Paul Budi Kleden, Perintis Penulisan Kritik Sastra NTT
Tulisan ini merupakan ringkasan makalah yang saya presentasikan dalam
diskusi bertema “Sistem Kritik Sastra Indonesia di
Bali dan NTT.” Diskusi diselenggarakan secara virtual oleh Balai Bahasa Provinsi Bali
bersama Kantor Bahasa Provinsi NTT. Diskuisi yang menampilkan beberapa narasumber itu berlangsung pada Rabu, 4 November 2021, pukul 09.00-15.00.
Diskusi dilakukan dalam rangka penyusunan buku hasil penelitian Balai Bahasa Bali dan Kantor Bahasa NTT yang berjudul “Perkembangan Kritikus dan Sistem Kritik Sastra Indonesia di Bali dan NTT.” Penyusun buku itu adalah tim peneliti dari Balai Bahasa Bali dan Kantor Bahasa NTT. Sebagai narasumber saya memberi masukan lewat makalah dengan judul “Melacak Jejak Kritikus Sastra NTT.”
Agar memudahkan pemahaman para pembaca, pada awal tulisan ini saya memberi batasan singkat pengertian tentang beberapa
istilah, yakni sastra NTT, sastrawan NTT, dan kritikus sastra NTT. Sastra NTT
adalah sastra Indonesia yang bertumbuh dan berkembang di Provinsi NTT.
Sastra NTT ditulis orang-orang NTT dalam bahasa Indonesia dan mencerminkan lokalitas NTT dalam karya sastra.
Sastrawan NTT adalah penulis karya sastra kreatif yang lahir di NTT atau keturunan orang NTT. Para sastrawan NTT itu ada yang mahir dan menonjol di bidang penulisan puisi sehingga biasa disebut penyair. Ada yang menonjol di bidang penulisan cerpen sehingga disebut cerpenis. Ada yang menonjol di bidang penulisan novel sehingga disebut novelis. Ada pula yang menonjol di bidang penulisan naskah drama atau bermain drama sehingga disebut dramawan.
Sedangkan kritikus sastra
NTT adalah penulis telaah sastra sastra yang khusus mengulas atau mengkaji atau menganalisis karya para sastrawan NTT. Adapun jenis kritik sastra yang dibuat kritikus sastra itu, antara lain berupa kritik sastra, esai sastra, resensi buku sastra, tulisan prolog dan epilog buku sastra.
Melacak Jejak Kritik Sastra NTT
Bagaimana melacak jejak kritik
sastra NTT? Ternyata tidak gampang. Data yang harus ditemukan adalah nama dan
alamat kritikus sastra NTT. Apa judul tulisan kritik yang dihasilkan kritikus sastra NTT itu, dan apa nama
media massa penerbitan kritik sastra tersebut. Dalam melacak jejak kritik sastra
NTT media penerbitan atau media publikasi yang dilacak berupa surat kabar, majalah, dan buku.
Sekadar perbandingan, di tingkat nasional
Indonesia, tradisi kritik sastra Indonesia dimulai dan berkembang lewat media massa cetak,
yang kemudian disebut sebagai jenis kritik sastra umum atau jenis kritik sastra media
massa, yang berbeda dengan jenis kritik sastra akademik yang berbasis di perguruan tinggi (PT). Media massa yang menjadi tempat publikasi tulisan kritik sastra awal dalam sastra Indonesia
adalah surat kabar harian (harian), surat kabar mingguan (SKM), dan majalah.
Tradisi
kritik sastra Indonesia yang bermula pada media massa cetak itu dimulai sejak tahun 1930-an dengan pelopornya
Sutan Takdir Alisjabhana (STA). Ada dua media cetak yang memuat tulisan jenis kritik sastra pada masa awal itu adalah Pandji Poestaka dan Poedjangga Baroe. Kritik sastra yang dirintis STA itu dilanjutkan kritikus sastra
Indonesia yang lainnya, seperti HB Jassin, MS Hutagalung, Umar Junus, Dami N. Toda,
Rachmat Djoko Pradopo, Jakob Sumardjo, Korrie Layun Rampan, Ignas Kleden, Maman S. Mahayana, dan lain-lain.
Biasanya, kalau tulisan kritik
sastra di media massa itu sudah dirasa cukup banyak, maka diterbitkan dalam
bentuk buku antologi kritik sastra. Tradisi mengumpulkan tulisan kritik sastra
di media massa kemudian dibukukan, dimulai HB Jassin. HB Jassin berhasil menerbitkan
empat jilid buku kritik sastranya berjudul Kesusastraan
Indonesia Modern dalam Kritik dan Esei (1954, 1955, 1962, 1967). Tradisi
yang dirintis HB Jassin ini dilanjutkan oleh sebagian besar kritikus sastra
Indonesia pada era-era selanjutnya sampai dengan saat ini. Tentu saja ada pengecualiannya.
Berdasarkan hasil pelacakan saya,
tradisi penulisan kritik sastra NTT, tidak dimulai di media massa cetak seperti halnya di tingkat nasional. Hal itu terjadi karena
penerbitan media massa cetak di NTT belum berlangsung lama dibandingkan di
daerah lain di Indonesia, seperti di Jawa, Bali, dan Sumatera.
Saya melakukan pelacakan tulisan kritik sastra terhadap berbagai media massa cetak di NTT sejak tahun 2000. Susah ditemukan tulisan jenis kritik sastra. Artinya, tradisi kritik sastra Indonesia di NTT tidak dimulai di media massa. Juga tidak dikembangkan di media massa. Baru kemudian tulisan kritik sastra muncul di media massa cetak di NTT, seperti surat kabar harian, surat kabar mingguan (SKM), dan majalah.
Hasil
pelacakan saya ditemukan lima jenis kritik sastra NTT pada beberapa
media penerbitan. Kelima jenis kritik sastra NTT itu berupa (1) Kata
pengantar (prolog) dan
epilog dalam buku antologi puisi, antologi cerpen, dan novel karya
sastrawan NTT; (2) Resensi buku
sastra NTT yang kemudian diterbitkan dalam bentuk buku antologi kritik
sastra NTT;
(3) Artikel
kritik sastra pribadi dari beberapa orang yang
kemudian diterbitkan dalam bentuk buku antologi kritik sastra NTT; (4)
Buku antologi kritik
sastra pribadi yang khusus berisi tulisan kritik sastra NTT; (5) Artikel
opini yang berisi kritik atau ulasan karya sastra NTT yang dimuat dalam surat kabar
dan majalah yang terbit di
NTT dan luar NTT.
Perintis Penulisan Kritik Sastra NTT
Berdasarkan hasil penelitian saya terhadap penulisan kritik sastra NTT, ditemukan bahwa orang NTT pertama yang menulis kritik sastra NTT adalah Paul Budi Kleden. Boleh dikatakan, Paul Budi Kleden adalah perintis penulisan kritik sastra NTT. Beliau seorang Pastor Katolik dari Kongregasi Serikat Sabda Allah (SVD) dosen filsafat dan teologi di STFK Ledalero, Maumere.
Paul Budi Kleden lahir pada 16 November 1965 di Waibalun, Larantuka, Flores Timur. Pada tahun 2000 meraih gelar Doktor dalam bidang Teologi di Universitas Freiburg, Jerman. Di samping banyak menulis bidang filsafat, teologi, sosial dan budaya, beliau juga banyak menulis esai dan kritik sastra, terutama kritik sastra NTT. Saat ini Paul Budi Kleden menduduki jabatan periode kedua sebagai Superior General SVD (Pembesar SVD Sejagat) berkedudukan di Roma, Italia.
Perlu ditambahkan juga di sini, orang NTT pertama yang menggeluti dunia kritik sastra di tingkat nasional, dalam artik kritik sastra nasional Indonesia, adalah Dami N. Toda. Beliau lahir di Cewang, Todo-Pongkor, Manggarai, Flores, pada 29 September 1942, meninggal dunia di Hamburg, Jerman pada 10 November 2006. Buku kumpulan kritik sastra Dami N. Toda yang cukup monumental berjudul Hamba-Hamba Kebudayaan (Jakarta, Sinar Harapan, 1984). Kritikus sastra Indonesia yang lain yang berasal dari NTT adalah Ignas Kleden (1948-2024).
Jenis kritik sastra yang dirintis Paul Budi Kleden berupa Kata Pengantar (Prolog) atas buku sastra NTT, baik buku antologi puisi, antologi cerpen, maupun buku novel. Buku sastra NTT pertama yang dikritik atau diulas kritikus sastra NTT Paul Budi Kleden berupa novel berjudul Surat-Surat dari Dili karya Maria Matildis Banda (Ende, Nusa Indah, 2005).
Maria Matildis Banda adalah seorang sastrawan NTT sekaligus sastrawan Indonesia yang dikenal luas secara nasional. Beliau seorang Doktor di bidang Sastra. Kini dosen tetap di Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Udayana, Denpasar, Bali. Di samping menulis novel Surat-Surat dari Dili (2005), Maria Matildis Banda juga menerbitkan novel tebal berjudul Wijaya Kusuma dari Kamar Nomor Tiga (2015), Suara Samudra (2017), dan Bulan Patah (2021).Paul Budi Kleden
Berikut dikemukakan jejak kritikus sastra NTT lewat beberapa jenis media penerbitan kritik sastra NTT. Ada lima jenis kritik sastra yang digunakan para kritikus sastra NTT.
Pertama, Jejak Kritikus Sastra NTT Lewat Prolog (Pengantar) Buku
Tahun
2005.
Paul Budi Kleden, SVD, dengan judul kritik “Surat-Surat yang Menantang Suratan
Tangan” adalah Pengantar (Prolog) untuk buku novel Surat-Surat dari Dili karya Maria Matildis Banda (Ende, Nusa Indah,
2005).
Tahun
2010. Mezra E. Pellondou, dengan judul kritik “Sekarang,
Negeri yang Merdeka itu Bernama “a” PCLK” adalah Pengantar (Prolog) buku novel Atma, Putih Cinta Lamahala Kupang karya
Pion Ratulolly (Kupang, PNRI Cabang Kupang, 2010).
Tahun
2013.
(1) Yohanes Sehandi, dengan judul kritik “Sang Mempelai Itu Bernama Malaka”
adalah Pengantar (Prolog) buku novel Likurai
untuk Sang Mempelai karya R. Fahik (Yogyakarta, Cipta Media, 2013); (2)
Mezra E. Pellondou, dengan judul kritik “Likurai Generasi Muda Malaka, Tidak
Membutuhkan Penggalan Kepala Musuh” adalah Epilog buku novel Likurai untuk Sang Mempelai karya R.
Fahik (Yogyakarta, Cipta Media, 2013); (3) Mag. Puplius Menrad Buru, dengan
judul kritik “Vivere militare est: Hidup Berarti Berjuang” adalah Pengantar
buku novel Aku? karya Yos Mau
(Bandung, Medium, 2013); (4) Leo Kleden, dengan judul kritik “Mengalir Hening
Nyanyi Sunyi” adalah Pengantar buku antologi puisi Mengalirlah Sunyi karya Wilda,CIJ (Imelda Oliva Wisang) (Ende, Nusa
Indah, 2013).
Tahun
2015.
(1) Gerson Poyk, dengan judul kritik “Dari Mata Turun ke Hati” adalah Pengantar (Prolog) buku antologi puisi
Cerita dan Selat Ginsalu karya
sastrawan NTT (Kupang, Kantor Bahasa NTT, 2015); (2) Yohanes Sehandi, dengan
judul kritik “Lokalitas NTT dalam Cerpen” adalah Epilog buku antologi puisi Cerita dan Selat Ginsalu karya sastrawan
NTT (Kupang, Kantor Bahasa NTT, 2015); (3) Marsel Robot, dengan judul kritik
“Benanai Mengalir antara Noy dan Mey” adalah Pengantar buku novel Seperti Benanai, Cintaku Terus Mengalir
untukmu” karya R. Fahik (Yogyakarta, Cipta Media, 2015); (4) Yoseph Yapi
Taum, dengan judul kritik “Lamafa: Heroisme yang tak Bakal Pudar” adalah
Pengantar (Prolog) buku novel Lamafa karya
Fince Bataona (Bekasi, Kandil Semesta, 2015); (5) Alexander Aur, dengan judul
kritik “Lamafa: Diri Sakral dalam Semesta Kehidupan Orang-Orang Lamalera”
adalah Epilog buku novel Lamafa karya
Fince Bataona (Bekasi, Kandil Semesta, 2015); (6) Yoseph Yapi Taum, dengan
judul kritik “Antologi Nyanyian Sasndo: Ketergetaran, Imaji Gelap, dan Tanggung
Jawab Penyair” adalah Pengantar buku antologi puisi Nyanyian Sasando (Editor Yoseph Yapi Taum dan Maria Matildis Banda,
Kupang, Kantor Bahasa NTT, 2015); (7) Kristo Suhardi, dengan judul kritik
“Puisi yang Berdoa dalam Sunyi” adalah Pengantar buku antologi puisi Doa Seorang Penyair karya Eto Kwuta
(Surakarta, Oase Pustaka, 2015);
Tahun
2016.
(1) Paul Budi Kleden, SVD, dengan judul kritik “Lambung yang Lapar dan Gelisah”
adalah Pengantar buku antologi cerpen Tuhan
Mati di Biara karya Hans Hayon (Ende, Nusa Indah, 2015); (2) Stephie
Kleden-Beetz, dengan judul kritik Pun Keabadian Terdiri dari Sekejap Mata”
adalah Penantar buku antologi puisi Jejak-Jejak
Peristiwa karya Fritz meko, SVD (Yogyakarta, Kanisius, 2016).
Tahun
2017.
Valens Daki Soo, dengan judul kritik “Reinkarnasi Soekarno di Ende: dari Orasi
ke Refleksi” adalah Pengantar buku pentigraf Bung Karno, Gereja Katolik, SVD & Pancasila karya Alfred B.
Jogo Ena (Yogyakarta, Bajawa Press, 2015).
Yoseph Yapi Taum
Tahun
2019.
(1) Maria Matildis Banda dan Fanny Poyk, dengan judul kritik “Tema dan Kekuatan
Konflik dalam Merangkai Alur Cerita” adalah Pengantar buku antologi cerpen Narasi Rindu karya sastrawan NTT (Editor
Maria Matildis Banda dan Fanny Poyk, Jakarta, Kosa Kata Kita, 2019); (2)
Yohanes Sehandi, dengan judul kritik “Introduction” adalah Pengantar buku
antologi cerpen The Anatomy of Travel karya Gerson Poyk (Penerjemah Gill
Westaway, Jakarta, Lontar Foundation, 2019); (3) Maria Matildis Banda dan I
Nyoman Weda Kusuma, dengan judul kritik “Menemukan Makna dalam Kosa Kata dan
Diksi” adalah Pengantar buku antologi cerpen Ruang Bagiku karya 7 penyair dari Sikka (Editor Maria Matildis
Banda dan I Nyoman Weda Kusuma, Jakarta, Kosa Kata Kita, 2019); (4) Yasintus
Runesi, dengan judul kritik “Vertikalitas dan Epifani: Tubuh dalam Pelajaran dari Orang Samaria” adalah
Pengantar buku antologi puisi Pelajaran
dari Orang Samaria karya Giovanni AL Arum (Kupang, Komunitas Dusun
Flobamora, 2019); (5) Reinard L. Meo, dengan judul kritik “Yang Mencegat, yang
Mendorong” adalah Pengantar buku antologi puisi Perihal Pulang karya Milla Lolong (Malang, Kuncup, 1019); (6) Yasintus
Runesi, dengan judul kritik “Ina Bo’i Silang Peristiwa: Subjek, Yang-Ultim dan
Yang-Lain” adalah Pengantar buku antologi puisi Di Kaki Ina Bo’I (Sipri Senda, Kupang, Komunitas Sastra Dusun
Flobamora, 2019).
Tahun
2020.
(1) Yoseph Yapi Taum, dengan judul kritik “Bung Karno dalam Refleksi Kultural
Bangsa” adalah Pengantar buku antologi pentigraf Bung Karno dalam Tiga Paragraf karya Alfred B. Jogo Ena
(Yogyakarta, Bajawa Press, 2020); (2) Yohanes Sehandi, dengan judul kritik
“Kepada Pedang dan Nyala Api: Seruling Perdamaian dari Bumi Flobamora” adalah
Pengantar buku antologi puisi Kepada
Pedang dan Nyala Api karya sastrawan NTT (Editor Julia Daniel Kotan,
Jakarta, Kosa Kata Kita, 2020); (3) Yohanes Sehandi, dengan judul “Refleksi
Keseharian Seorang Penyair dengan Sesama, Lingkungan, dan Tuhannya” adalah
Pengantar buku antologi puisi Kasut Lusuh karya Fritz Meko, SVD (Yogyakarta,
Pohon Cahaya, 2020).
Kedua, Jejak Kritikus Sastra NTT Lewat Buku Antologi Resensi
Bentuk kritik sastra
yang kedua berupa resensi buku antologi resensi buku sastra. Sampai dengan saat
ini, baru satu judul buku yang menghimpun resensi buku sastra NTT, berjudul Dari Avontur ke Wasiat Kemuhar: Antologi
Ulasan Buku Sastra Karya Penulis NTT (Editor A. Nabil Wibisana dan
Christian Senda, Kupang, Kantor Bahasa NTT, 2015). Buku ini menghimpun 13 judul
resensi buku sastra karya para sastrawan NTT.
Ketiga, Jejak Kritikus Sastra Lewat Buku Antologi Esai dan Kritik Sastra NTT
Bentuk kritik sastra
yang ketiga berupa artikel kritik sastra dalam buku antologi kritik sastra.
Sampai dengan saat ini, baru satu judul buku yang menghimpun artikel kritik
sastra NTT, berjudul Antologi Esai dan
Kritik Sastra NTT (Editor Yohanes Sehandi, Jakarta, Kosa Kata kita, 2021).
Buku ini menghimpun 50 artikel kritik sastra terhadap karya para sastrawan NTT.
Keempat, Jejak Kritikus Sastra NTT Lewat Buku Kritik Sastra Pribadi
Bentuk kritik sastra
yang keempat berupa buku antologi kritik sastra pribadi. Sampai dengan saat ini
ada dua buku antologi kritik sastra pribadi, yakni (1) Natal dan Paskah dalam Kontemplasi Penyair karya AG Hadzarmawit
Netti (Surabaya, You Publishing, 2013); (2) Sastra
Indonesia di NTT dalam Kritik dan Esai karya Yohanes Sehandi (Yogyakarta,
Ombak, 2017); (3) Dari Prolog ke Epilog
karya Yoseph Yapi Taum (Yogyakarta, Lamalera, 2021).
Kelima, Jejak Kritikus Sastra NTT Lewat Opini Sastra di Media Cetak NTT
Bentuk kritik sastra yang kelima berupa artikel opini sastra dalam sejumlah surat kabar dan majalah yang terbit di NTT dan di luar NTT, antara lain di harian Pos Kupang, Flores Pos, Victory News, Timor Express, majalah Kabar NTT, majalah Cakrawala NTT, dan majalah Warta Flobamora (Surabaya). *
Ende, Flores, 4 November 2021
Oleh Yohanes Sehandi
Pengamat dan Kritikus Sastra NTT dari Universitas Flores, Ende
Mantap..... ulasannya Pak
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteSalam ke Lembata Pak Guru Thomas Swalar. Teruslah berliterasi untuk membangun peradaban.
ReplyDelete