dapat dijelaskan dengan baik dalam perspektif teori strukturalisme genetik. Teori yang masuk dalam ranah multidisiplin sosiologi sastra ini dikembangkan sosiolog Perancis, Lucien Goldmann (1913-1970). Menurut Goldmann, karya sastra hanya dapat dipahami dalam kaitannya dengan masyarakat lingkungannya. Pengarang karya sastra adalah wakil masyarakatnya, bukan sebagai subjek individual, tetapi sebagai subjek kolektif, subjek transindividual.

Teori strukturalisme genetik menekankan hubungan terkait karya sastra dengan lingkungan sosial pengarangnya. Karya sastra merupakan hasil strukturasi pemikiran subjektif pengarangnya yang timbul akibat interaksi dengan situasi sosial tertentu. Menurut teori ini, teks karya sastra dapat dianalisis dari struktur internal maupun struktur eksternal. Analisis harus dimulai dari struktur karya sastra itu sendiri sebagai data dasar, lalu teks karya sastra tersebut dihubungkan relevansinya dengan persoalan lingkungan sosial kemasyarakatan pengarangnya.

Apakah sejumlah kasus pembunuhan dalam novel Polisi Sampah mempunyai hubungan terkait dengan kasus pembunuhan di wilayah Polda NTT yang dibongkar polisi Buang Sine sebelumnya? Sejumlah kasus pembunuhan itu, antara lain kasus pembunuhan Yohakim Langoday di Lembata (2009), kasus pembunuhan Paulus Usnaat di Kefamenanu (2008), kasus pembunuhan Romo Faustinus Segar di Bajawa (2009), dan kasus pembunuhan Deviyanto Nurdin bin Yusuf (Haji Nurdin) di Maumere (2010). Jawabannya, tidak harus. Mengapa? Karena realitas pembunuhan dalam novel Polisi Sampah adalah realitas fiksi yang tidak bisa dibuktikan. Bisa saja mempunyai hubungan terkait, tetapi hanya bisa dijelaskan dalam perspektif teori strukturalisme genetik. *



Oleh Yohanes Sehandi
Pengamat Sastra dari Universitas Flores, Ende

(Telah dimuat dalam harian Pos Kupang, terbitan Kupang, pada Rabu, 8 Juni 2016)




2 comments for "Polisi Sampah: Realitas Fiksi dan Fakta"