Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Gambaran Umum Literasi Sastra Indonesia

 
Oleh Yohanes Sehandi
Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indnesia, Universitas Flores, Ende

Secara garis besar, literasi sastra Indonesia adalah aktivitas atau kegiatan membaca dan menulis karya sastra Indonesia. Karya sastra Indonesia yang dibaca dan ditulis dalam hal ini adalah karya sastra Indonesia, yang genre-nya berupa puisi, prosa, dan drama. 

Aktivitas membaca dan menulis karya sastra Indonesia inilah yang menjadi pokok bahasan inti mata kuliah Literasi Sastra Indonesia yang diajarkan di perguruan tinggi. Para peserta mata kuliah ini harus terbiasa dan terlatih membaca karya sastra puisi, prosa, dan drama. Di samping membaca, para peserta mata kuliah ini juga harus terbiasa dan terlatih dalam menulis karya sastra puisi, prosa, dan drama.

Apa itu sastra Indonesia? Sastra Indonesia adalah hasil karya seni para sastrawan atau pengarang Indonesia yang antara lain berupa puisi, prosa, dan drama. Sastra Indonesia merupakan sastra nasional bangsa Indonesia yang ditulis dalam bahasa Indonesia. 

Sastra Indonesia berbeda dengan sastra daerah Indonesia yang ditulis dalam bahasa daerah di Indonesia, seperti sastra Jawa yang ditulis dalam bahasa Jawa, sastra Sunda yang ditulis dalam bahasa Sunda, sastra Manggarai yang ditulis dalam bahasa Manggarai, dan lain-lain. Di samping ada sastra Indonesia dan sastra daerah, ada pula istilah sastra umum, sastra dunia, sastra bandingan, sastra nasional, sastra regional, dan sastra lokal.

Selanjutnya, pengertian puisi, prosa, dan drama. Puisi adalah salah satu jenis karya sastra yang terikat oleh bunyi bahasa (rima, irama, intonasi) dan berbentuk baris dan bait. Misalnya, puisi “Aku” karya Chairil Anwar, puisi “Doa-Doa Semesta” karya John Dami Mukese. 

Prosa adalah salah satu jenis karya sastra yang disajikan dalam bentuk cerita dengan melibatkan seseorang atau beberapa orang sebagai tokoh cerita. Prosa dibagi menjadi beberapa jenis, yakni cerita pendek (cerpen), novel, cerita rakyat, dan lain-lain. Misalnya antologi cerpen Bukit yang Congkak karya Steph Tupeng Witin, novel Suara Samudra karya Maria Matildis Banada, cerita rakyat Ia-Meja-Wongge: Kisah Percintaan Tiga Gunung karya Anthonius Tonggo. 

Drama adalah salah satu jenis karya sastra yang disajikan dalam bentuk prosa yang diperagakan dalam bentuk gerak dan suara dan dipertunjukkan kepada penonton. Misalnya, drama Pastoral Panggung karya Marianus Mantovany Tapung.

Membaca  Sastra Indonesia

Apabila mendengar kata “sastra,” ada dua kemungkinan pengertian yang muncul dalam benak kita. 

Pertama, sastra adalah hasil karya seni yang dihasilkan para pengarang atau sastrawan, yang antara lain berupa puisi, prosa, dan drama. Sastra yang masuk dalam pengertian pertama ini disebut “karya sastra” atau sastra kreatif. 

Kedua, sastra adalah ilmu atau bidang ilmu yang secara khusus mempelajari karya-karya sastra. Sastra yang masuk dalam pengertian kedua ini disebut “ilmu sastra” atau sastra ilmiah.

Ilmu sastra atau sastra ilmiah dibagi dalam dua kelompok, yakni ilmu sastra yang bersifat monodisiplin (membahas satu bidang ilmu) dan ilmu sastra yang bersifat multidisiplin (membahas gabungan beberapa bidang ilmu). 

 

Ilmu sastra yang bersifat monodisiplin terdiri atas teori sastra, kritik sastra, dan sejarah sastra. Ilmu sastra yang bersifat multidisiplin terdiri atas sosiologi sastra (sastra dan sosiologi), psikologi sastra (sastra dan psikologi), dan antropologi sastra (sastra dan antropologi).

Karya sastra yang ditulis dalam bahasa Indonesia disebut sastra Indonesia. Sastra Indonesia bertumbuh dan berkembang di berbagai daerah di Indonesia, baik daerah provinsi maupun daerah kabupaten dan kota. Misalnya, sastra Indonesia yang bertumbuh dan berkembang di Provinsi NTT disebut sastra NTT. Sastra Indonesia yang bertumbuh dan berkembang di Provinsi Bali disebut sastra Bali. Sastra Indoesia yang bertumbuh dan berkembang di Provinsi Maluku disebut sastra Maluku, dan seterusnya. Sastra Indonesia merujuk pada sastra dalam bahasa Indonesia yang berakar pada bahasa Melayu, sedangkan sastra  yang menggunakan bahasa daerah disebut sastra daerah.

Di samping ilmu sastra bersifat monodisiplin dan multidisiplin, sebagaimana dijelaskan secara singkat di atas, disiplin  ilmu sastra juga dibagi ke dalam beberapa cabang kajian, antara lain sastra umum, sastra bandingan, sastra dunia, sastra nasional, sastra regional, dan sastra lokal. 

Setiap cabang sastra di atas dapat dikaji secara monodisiplin, yakni dengan teori sastra, kritik sastra, dan sejarah sastra, dapat pula dikaji secara multidisiplin, yakni dengan sosiologi sastra, psikologi sastra, dan antropologi sastra. Jadi, teori sastra, kritik sastra, sejarah sastra, sosiologi sastra, psikologi sastra, dan antropologi sastra, dapat digunakan untuk mengkaji sastra umum, sastra bandingan, sastra dunia, sastra nasional, sastra regional, dan sastra lokal.

Pertama, sastra umum. Sastra umum adalah bidang kajian yang mempelajari gejala sastra yang bersifat universal, di mana sastra terdapat dalam setiap masyarakat manusia, kapan dan di mana pun, tanpa membedakan batas wilayah. Secara potensial, setiap orang pada setiap masa dan setiap tempat dapat bersastra, apakah secara aktif atau pasif. Sastra umum berkaitan dengan fenomena sastra yang bersifat universal, terdapat di mana saja di seluruh dunia.

Kedua, sastra bandingan. Sastra bandingan adalah bidang kajian yang mempelajari perbandingan karya sastra antara satu wilayah dengan wilayah lain. Misalnya, membandingkan sastra Indonesia di Bali dan sastra Indonesia di NTT, sastra Indonesia di Sumatra dengan sastra Indonesia di Kalimantan. Contoh yang lain, membandingkan sastra Indonesia dengan sastra Inggris, dengan sastra Jepang, dengan sastra Rusia, dengan sastra Jerman, dan lain-lain.            

Ketiga, sastra dunia. Sastra dunia adalah bidang kajian yang mempelajari karya-karya sastra yang beredar dan diakui di tingkat dunia. Mutu karya sastra itu beredar dan diakui masyarakat dunia, berasal dari bangsa dan negara manapun. Salah satu sastrawan legendaris Indonesia yang karyanya masuk dalam kancah sastra dunia, bahkan pernah masuk nominasi untuk mendapatkan hadiah Nobel sastra, adalah Pramoedya Ananta Toer (1925-2006), yang menulis tetralogi novel: Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, Rumah Kaca.

Keempat, sastra nasional. Sastra nasional adalah bidang kajian yang mempelajari karya-karya sastra dalam sebuah bangsa dan negara. Setiap bangsa atau negara memiliki sastranya sendiri yang menggambarkan jatidiri bangsa dan negaranya, misalnya sastra Indonesia, sastra Malaysia, sastra Jepang, sastra Jerman, sastra Arab, sastra Rusia, dan lain-lain. Seorang sastrawan dalam konteks sastra nasional umumnya tidak ditentukan oleh bahasa yang dipakainya, tetapi oleh kewarganegaraan sastrawan yang bersangkutan. Sastrawan yang kewarganegaraannya Indonesia menulis dalam bahasa Inggris adalah sastrawan Indonesia, bukan sastrawan Inggis. Demikian pula sastrawan India yang menulis dalam bahasa Jerman atau Perancis adalah sastrawan India, bukan sastrawan Jerman atau Perancis.

Kelima, sastra regional. Sastra regional adalah bidang kajian yang mempelajari karya-karya sastra yang bertumbuh dan berkembang dalam bagian-bagian wilayah sebuah negara. Kalau sastra nasional Indonesia mencakup seluruh wilayah sebuah negara Indonesia, maka sastra regional meliputi sastra Indonesia yang bertumbuh dan berkembang di berbagai provinsi di Indonesia. Sastra regional merupakan milik dan kebanggan masyarakat masing-masing provinsi. Berdasarkan pengertian tersebut, maka kita mengenal sastra NTT, sastra NTB, sastra Bali, sastra Maluku, sastra Yogyakarta, sastra Riau, sastra Papua, sastra Jawa Timur, dan lain-lain. Salah satu buku yang secara khusus mengkaji sastra regional NTT adalah buku Mengenal Sastra dan Sastrawan NTT (2012) karya Yohanes Sehandi yang pada tahun 2014 mendapatkan hadiah insentif buku untuk dosen dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. 

Keenam, sastra lokal. Sastra lokal adalah bidang kajian yang mempelajari karya-karya sastra yang bertumbuh dan berkembang dalam sebuah wilayah provinsi, yakni wilayah kabupaten atau kota. Sastra lokal dan sastra regional mendapat kesempatan bertumbuh dan berkembang sejak pemberlakuan otonomi daerah yang dimulai sejak tahun 2000. Sastra lokal, demikian juga sastra regional, berbeda dengan sastra daerah, karena, baik sastra regional maupun sastra lokal menggunakan media bahasa Indonesia, sedangkan sastra daerah menggunakan bahasa daerah (bahasa ibu) di berbagai daerah provinsi dan kabupaten dan kota.

Menurut Jakob Sumardjo dalam buku Masyarakat dan Sastra Indonesia (1982, halaman 49-52) dan dalam buku Pengantar Novel Indonesia (1983, halaman 199-223), sastra Indonesia yang bercorak kedaerahan atau warna kedaerahan adalah “sastra Indonesia warna daerah” atau “sastra Indonesia warna lokal.” Menurut Sumardjo, karya-karya sastra warna daerah (sastra regional dan sastra lokal) adalah sastra Indonesia, dan para pengarang karya-karya sastra warna daerah itu adalah juga sastrawan Indonesia. Dengan demikian, maka sastra regional dan sastra lokal adalah “warga” sastra Indonesia, dan sastrawannya juga adalah sastrawan Indonesia. *


Post a Comment for "Gambaran Umum Literasi Sastra Indonesia"