Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Menelisik Pemikiran Gorys Keraf, Ilmuwan Bahasa dari NTT

 
Oleh Yohanes Sehandi
Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Flores, Ende

Makalah ini dipresentasikan dalam Flores Writers Festival (FWF) yang diselenggarakan oleh Yayasan Flores Writers Festival (pimpinan Ronald Susilo) bersama Klub Buku Petra (pimpinan Armin Bel) yang berlangsung pada Jumat, 30 September 2022 di Percetakan Arnoldus, Ende. Pemakalah lain Maria Matildis Banda dari Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Udayana, Denpasar. Saya diminta Panitia untuk membahas pemikiran atau kepakaran ilmuwan bahasa, Gorys Keraf.

Gorys Keraf seorang ilmuwan besar bahasa Indonesia. Lahir pada 17 November 1936 di Lamalera, Lembata, Provinsi NTT. Meninggal dunia di Jakarta pada 30 Agustus 1997 dalam usia 61 tahun. Mengabdikan diri sebagai dosen tetap pada Fakultas Sastra (kini Fakultas Ilmu Budaya) Universitas Indonesia selama 33 tahun (1964-1997).  

Pemikirannya dalam bidang bahasa sangat kuat mempengaruhi pemahaman dan keterampilan para pelajar dan mahasiswa Indonesia selama puluhan tahun dalam penguasaan bahasa Indonesia, baik secara teoretis maupun praktis.

Berdasarkan pembacaan saya terhadap belasan buku Gorys Keraf, pemikiran dan kepakaran Gorys Keraf dapat dikelompokkan dalam tiga bidang, yakni (1) bidang pendidikan dan pengajaran bahasa Indonesia, (2) bidang pedoman penulisan karya ilmiah, dan (3) bidang penelitian linguistik.


Gorys Keraf (1936-1997)

Bidang Pendidikan dan Pengajaran Bahasa Indonesia

Dalam bidang pendidikan dan pengajaran bahasa Indonesia, Gorys Keraf menerbitkan buku fenomenal berjudul Tatabahasa Indonesia (1970). Dikatakan fenomenal karena buku ini menjadi buku pegangan wajib pada semua SMA/SLTA di Indonesia selama kurun waktu 20 tahun (1970-1990). Buku tata bahasa Gorys Keraf yang lain adalah Tata Bahasa Rujukan Bahasa Indonesia (1991), Tanya Jawab Ejaan Bahasa Indonesia untuk Umum (1992), Cakap Berbahasa Indonesia (1995), dan Fasih Berbahasa Indonesia (1996).

Buku-buku tata bahasa tersebut ditulis Gorys Keraf untuk para siswa SMA/SLTA dan untuk masyarakat umum sebagai pegangan dalam berbahasa Indonesia yang baik dan benar, baik bahasa lisan maupun bahasa tulis. Dari kelima buku teks tersebut, buku karya pertama Gorys Keraf yang berjudul Tatabahasa Indonesia (1970) adalah buku fenomenal yang mengangkat dan melambungkan nama Gorys Keraf di tingkat nasional. 

Buku ini diterbitkan Penerbit Nusa Indah. Penerbit Nusa Indah adalah satu-satunya penerbit di Indonesia pada era 1970-an yang berada di daerah, di luar Jawa. Lewat buku Tatabahasa Indonesia ini nama Gorys Keraf melambung, nama Penerbit Nusa Indah juga ikut melambung.

Buku Tatabahasa Indonesia meledak di pasaran dan dipakai sebagai buku pegangan pada hampir semua SMA/SLTA di seluruh Indonesia. Pengaruhnya cukup besar dan lama, sekitar dua puluh tahun (1970-1990). Sepertinya semua siswa SMA/SLTA di seantero Nusantara ini mengenal nama Gorys Keraf. Buku ini seakan menjadi kitab suci para siswa. Kerena begitu terkenalnya buku Tatabahasa Indonesia, buku ini kemudian dikenal luas dengan nama Tatabahasa Gorys Keraf.

Pada waktu saya kuliah di Semarang (1981-1985), ketika memperkenalkan diri di hadapan para mahasiswa, bahwa saya berasal dari Flores, teman-teman berteriak spontan menyebut nama Gorys Keraf. Ini sekadar bukti betapa nama Gorys Keraf yang berasal dari Flores, NTT, sudah sangat akrab bagi para pelajar dan mahasiswa Indonesia pada era 1970-an dan 1980-an.

Seorang ilmuwan bahasa Indonesia dari Universitas Katolik Atma Jaya, Jakarta, Bambang Kaswanti Purwo, pada tahun 1983 melakukan penelitian terhadap 174 buku tata bahasa Indonesia yang terbit tahun 1900-1982 (selama 82 tahun), baik buku yang (masih) ditulis dalam bahasa Melayu (1900-1928), dalam bahasa Indonesia (1928-1982), maupun dalam bahasa Belanda dan Inggris dan bahasa asing lain (1900-1982). 

Tujuan utama penelitian Bambang yang ruang lingkupnya seluruh Indonesia, untuk mencari tahu, manakah buku tata bahasa Indonesia yang paling banyak dibaca dan paling berpengaruh di kalangan pelajar dan mahasiswa Indonesia.  

Hasil penelitian Bambang menunjukkan, dari 174 buku tata bahasa Indonesia yang pernah terbit selama 82 tahun di Indonesia, hanya dua buku yang paling banyak dibaca dan paling berpengaruh di Indonesia. Sebagian besar orang Indonesia mengenal bahasa Indonesia dari dua buku tersebut. Daya tahan pemakaian masing-masing kedua buku tersebut lebih dari 20 tahun.

Kedua buku yang dimaksud, yang pertama adalah buku Tatabahasa Baru Bahasa Indonesia (jilid 1 dan 2) karya Sutan Takdir Alisjahbana atau STA (Penerbit Dian Rakyat, Jakarta, cetakan pertama 1949), dan yang kedua adalah buku Tatabahasa Indonesia karya Gorys Keraf (Penerbit Nusa Indah, Ende, cetakan pertama 1970).

Hasil penelitian Bambang Kaswanti Purwo itu dimuat dalam Majalah  Basis (Nomor 12, Tahun XXXVI, 1987, halaman 457-477) dengan judul “Menguak Alisjahbana dan Keraf: Pengajaran Bahasa Indonesia. Menurut Bambang, kedua buku ini “pengaruhnya begitu mendalam merasuki relung-relung pengajaran bahasa Indonesia!”

Buku “tata bahasa STA” (1949) sampai tahun 1981 (selama 32 tahun) telah mengalami cetak ulang ke-43 (jilid 1) dan cetak ulang ke-30 (jilid 2). Sementara itu, buku “tata bahasa Gorys Keraf” yang terbit tahun 1970, sampai dengan tahun 1984 (selama 14 tahun) telah mengalami cetak ulang ke-10, dan sampai beliau meninggal dunia pada 30 Agustus 1997 (selama 27 tahun) telah mengalami cetak ulang ke-15, yang tentu saja dalam jumlah oplah (tiras) yang sangat besar.

Jumlah buku Tatabahasa Indonesia Gorys Keraf yang beredar di masyarakat tentu saja jauh melampaui jumlah yang terdata, karena sebagian besar buku ini dijual ilegal di pasaran bebas. Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi) pada tahun 1988 pernah mensinyalir, buku paling banyak dibajak dan dijual secara ilegal di pasaran bebas di Indonesia adalah Tatabahasa Indonesia Gorys Keraf.

Keperkasaan buku tata bahasa Gorys Keraf sampai tahun 1990. Pamor buku ini mulai meredup tatkala Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional menerbitkan buku babon berjudul Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (1988). Sejak tahun 1990 sampai dengan tahun 2022, tidak ada lagi buku tata bahasa Indonesia yang pengaruhnya sebesar buku tata bahasa STA dan buku tata bahasa Gorys Keraf.  

Bidang Pedoman Penulisan Karya Ilmiah

Dalam bidang pedoman penulisan karya ilmiah, Gorys Keraf berjasa besar. Dia adalah pendekaranya. Beliau menerbitkan buku utama berkaitan dengan pedoman penulisan karya ilmiah berjudul Komposisi (1971). Setelah buku pertama Tatabahasa Indonesia (1970) melambungkan nama Gorys di seluruh pelosok Tanah Air, buku kedua Komposisi (1971) yang juga diterbitkan Penerbit Nusa Indah, Ende, Flores, ikut melambungkan lagi namanya di seantero negeri.

Buku dengan tebal 347 halaman ini terdiri atas 14 bab dengan beberapa sub-bab. Uraian buku ini padat dan disertai dengan contoh jelas. Tidak gampang memang memahami isi buku ini karena harus disertai dengan keterampilan menulis karya ilmiah, seperti menulis artikel ilmiah, makalah imiah, proposal penelitian, laporan hasil penelitian, skripsi, tesis, disertasi, dan buku ilmiah.

Dalam pengamatan saya, buku Komposisi karya Gorys Keraf ini sampai dengan tahun 2022 ini belum tergantikan. Belum ada buku lain yang menandinginya. Buku ini masih menjadi rujukan para dosen dan mahasiswa di perguruan tinggi Indonesia. Ini terlihat pada banyak karya tulis ilmiah para mahasiswa dan dosen yang pada daftar pustakanya masih mencantumkan buku Komposisi sebagai salah satu tujukan. Ini artinya apa? Artinya, daya tahan buku Komposisi Gorys Keraf ini sangat kuat, sudah lebih dari 50 tahun. Sebuah pencapaian yang luar biasa.

Karena penulisan karya ilmiah memerlukan banyak perangkat lain yang harus dikuasai seorang penulis, maka Gorys Keraf merasa perlu untuk menerbitkan buku-buku pelengkap sebagai lanjutan buku Komposisi. Maka beliau menerbitkan tiga buku pelengkap, yakni Diksi dan Gaya Bahasa (1981) sebagai Komposisi Lanjutan I, Eksposisi dan Deskripsi (1981) sebagai Komposisi Lanjutan II, dan Argumentasi dan Narasi (1982) sebagai Komposisi Lanjutan III. Buku yang pertama dan kedua diterbitkan Penerbit Nusa Indah, Ende, sedangkan buku ketiga diterbitkan Penerbit Gramedia, Jakarta.

Bidang Penelitian Linguistik

Dalam bidang penelitian linguistik atau ilmu bahasa, Gorys Keraf menerbitkan dua judul buku monumental yang dinilai sebagai mutiara untuk kalangan ilmuwan linguistic di Indonesia. Kedua buku monumental itu adalah Linguistik Bandingan Historis (1984) dan Linguistik Bandingan Tipologis (1990). Kedua buku berbobot ilmiah ini diterbitkan Penerbit Gramedia, Jakarta.

Apa itu linguistik bandingan historis? Linguistik bandingan historis adalah salah satu bidang linguisitik atau ilmu bahasa yang mempelajari sejarah dan asal-usul bahasa-bahasa di dunia dan teori-teori mengenai asal-usul bahasa-bahasa tersebut seraya mengadakan perbandingan antara bahasa-bahasa yang serumpun.

Linguistik bandingan historis mempelajari data-data dari suatu bahasa atau lebih, sekurang-kurangnya dalam dua periode. Data-data dari suatu bahasa dari dua periode atau lebih itu diperbandingkan secara cermat untuk memperoleh kaidah-kaidah perubahan yang terjadi dalam bahasa tersebut. Demikian pula hal yang sama dapat dilakukan terhadap dua bahasa atau lebih. Unsur-unsur bahasa itu dapat diperbandingkan berdasarkan kenyataan dalam periode yang sama, maupun perubahan-perubahan yang telah terjadi antara beberapa periode.

Buku Linguistik Bandingan Historis dengan tebal 240 halaman ini dibagi dalam 12 bab. Salah satu bab buku ini yang menarik perhatian adalah Bab 11 berjudul “Negeri Asal Bahasa Austronesia” (halaman 188-201). Lewat Bab 11 ini Gorys Keraf mengemukakan pendapat baru atau teori baru tentang asal-usul bangsa dan bahasa Austronesia, yakni bangsa dan bahasa yang dipakai di wilayah Nusantara, termasuk Indonesia.

Teori baru Gorys Keraf ini didasarkan pada tiga landasan kajian, yakni (1) Berdasarkan situasi geografis pada masa lampau, (2) Berdasarkan sejarah pertumbuhan dan perkembangan umat manusia, (3) Berdasarkan teknik leksikostatistik dan teori migrasi bahasa.

Berdasarkan tiga landasan tinjauan tersebut, Gorys Keraf mengemukakan pendapat baru atau teori baru bahwa “negeri asal bangsa dan bahasa-bahasa Austronesia adalah wilayah Indonesia dan Filipina” (halaman 201). 

Rumpun bahasa Austronesia adalah rumpun bahasa yang menurunkan bahasa-bahasa daerah yang dipakai di seluruh wilayah Nusantara. Pendapat Keraf ini berbeda dengan pendapat ilmuwan bahasa sebelumnya, seperti H. Kern, Slamet Mulyana, Isidore Dyen, Keane, dan lain-lain. *

Ende, Flores, 30 September 2022

 

 

Post a Comment for "Menelisik Pemikiran Gorys Keraf, Ilmuwan Bahasa dari NTT"