Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Mengenang Gerson Poyk di Hari Sastra NTT, 16 Juni

Hari ini Kamis, 16 Juni 2022 kita merayakan ulang tahun sekaligus mengenang sastrawan Indonesia kelahiran NTT, Gerson Poyk (1931-2017). Gerson Poyk lahir pada 16 Juni 1931 di Namodale, Kabupaten Rote Ndao, NTT.  Meninggal dunia pada 24 Februari 2017 di Depok, Jawa Barat, dalam usia 86 tahun. Dimakamkan di Kota Kupang pada 27 Februari 2017.

Selama hidupnya Gerson Poyk mengabdikan dirinya dalam dunia sastra. Dia mengangkat citra NTT dalam panggung sastra Indonesia modern. Sebagian besar karyanya berupa novel dan cerita pendek, di samping puisi, drama, dan jurnalistik. Banyak pembaca karya sastra Indonesia yang dengan sangat mudah menghubungkan karya-karya sastra Gerson Poyk dengan kondisi alam lingkungan, masyarakat, dan budaya NTT. Dia sering dijuluki sebagai Pendongeng dari Timur.

Lebih dari 30 judul buku karya sastra Gerson Poyk yang sudah diterbitkan, berupa buku novel, cerpen, puisi, dan drama. Jumlah ini yang sempat terlacak. Masih banyak karya sastra beliau yang belum terlacak. Gerson Poyk masuk dalam kelompok Angkatan 66 dalam sastra Indonesia oleh kritikus sastra legendaris Indonesia, HB Jassin (1917-2000).

Perintis Sastra NTT

Sejak kapan Gerson Poyk menulis karya sastra? Hasil penelusuran saya terhadap karya-karya Gerson Poyk di Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin (PDS HB Jassin) Jakarta, pada 8 Juni 2018, pada waktu melakukan studi pustaka ke sana, ditemukan karya-karya awal Gerson Poyk dalam sejumlah majalah, yakni dalam majalah mingguan Mimbar Indonesia dan majalah Sastra.

Dalam majalah mingguan Mimbar Indonesia (MI) yang terbit 1947-1966 (hidup selama 19 tahun) yang redaktur sastranya HB Jassin dan AD Donggo, ditemukan karya-karya awal Gerson Poyk berupa puisi. Adapun puisi-puisi awal Gerson Poyk berjudul (1) “Anak Karang” dalam MI Nomor 24, Tahun IX, 11 Juni 1955, halaman 19; (2) “Ulang Tahun” dalam MI Nomor 35, Tahun IX, 27 Agustus 1955, halaman 18; (3) “Sebelah Rumah” dalam MI Nomor 38, Tahun IX, 17 September 1955, halaman 18; (4) “Larut” dalam MI Nomor 38, Tahun IX, 17 September 1955, halaman 18, (5) “Tentang Niskala Aermata dan Malaria” dalam MI Nomor 28, Juli 1960.

Gerson Poyk (1931-2017)

Berdasarkan temuan di atas, dapat disimpulkan bahwa Gerson Poyk menulis karya sastra berupa puisi sejak Juni 1955. Itulah sebabnya beliau dijuluki sebagai Perintis Sastra NTT, yakni orang NTT pertama yang menulis karya sastra. Sastra NTT yang dimaksudkan di sini adalah sastra Indonesia yang bertumbuh dan berkembang di NTT, ditulis dalam bahasa Indonesia.

Setelah menulis puisi, Gerson Poyk menulis cerita pendek (cerpen). Cerpen-cerpen awal Gerson Poyk ditemukan dalam majalah Mimbar Indonesia, yakni (1) “Pertjakapan Selat” dalam MI Nomor 38-39, Tahun XIII, 10 Oktober 1959; (2) “Dalam Kecepatan 40” dalam MI Nomor 21, 21 Mei 1960. Cerpen awal Gerson Poyk yang lain ditemukan dalam majalah bulanan Sastra edisi Nomor 6, Tahun I, Oktober 1961 berjudul “Mutiara di Tengah Sawah” yang mendapat hadiah majalah Sastra sebagai cerpen terbaik pada 1961 itu. Majalah Sastra adalah majalah bulanan yang khusus menerbitkan karya-karya sastra, terbit pertama kali tahun 1961, dipimpin HB Jassin, M. Balfas, dan DS Moeljanto.

Cerpen Gerson berikutnya berjudul “Oleng-Kemoleng” dimuat dalam majalah sastra Horison tahun 1968 dan mendapat pujian dari redaksi majalah sastra Horison pada tahun  itu. Majalah sastra Horison (edisi bulanan 1966-2016, sedangkan mulai 2017 sampai sekarang edisi tiga bulanan). Majalah sastra Horison (edisi bulanan) redakturnya, antara lain HB Jassin, Arief Budiman, Taufiq Ismail, DS Moeljanto, Goenawan Mohammad, dan Sutardji Calzoum Bachri.

Setelah menulis puisi dan cerpen, Gerson Poyk merambah menulis novel. Pada tahun 1964 Gerson Poyk menerbitkan buku novel berjudul Hari-Hari Pertama (BPK Gunung Mulia, Jakarta,1964, 1968). Novel Gerson yang kedua berjudul Sang Guru (Pustaka Jaya, Jakarta, 1971). Novel yang ketiga berjudul Cumbuan Sabana terbit 1979 oleh Penerbit Nusa Indah, Ende. Dengan demikian, di samping sebagai perintis sastra NTT, Gerson Poyk juga sebagai perintis penulisan puisi, penulisan cerpen, dan penulisan novel dalam sastra NTT.

Pada tahun 1975 Gerson Poyk baru menerbitkan buku kumpulan cerpennya yang pernah dimuat dalam berbagai media cetak sebelumnya. Tiga buku antologi cerpen Gerson Poyk diterbitkan serentak, yakni (1) Nostalgia Nusatenggara (1975, 1977); (2) Oleng-Kemoleng & Surat-Surat Cinta Aleksander Rajaguguk (1975, 1977); dan (3) Matias Akankari (1975). Ketiga buku antologi cerpen ini diterbitkan Penerbit Nusa Indah, Ende, penerbit yang ikut berjasa dalam mengangkat karier Gerson Poyk di bidang sastra.

Hari Sastra NTT, 16 Juni

Jasa Gerson Poyk dalam mengangkat citra NTT dalam panggung sastra Indonesia modern sangat besar. Itulah sebabnya tanggal lahir Gerson Poyk yang jatuh pada 16 Juni ditetapkan sebagai Hari Sastra NTT. Hal ini mirip dengan penetapan Hari Sastra Indonesia pada 3 Juli berdasarkan hari lahir sastrawan Indonesia Abdul Moeis yang tanggal lahirnya pada 3 Juli 1883.

Sebagian Peserta Temu 2 Sastrawan NTT di Universitas Flores, Ende pada 8-10 Oktober 2015

Penetapan Hari Sastra NTT 16 Juni terjadi pada Temu 2 Sastrawan NTT yang berlangsung pada 8-10 Oktober 2015 di Universitas Flores, Ende. Temu 2 Sastrawan NTT itu diselenggarakan oleh Kantor Bahasa NTT bersama Universitas Flores. Pada waktu itu Kantor Bahasa NTT dipimpin oleh Luthfi Baihaqi.

Penetapan Hari Sastra NTT 16 Juni itu ditandatangani oleh sepuluh orang tim perumus yang mewakili 60-an sastrawan NTT yang hadir pada Temu 2 Sastrawan NTT tersebut. Ke-10 orang penandatangan Keputusan Temu 2 Sastrawan NTT itu adalah (1) Dr. Yoseph Yapi Taum, (2) Luthfi Baihaqi, S.S., M.A., (3) Mezra E. Pellondou, S.Pd., M.Hum., (4) Drs. Yohanes Sehandi, M.Si., (5) Dra. M.M. Bali Larasati, M.Hum., (6) Mario F. Lawi, S. IKom., (7) Christianto Senda, (8) A.N. Wibisana, (9) Usman D. Ganggang, dan (10) Simon J.B. Sine.

Sebelumnya, pada Temu 1 Sastrawan NTT di Kupang pada 30-31 Agustus 2013, ada usulan agar Provinsi NTT memiliki hari sastra sendiri sebagai bukti eksistensi kehidupan sastra NTT sebagai warga sastra Indonesia. Sempat terjadi perdebatan.

Pada waktu itu belum disepakati karena masih perlu waktu lama untuk mengkaji secara lebih mendalam urgensi Hari Sastra NTT. Setelah dikaji selama dua tahun, maka pada Temu 2 Sastrawan NTT di Ende 2015 ditetapkan Hari Sastra NTT. Maka jadilah 16 Juni setiap tahun sebagai Hari Sastra NTT.

Gerson Poyk dalam Temu 1 Sastrawan NTT di Kupang pada 30-31 Agustus 2013

Apakah penting kita memiliki dan merayakan Hari Sastra NTT 16 juni dan memperingatinya setiap tahun? Jawabannya, sangat penting. Adapun tujuannya sebagai berikut.

Pertama, sebagai kesempatan untuk menanamkan rasa cinta dan rasa bangga kepada warga masyarakat NTT bahwa NTT memiliki kekayaan kultural di bidang sastra dan budaya yang tidak kalah dengan daerah lain di Indonesia.

Kedua, sebagai kesempatan untuk menanamkan kesadaran kepada warga masyarakat NTT tentang pentingnya budaya literasi, budaya  membaca dan menulis, sebagai ciri peradaban modern dan pascamodern, sebagai syarat untuk mengejar kemajuan dan meninggalkan ketertinggalan.

Ketiga, sebagai kesempatan untuk memasyarakatkan karya-karya para sastrawan NTT ke tengah-tengah masyarakat, ke berbagai lembaga pendidikan di tingkat SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA/SMK, dan PT.

Keempat, sebagai kesempatan bagi pemerintah daerah di NTT, baik di tingkat provinsi maupun di tingkat kabupaten/kota di NTT, untuk menjadikan karya para sastrawan NTT sebagai sarana diplomasi budaya NTT di tingkat nasional dan internasional.

Di samping memiliki Hari Sastra NTT, sebelumnya kita memiliki Hari Sastra Indonesia yang diperingati pada 3 Juli setiap tahun. Hari Sastra Indonesia 3 Juli ditetapkan pada 2012 di Bukit Tinggi, Sumatera Barat.

Hari Sastra Indonesia 3 Juli itu mengacu pada tanggal lahir sastrawan Indonesia Abdoel Moeis yang lahir pada 3 Juli 1883 di Bukit Tinggi, meninggal dunia pada 17 Juni 1959 di Bandung. Karya sastra Abdoel Moeis yang cukup terkenal adalah Salah Asuhan (1928), Pertemuan Jodoh (1931), Pangeran Kornel (1931), Surapati (1950), Hendak Berbakti (1951), dan  Robert Anak Surapati (1953). *

Ende, Flores, 16 Juni 2022

Oleh Yohanes Sehandi
Pengamat dan Kritikus Sastra dari Universitas Flores, Ende

 

1 comment for "Mengenang Gerson Poyk di Hari Sastra NTT, 16 Juni"