Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Sejarah Singkat Bahasa Indonesia

Bahasa Indonesia yang kita pakai pada saat ini awalnya berasal dari bahasa daerah, yakni bahasa Melayu. Bahasa Melayu ini dipakai di wilayah Provinsi Riau dan Provinsi Kepulauan Ria di Sumatera pada saat ini. 

 

Bahasa Melayu ini sudah dikenal luas di pelosok Nusantara (Indonesia) sebagai lingua franca (bahasa penghubung) sejak Kerajaan Sriwijaya di Sumatera sejak abad ke-7. Kerajaan Sriwijaya adalah kerajaan maritim besar di wilayah Nusantara. Para nelayan dari Kerajaan Sriwijaya yang berlayar di seluruh wilayah Nusantara menggunakan bahasa Melayu sehingga bahasa ini dikenal di mana-mana di wilayah Nusantara.

1928:  Sumpah Pemuda, Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional

Pada waktu Kongres Pemuda pada 28 Oktober 1928 di Solo, lahirlah Sumpah Pemuda yang menyatukan semua perjuangan para pemuda Indonesia untuk merebut kemerdekaan. Ada tiga isi Sumpah Pemuda itu, yakni berbangsa satu, bertanah air satu, dan berbahasa satu.

Lantas bahasa apa yang dipakai sebagai bahasa Indonesia sesuai dengan tuntutan sumpah ketiga, sebab waktu itu belum ada bahasa Indonesia. Maka para pemuda yang bersidang sepakat bulat untuk mengangkat bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia. 

 

Adapun bunyi lengkap sumpah ketiga dari Sumpah Pemuda adalah: “Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan bahasa Indonesia.” Pada 28 Oktober 1928 inilah hari lahir bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan.

Dengan ditetapkannya bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, maka kedudukan bahasa Indonesia menjadi bahasa nasional. Bahasa nasional adalah bahasa untuk mempersatukan berbagai suku, etnis, budaya, dan bahasa yang beragam. Dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia memiliki beberapa fungsi. Tentang fungsi bahasa nasional akan dijelaskan dalam pokok bahasan Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia.

Mengapa para pemuda Indonesia yang bersidang pada waktu Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 itu memilih bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan atau bahasa nasional, bukan bahasa Jawa atau bahasa Sunda yang jumlah penuturnya lebih banyak? Adapun alasan mengapa bahasa Melayu diangkat menjadi bahasa Indonesia sebagai berikut.

Pertama, bahasa Melayu sudah menjadi bahasa penghubung (lingua franca) di sebagian besar wilayah Nusantara bahkan Asia Tenggara pada saat itu. Penyebarannya dilakukan para nelayan Kerajaan Sriwijaya yang berlayar di Nusantara, dari Sabang sampai Marauke.

Kedua, bahasa Melayu sudah dipakai sejak abad ke-7 di wilayah Nusantara bahkan Asia Tenggara, jauh sebelum Belanda datang ke Indonesia. Hal itu dibuktikan dengan beberapa prasasti (batu bertulisan) yang ditemukan di Palembang, Jambi, Bangka Barat, dan Gandasuli yang menggunakan bahasa Melayu Kuno dengan huruf Pranagari.

Ketiga, bahasa Melayu sudah dipakai sebagai bahasa perdagangan atau bahasa untuk transaksi jual-beli yang membuat bahasa itu gampang tersebar di kalangan masyarakat.

Keempat, bahasa Melayu sudah dipakai sebagai bahasa pemersatu masyarakat Nusantara bahkan Asia Tenggara. Tidak hanya dipakai antara suku bangsa saja, tetapi juga sebagai alat komunikasi dengan para pedangan, baik dari dalam maupun dari luar Nusantara.

Kelima, bahasa Melayu sangat demokratis karena tidak mengenal tingkatan atau unggah-ungguh dalam berbahasa. Bahasa ini tidak membedakan antara penutur dan lawan tutur. Ini berbeda dengan bahasa Jawa atau bahasa Sunda yang membeda-bedakan.

Dengan penetapan bahasa bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan pada Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 maka kedudukan bahasa Indonesia menjadi bahasa Nasional. Jika bahasa Indonesia disebut sebagai bahasa Nasional, artinya bahasa Indonesia adalah bahasa pemersatu bangsa Indonesia yang terdiri dari banyak suku, budaya, agama, dan bahasa.

Berdasakan data dari Badan Bahasa (dalam Kongres Bahasa Indonesia XI, 2018) sampai kini jumlah bahasa daerah yang dipakai di seluruh Indonesia berjumlah sekitar 700 bahasa daerah, tersebar dari Sabang sampai Merauke, dari Talaud sampai Pulau Rote. Bahasa Indonesia mampu mengatasi semua bahasa daerah tersebut. Jadilah bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional Indonesia dan menjadi kebanggaan bangsa Indonesia.

1945: Kemerdekaan RI, Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Negara

Satu hari setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, yakni pada 18 Agustus 1945, bahasa Indonesia ditetapkan menjadi bahasa negara. Hal itu tertuang dalam UUD 1945, Bab XV, Pasal 36 UUD 1945. Adapun bunyinya adalah: Bahasa negara ialah bahasa Indonesia. 

 

Dengan diakuinya bahasa Indonesia dalam UUD 1945, maka kedudukan bahasa Indonesia menjadi bahasa negara, di samping kedudukan sebagai bahasa nasional. Dalam kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia memiliki beberapa fungsi. Tentang fungsi bahasa negara ini akan dijelaskan dalam pokok bahasan Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia.

Di Indonesia, di samping kita menggunakan bahasa Indonesia, baik sebagai bahasa nasional maupun sebagai bahasa negara, kita menggunakan bahasa daerah dan bahasa asing. Rata-rata orang Indonesia menguasai minimal dua bahasa, yakni bahasa Indonesia dan bahasa daerah. Bahkan ada banyak juga yang menguasai beberapa bahasa daerah dan bahasa asing.

Bahasa daerah adalah bahasa yang digunakan oleh suku atau etnis tertentu di Indonesia. Semakin banyak jumlah suku atau etnis itu semakin besar jumlah penutur bahasa tersebut. Sampai dengan saat ini, ada sekitar 700 bahasa daerah di Indonesia, seperti bahasa Jawa, bahasa Sunda, bahasa Batak, bahasa Manggarai, bahasa Ngada, bahasa Ende/Lio, bahasa Sikka, bahasa Lamaholot, bahasa Sumba, bahasa Tetum, bahasa Rote, dan lain-lain.  

 

Sedangkan bahasa asing adalah bahasa yang berasal dari negara lain yang digunakan di Indonesia untuk kepentingan komunikasi dengan bangsa-bangsa lain. Bahasa asing yang biasa digunakan di Indonesia, antara lain bahasa Inggris, bahasa Prancis, bahasa Jerman, bahasa Belanda, bahasa Mandarin, bahasa Jepang, bahasa Korea, dan lain-lain.

Dalam politik bahasa nasional atau kebijakan bahasa nasional, diatur secara resmi oleh negara tentang ketiga bahasa tersebut: bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa asing. Pengaturan atau kebijakan terhadap ketiga bahasa itulah yang disebut Politik Bahasa Nasional.

Tanggal-Tanggal Penting dalam Sejarah Bahasa Indonesia

28 Oktober 1928, Sumpah Pemuda, hari lahir bahasa Indonesia.
28 Oktober 1928, bahasa Indonesia berkeududukan sebagai bahasa Nasional.
18 Agustus 1945, resmi bahasa Indonesia sebagai bahasa Negara dalam UUD 45.
31 Agustus 1972, penerbitan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD).
31 Agustus 1972, penerbitan Pedoman Umum Pembentukan Istilah.
28 Oktober 1988, penerbitan Kamus Besar Bahasa Indonesia. 
28 Oktober 1988, penerbitan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesi.
Maret 2016, penerbitan buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) 
Juni 2022, penerbitan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD)


Ejaan yang Pernah Berlaku dalam Bahasa Indonesia

 

Ejaan Ch. van Ophuijsen (1901–1947).

Ejaan Repoeblik atau Ejaan Soewandi (1947–1956)

Ejaan Pembaharuan (Ejaan Prijono-Kattopo) (1956–1961)

Ejaan Melindo (1961–1967)

Ejaan Baru (Lembaga Bahasa dan Kasusastraan) (LBK) (1967-1972)

Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD) (1972- 2015) 

Ejaan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) 2015-2022)

Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (kembali EYD) (2022-...)

Sejarah Kongres Bahasa Indonesia

Sejarah perkembangan bahasa Indonesia dapat dilihat dalam berbagai keputusan Kongres Bahasa Indonesia, sejak 1938 sampai dengan 2018 (selama 80 tahun). Kongres Bahasa Indonesia I diselenggarakan di Solo pada 25-27 Juni 1938. Kongres Bahasa Indonesia I itu dilakukan sebagai peringatan sepuluh tahun Sumpah Pemuda yang diselenggarakan di Solo pada 28 Oktober 1928. Dalam Kongres Bahasa Indonesia I itu dibahas berbagai hal yang berkaitan permasalahan pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia. Berikut dipaparkan Kongres Bahasa Indonesia I pada 1938 sampai Kongres Bahasa Indonesia XI pada 2018.

Kongres Bahasa Indonesia I, di Solo, Jawa Tengah, 25-28 Juni 1938. Hasil kongres ini menyimpulkan bahwa sudah mulai ada usaha-usaha pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia yang dilakukan secara sadar oleh para cendekiawan dan budayawan sejak Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Selanjutnya, pada 18 Agustus 1945 bahasa Indonesia secara resmi masuk dalam konstitusi Indonesia, yakni dalam Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). Pada Bab XV, Pasal 36 UUD 1945 dicantumkan bahasa negara adalah bahasa Indonesia. Kemudian pada 19 Maret 1947 diresmikan penggunaaan Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi sebagai pengganti ejaan Ch. van Ophuijsen yang telah berlaku sejak 1901.

Kongres Bahasa Indonesia II, di Medan, 28 Oktober-2 November 1954. Dalam kongres ini disepakati penyempurnaan bahasa Indonesia secara terus-menerus karena bahasa Indonesia mempunyai kedudukan strategis sebagai bahasa nasional (1928) dan bahasa negara (1945). Selanjutnya pada 16 Agustus 1972 Presiden Soeharto meresmikan penggunaan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD) melalui pidato kenegaraan di hadapan Sidang Umum MPR/DPR. Pada 31 Agustus 1972. Menteri P dan K menetapkan secara resmi buku Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan buku Pedoman Pembentukan Istilah untuk digunakan.

Kongres Bahasa Indonesia III, di Jakarta, 28 Oktober-3 November 1978. Kongres ini sekaligus memperingati 50 tahun Sumpah Pemuda. Dalam kongres ini diperlihatkan banyak kemajuan dalam upaya pembinaandan pengembangan bahasa Indonesia. Dalam kongres ini dimantapkan lagi kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional (1928) dan bahasa negara (1945). Kedudukan dan fungsi bahasa Indomesia ini telah dirumuskan dengan baik dalam seminar Politik Bahasa Nasional yang diselenggarakan pada 3-5 Februari 1975 di Jakarta.

Kongres Bahasa Indonesia IV, di Jakarta, 21-26 November 1983. Dalam kongres ini diputuskan agar pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia harus lebih ditingkatkan, lebih sistematis dan masif. Bahasa Indonesia dimasukkan dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang mewajibkan semua warga negara Indonesia untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Bahasa Indonesia juga harus diwajibkan untuk digunakan secara resmi di berbagai lembaga pendidikan dan lembaga resmi negara.

Kongres Bahasa Indonesia V, di Jakarta, 27 Oktober-3 November 1988. Kongres ini dihadiri sekitar 700 pakar bahasa Indonesia dan peserta tamu dari negara sahabat, seperti Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura, Belanda, Jerman, dan Australia. Dalam kongres ini dipersembahkan dua karya besar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa yang dipimpin Anton M. Moeliono, yakni buku Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jadi, di Indonesia sudah terbit tiga buku penting dan monumental di bidang bahasa, yakni buku Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (1972), Kamus Besar Bahasa Indonesia (1988), dan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (1988).

Kongres Bahasa Indonesia VI, di Jakarta, 28 Oktober-2 November 1993. Kongres ini dihadiri sekitar 770 pakar bahasa dari Indonesia dan 53 peserta tamu dari beberapa negara sahabat, yakni Australia, Brunei Darussalam, Jerman, Hongkong, India, Italia, Jepang, Rusia, Singapura, Korea Selatan, dan Amerika Serikat. Dalam kongres ini disepakati agar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa ditingkatkan statusnya menjadi Lembaga Bahasa Indonesia dan Lembaga Bahasa Indonesia itu segera menyiapkan UU Kebahasaan.

Kongres Bahasa Indonesia VII, di Jakarta, 26-30 Oktober 1998. Dalam kongres ini disepakati agar dibentuk Badan Pertimbangan Bahasa. Badan ini memberikan pertimbangan terhadap berbagai kegiatan dan produk dihasilkan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa agar tidak bertentangan satu dengan yang lain.

Kongres Bahasa Indonesia VIII, di Jakarta, 14-17 Oktober 2003. Dalam kongres ini disepakati agar bulan Oktober setiap tahun ditetap sebagai Bulan Bahasa. Bulan Bahasa pada Oktober ini berkaitan dengan Sumpah Pemuda yang jatuh pada 28 Oktober 1928. Pada setiap bulan bahasa harus dilakukan berbagai kegiatan kebahasaan dan kesastraan, misalnya seminar kebahasaan dan kesastraan, perlombaan kebahasan dan kesastraan. Bulan Bahasa diselenggarakan di berbagai lembaga, baik lembaga pemerintah maupun lembaga pendidikan. Himbauan agar gunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar harus massif dilakukan.

Kongres Bahasa Indonesia IX, Jakarta, di 28 Oktober-1 November 2008. Kongres ini bersamaan dengan peringatan 100 Tahun Kebangkitan Nasional Indonesia (1908), 80 Tahun Sumpah Pemuda, dan 60 Tahun Pusat Bahasa. Pada tahun 2008 ini dicanangkan sebagai Tahun Bahasa. Oleh karena itu, sepanjang tahun 2008 telah diadakan berbagai kegiatan kebahasaan dan kesastraan. Dalam kongres ini dibahas perkembangan bahasa Indonesia, bahasa daerah, bahasa asing, pengajaran bahasa dan sastra, dan bahasa dalam media massa.

Kongres Bahasa Indonesia X, di Jakarta, 28 Oktober-31 Oktober 2013. Kongres yang dihadiri 800-an pesreta ini diputuskan beberapa rekomendasi yang harus dilaksanakan oleh pemerintah, dalam halini Pusat Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Salah satun rekomendasi itu adalah memantapkan lagi kedudukan dan fungsi  bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa negara. Selanjutnya, pembelajaran bahasa Indonesia perlu dioptimalkan sebagai media pendidikan karakter guna menaikkan harkat dan martabat bangsa Indonesia.

Kongres Bahasa Indonesia XI, di Jakarta, 28-31 Oktober 2018. Kongres ini dihadiri lebih dari 1.000 orang peserta. Hadir pula utusan dari 26 negara sebagai peserta, yakni Malaysia, Singapura, Thailand, Brunei Darusalam, Vietnam, Laos, Myanmar, Kamboja, Timor Leste, Papua Nugini, India, RRT, Jepang, Korea, Australia, Mesir, Tunisia, Amerika Serikat, Inggris, Jerman, Belanda, Finlandia, Rusia, Prancis, Italia, dan Uzbekiztan. Sebanyak 22 keputusan dalam KBI XI ini. Salah satu dari 22 keputusan penting itu adalah memperjuangkan bahasa Indonesia menjadi salah satu bahasa dunia pada tahun 2045. Pada tahun 2045 itu bangsa Indonesia genap 100 tahun merdeka. Bahasa dunia yang dimaksud adalah bahasa resmi yang dipakai Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa) sudah menyiapkan berbagai perangkat peraturan perundangan-undangan untuk menyukseskan rencana besar tersebut.

Bahasa Indonesia Menuju Bahasa Dunia Pada Tahun 2045

Salah satu keputusan penting dari 22 keputusan Kongres Bahasa Indonesia XI (selanjutnya KBI XI) yang berlangsung pada 28-31 Oktober 2018 di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, adalah memperjuangkan bahasa Indonesia menjadi salah satu bahasa dunia atau bahasa resmi PBB pada tahun 2045. Kebetulan saya (Yohanes Sehandi) menjadi salah satu dari 1.000 peserta Kongres Bahasa Indonesia XI itu. Pada tahun 2045 nanti bangsa Indonesia genap 100 tahun merdeka. Bahasa dunia yang dimaksud adalah bahasa resmi yang dipakai Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Dalam rangka menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa dunia pada tahun 2045 itulah, Panitia KBI XI menghadirkan utusan dari 26 negara sahabat, yakni Malaysia, Singapura, Thailand, Brunei Darusalam, Vietnam, Laos, Myanmar, Kamboja, Timor Leste, Papua Nugini, India, RRT, Jepang, Korea, Australia, Mesir, Tunisia, Amerika Serikat, Inggris, Jerman, Belanda, Finlandia, Rusia, Prancis, Italia, dan Uzbekiztan.

Keputusan penting dan mendasar itu diambil setelah melalui diskusi dan perdebatan panjang di antara para peserta KBI XI yang berjumlah lebih dari 1.000 orang. Ada yang optimis, ada pula yang psimis atas target besar tersebut. Namun, ada akhirnya peserta KBI XI sepakat bulat. Demi mengangkat harkat dan martabat bangsa Indonesia di mata dunia, maka harus didukung dan harus ada langkah-langkah konkret untuk mencapainya. Langkah konkret itu harus dilakukan dan diperjuangkan dengan berbagai cara di tingkat dunia.

Sebetulnya, tidak ada alasan untuk psimistis menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa dunia tahun 2045. Semua perangkat peraturan perundangan-undangan sudah disiapkan. Mulai dari UUD 1945 khususnya Pasal 36 Ayat (1) yang berbunyi: Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia. Pasal ini kemudian dijabarkan dalam UU Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan, khususnya bahasa Pasal 44 Ayat (1), (2), dan (3). UU Nomor 24 Tahun 2009 ini dijabarkan lebih lanjut dalam PP Nomor 57 Tahun 2014 tentang Pengembangan, Pembinaan, dan Pelindungan Bahasa dan Sastra, serta Peningkatan Fungsi Bahasa Indonesia.

Adapun Pasal 44 Ayat (1) berbunyi: Pemerintah meningkatkan fungsi bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional secara bertahap, sistematis, dan berkelanjutan. Ayat (2) berbunyi: Peningkatan fungsi bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dikoordinasi oleh lembaga kebahasaan. Ayat (3) berbunyi: Ketentuan lebih lanjut mengenai peningkatan fungsi bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP).

Dalam PP Nomor 57 Tahun 2014 tentang Pengembangan, Pembinaan, dan Pelindungan Bahasa dan Sastra, serta Peningkatan Fungsi Bahasa Indonesia, khususnya Bab VII Pasal 37 Ayat (1), (2), (3), dan (4), diatur secara khusus tentang Peningkatan Fungsi Bahasa Indonesia menjadi Bahasa Internasional.

Dinyatakan dalam Pasal 37 PP tersebut, bahwa peningkatan fungsi bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional bertujuan untuk menunjukkan jati diri bangsa dan meningkatkan daya saing bangsa. Peningkatan fungsi bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional itu melalui berbagai strategi, antara lain penggunaan bahasa Indonesia di forum-forum internasional, pengembangan progam pengajaran bahasa Indonesia untuk orang asing, peningkatan kerja sama kebahasaan dan kesastraan dengan pihak luar negeri, pengembangan dan pemberdayaan pusat pembelajaran bahasa Indonesia di luar negeri, dan upaya-upaya lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Upaya lain yang dilakukan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa) untuk menjadikan bahasa Indonesia menjadi bahasa dunia adalah penerbitan buku BIPA Daring (Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing Daring). Siapa saja dapat mengakses BIPA Daring ini secara online. BIPA Daring merupakan aplikasi portal yang dikembangkan oleh Badan Bahasa untuk menyediakan akses bagi para pemangku kepentingan. BIPA Daring ini memiliki tiga aplikasi, yakni Bahan Pembelajaran BIPA, Jaringan Lembaga Penyelenggara Program BIPA, dan Serba-Serbi Kiprah dan Karya Pemerhati BIPA.

Di samping 22 rekomendasi KBI XI yang harus ditindaklanjuti Badan Bahasa dan jajarannya di daerah-daerah, yani Balai Bahasa dan Kantor Bahasa yang tersebar di 34 provinsi di Indonesia, juga mempunyai Program Prioritas, yakni (1) Lema atau entri dalam kamus dan pengembangan istilah sebanyak 38.500 lema; (2) Kosakata bahasa daerah sebanyak 63.612 kosakata; (3) Tenaga kebahasaan dan kesastraan terbina kemahiran berbahasa Indonesia sebanyak 22.799 orang; (4) Kabupaten/kota yang terbina penggunaan bahasanya di ruang publik sebanyak 169 kabupaten/kota; (5) Pengiriman pengajar BIPA ke luar negeri sebanyak 220 orang; (6) Perlidungan bahasa dan sastra daerah sebanyak 30 bahasa dan sastra daerah; (7) Gerakan literasi nasional dengan hasilkan 305 buku dan 68 komunitas binaan kajian literasi.

Dalam beberapa tahun terakhir ini, Badan Bahasa terus menggencarkan pembelajaran bahasa Indonesia di berbagai negara di dunia. Sampai 2018 itu, ada 28 negara yang menyelenggarakan pembelajaran bahasa Indonesia. Ke-28 negara itu adalah Australia, Amerika Serikat, Cili, Suriname, Belanda, Italia, Prancis, Bulgaria, Jerman, Rusia, Inggris, Polandia, Jepang, Irak, Arab Saudi, Hongkong, Tiongkok, India, Korea Selatan, Mesir, Thailand, Filipina, Myanmar, Laos, Vietnam, Kamboja, Singapura, dan Timor Leste. Negara yang paling banyak membuka pusat pembelajaran bahasa Indonesia (secara berurutan) adalah Australia, Jepang, Thailand, Amerika Serikat, Filipina, Kamboja, Jerman, Italia, Rusia, dan Timor Leste.

Di samping menggencarkan pembelajaran dan pemakaian bahasa Indonesia di berbagai negara di seantero dunia, penggunaan bahasa Indonesia di dalam negeri Indonesia mutlak dibenahi. Misalnya, harus dirumuskan dengan jelas sanksi pidana kepada para pejabat publik yang tidak patuh berbahasa Indonesia yang baik dan benar di ruang publik. Kurangi penggunaan bahasa asing dan bahasa daerah dalam forum-forum resmi negara yang mengharuskan penggunaan bahasa Indonesia. Dalam penulisan, patuhi ketentuan penulisan EYD dengan baik dan benar sesuai dengan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia. *

Ende, Flores, 20 September 2022


Oleh Yohanes Sehandi
Dosen Bahasa Indonesia di Universitas Flores, Ende

 

Post a Comment for "Sejarah Singkat Bahasa Indonesia"