Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Karakteristik Karya Sastra

Karya sastra memiliki dunia tersendiri. Karya sastra berbeda dengan karya tulis atau karangan yang lain. Berbeda dengan buku-buku sejarah, meskipun kadang-kadang dalam karya sastra terkandung pula kebenaran-kebenaran yang bersifat sejarah. Berbeda dengan buku logika atau matematika, meskipun di dalamnya terdapat pemikiran-pemikiran yang logis yang dapat diterima akal sehat. Juga tidak sama dengan buku-buku geografi (ilmu bumi), meskipun dalam karya sastra tidak sedikit mengambil lokasi tempat atau daerah tertentu yang dapat dijumpai dalam peta.

Karya sastra tidak dapat pula disamakan dengan buku-buku pelajaran agama, meskipun banyak karya sastra yang menampilkan nilai-nilai moral dan pendidikan yang juga diajarkan dalam agama-agama. Karakteristik karya sastra yang berbeda dengan karya-karya lain yang bukan sastra dijelaskan dengan cukup memadai dalam teori formalisme yang muncul di Rusia pada tahun 1900-an yang sering disebut sebagai teori formalisme Rusia, dengan Roman Jakobson (1896-1982) sebagai salah satu tokoh pencetusnya.

Karya sastra, apapun jenisnya, apakah prosa, puisi, maupun drama merupakan pengejawantahan kehidupan hasil pengamatan pengarang (sastrawan) atas hidup dan kehidupan sekitarnya. Karya sastra adalah kehidupan buatan atau rekaan sastrawan.

Kehidupan di dalam karya sastra adalah kehidupan yang telah diwarnai dengan sikap pengarangnya, latar belakang pendidikannya, keyakinannya, keinginannya, cita-cita hidupnya, dan sebagainya. Karena itu, kenyataan atau kebenaran dalam karya sastra tidak bisa disamakan dengan kenyataan atau kebenaran yang ada di sekitar kita. Kebenaran di dalam karya sastra adalah kebenaran keyakinan, bukan kebenaran indrawi seperti yang kita saksikan dalam kehidupan sehari-hari (Suharianto, 1982: 11).

Dalam buku Dasar-Dasar Teori Sastra (1982: 11), Suharianto menggambarkan bahwa bagi sastrawan, realitas alamiah hanyalah bahan mentah, sumber pengambilan ilham. Untuk sampai menjadi sebuah karya sastra, masih perlu pengolahan dalam angan-angan sastrawan.

Bukan sekadar pengolahan dalam arti cara penyampaiannya, melainkan menyangkut pula pemberian nilai-nilai yang lebih tinggi dan agung dari sekadar realitas alamiah tersebut. Karena itu, karya sastra bukanlah semata-mata tiruan alam atau tiruan kehidupan, melainkan  penafsiran pengarang terhadap alam dan terhadap hidup dan kehidupan itu sendiri. Kerja sastrawan bukan sekadar memindahkan apa yang dilihat atau dirasakannya dari kehidupan sekelilingnya.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ada beberapa hal penting yang dominan sebagai karakteristik karya sastra yang membedakannya dengan karya-karya yang bukan sastra.  Adapun karakteristik karya sastra itu bersifat imajinatif, kreatif, dan fiktif. 

Pertama, bersifat imajinatif (daya imajinasi). Daya imajinasi adalah daya membayangkan atau mengkhayalkan segala pengalaman yang pernah menyentuh perasaan dan pikiran seseorang. Suatu kemampuan mengembalikan segala sesuatu yang pernah dialaminya tersebut sehingga tampak menjadi lebih jelas.

Dengan istilah “pengalamannya” di sini bukan selalu harus pernah dialami secara pribadi oleh pengarang. Ia dapat berupa pengalaman orang lain yang barangkali pernah didengar atau dilihatnya, bahkan mungkin pengalaman lewat membaca. Dengan demikian, imajinasi tidak bisa disamakan dengan lamunan atau khayalan kosong belaka, karena kerja imajinasi senantiasa bertolak dari kenyataan-kenyataan dan didukung oleh pengalaman dan pengamatan sastrawan.

Kedua, bersifat kreatif (daya kreasi). Daya kreasi (kreativitas) adalah daya menciptakan sesuatu yang baru, kemampuan menghadirkan sesuatu yang asli, yang baru, yang lain dari yang pernah ada. Itulah sebabnya, dari objek yang sama dapat melahirkan berbagai karya sastra dengan mutu dan bobot yang berbeda-beda karena lahir dari jiwa dan dari daya kreasi (kreativitas) pengarang yang berbeda-beda, baik perbedaan daya imajinasi maupun perbedaan daya kreasinya.          

Objek realitas yang sama bisa melahirkan karya sastra yang berbeda bagi dua atau tiga orang sastrawan, yang seorang mungkin melahirkan kreativitasnya dalam bentuk puisi, yang lain mungkin dalam bentuk cerita pendek (cerpen) atau novel.

Chairil Anwar (1922-1949)

Ketiga, bersifat fiktif (rekaan). Fiktif dari kata fiksi, artinya hanya terdapat dalam khayalan. Dalam ilmu sastra, istilah fiksi memiliki makna yang khas, suatu cerita yang didasarkan atas kenyataan, tetapi sudah disusun kembali sedemikian rupa sehingga menimbulkan makna yang berbeda. Dua sarana yang digunakan dalam penyusunannya adalah daya imajinasi dan daya kreasi. Fiksi dengan demikian, bukan kenyataan yang sesungguhnya, tetapi dibangun atas dasar referensi-referensi kenyataan yang ada dalam masyarakat (Ratna, 2013: 138).

Ciri khas karya sastra yang bersifat imajinatif, kreatif, dan fiktif tersebut menjadikan karya sastra mampu membangkitkan perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran dalam diri seseorang: rasa senang, sedih, marah, benci, rindu, dendam, dan sebagainya.

Semua jenis perasaan dan pikiran tersebut tercipta bukan hanya karena adanya persamaan atau pertautan nasib atau pengalaman, melainkan juga oleh pengaruh teknik penciptaan dan pencitraan karya sastra oleh pengarangnya, misalnya dalam teknik bercerita, dalam pilihan bunyi bahasa, pilihan kata dan kalimat, pilihan ungkapan, penampilan tokoh-tokoh, jalan cerita, latar kejadian, tema atau inti cerita, dan unsur-unsur intrinsik yang lain yang terdapat dalam sebuah karya sastra.

Ketajaman perasaan, daya imajinasi, dan daya kreasi seorang pengarang membuat karya sastra yang diciptakannya mampu menukik lebih jauh ke dalam lubuk hati seseorang sehingga dapat menangkap nilai-nilai luhur dan agung yang terdapat di balik peristiwa-peristiwa alamiah.

Demikian pula jangkauan pandangan seorang pengarang membuat karya sastra yang diciptakannya mampu melampaui dan menerobos pemikiran-pemikiran yang bersifat keseharian. Coba baca karya-karya sastra Indonesia yang kuat dan monumental, antara lain karya penyair legendaris Indonesia, seperti Amir Hamzah, Chairil Anwar, W.S. Rendra, Taufiq Ismail, Sutardji Calzoum Bachri, atau karya novelis legendaris Indonesia, seperti Mochtar Lubis, Pramoedya Ananta Toer, Y.B. Mangunwijaya, Budi Darma, Iwan Simatupang, Andrea Hirata, dan lain-lain.

Oleh sebab itu, karya sastra selalu mengajak penikmatnya untuk merenungkan hidup dan kehidupan ini secara lebih mendalam, mengajak menusia untuk mengenal kemanusiaan agar lebih manusiawi, dan bahkan mampu mengajak mengenal Tuhan Sang Khalik dengan segala kebesaran dan kemuliaan-Nya. Semuanya itu dilakukan karya sastra dengan caranya yang khas, dengan karakteristiknya yang khusus, yakni dengan keindahan dan kehalusan sebagai hasil imajinasi dan kreasi sang pengarang (Suharianto, 1982: 15). 

Lebih lanjut Suharianto menjelaskan, karakteristik karya sastra nyata sekali perbedaannya dengan karya-karya yang bukan sastra. Di satu pihak, karya sastra bukan hanya berupa luapan emosi atau sensasi belaka. Di pihak lain hanya dapat merupakan penyampaian ide-ide atau gagasan-gagasan belaka, sehingga terjerumus ke dalam bentuk-bentuk wejangan, khotbah, renungan, refleksi iman, uraian tentang moral, dan sebagainya. Betapapun baiknya bahasa yang digunakan dalam karya-karya yang bukan karya sastra, efek atau pengaruhnya sangat berbeda.

Sebaliknya, karya sastra merupakan hasil perpaduan harmonis antara kerja perasaan dan pikiran. Merupakan pancaran emosi yang dikendalikan oleh pikiran yang cerdas yang menggugah dan menukik hati nurani seseorang. Karya sastra tidak hanya mementingkan isi, juga tidak hanya mementingkan bentuk (bahasa). Karya sastra selalu berusaha memadukan dua unsur tersebut secara harmonis, isi dan bentuk, dalam satu-kesatuan karya sastra yang utuh dan selesai. Jadilah sebuah karya sastra bersifat etis sekaligus juga estetis.

Daftar Pustaka
Mangunwijaya, Y.B. 1982. Sastra dan Religiositas. Yogyakarta: Kanisius.
Ratna, Nyoman Kutha. 2009. Cetakan ke-5. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ratna, Nyoman Kutha. 2013. Glosarium: 1.250 Entri Kajian Sastra, Seni, dan Sosial Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Suharianto, S. 1980. Teori dan Apresiasi Puisi. Semarang: Eka Marwata.
Suharianto, S. 1982. Dasar-Dasar Teori Sastra. Surakarta: Widya Duta.
 
Ende, Flores, 31 Mei 2022

Oleh Yohanes Sehandi
Pengamat dan Kritikus Sastra dari NTT

 


 

Post a Comment for "Karakteristik Karya Sastra"