Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Pengantar Editor dalam Buku Antologi Esai dan Kritik Sastra NTT

Syukur kepada Tuhan dan sesama atas penerbitan buku ini. Ini bagian dari kerinduan dan kepedulian Komunitas Rumah Sastra Kita (RSK) NTT selama ini. Komunitas RSK NTT adalah sebuah komunitas sastra orang-orang NTT yang bergabung dalam grup media sosial WhatsApp (WA) yang dibentuk pada Januari 2018. Sebelumnya, Komunitas RSK NTT telah menerbitkan empat judul buku antologi, dua antologi puisi dan dua antologi cerpen. Kedua buku antologi puisi adalah Bulan Peredam Prahara (2018) dan Kepada Pedang dan Nyala Api (2020). Sedangkan dua buku antologi cerpen adalah Perempuan dengan Tiga Senyuman (2018) dan Narasi Rindu (2019).

Pada tahun 2021 ini Komunitas RSK NTT menerbitkan buku antologi esai dan kritik sastra. Ini sesuatu yang baru bagi Komunitas RSK NTT, meski dalam sejarah sastra NTT penerbitan buku semacam ini bukan sesuatu yang baru. Sebelumnya, pada tahun 2015, Kantor Bahasa NTT, pada masa kepemimpinan M. Luthfi Baihaqi, telah menerbitkan buku himpunan resensi buku-buku sastra NTT dengan judul Dari Avontur ke Wasiat Kemuhar (2015) dengan Editor A. Nabil Wibisana dan Christian Senda. Buku ini menghimpun sebelas artikel resensi buku sastra NTT dengan tebal 148 halaman. Diluncurkan bersama beberapa buku antologi yang lain pada waktu Temu 2 Sastrawan NTT di Universitas Flores, Ende, pada 8-10 Oktober 2015.

Sebelum memperkenalkan buku Antologi Esai dan Kritik Sastra NTT ini saya merasa perlu untuk memberikan penjelasan singkat dan gambaran umum tentang apa itu sastra NTT, siapa itu sastrawan NTT, bagaimana sejarah awal sastra NTT, siapa perintisnya, siapa saja yang masuk kelompok sastrawan NTT,  dan bagaimana kinerja para sastrawan NTT.

Sastra NTT dan Sastrawan NTT

Apa itu sastra NTT? Sastra NTT yang dimaksudkan di sini adalah sastra Indonesia yang bertumbuh dan berkembang di Provinsi NTT (Nusa Tenggara Timur). Sastra NTT juga bisa diartikan sebagai sastra Indonesia warna daerah atau warna lokal Provinsi NTT. Sastra NTT adalah bagian dari sastra nasional Indonesia yang memberi warna khas daerah NTT dalam sastra Indonesia. Sastra NTT berbeda dengan “sastra daerah NTT.” Sastra daerah NTT ditulis dalam bahasa-bahasa daerah di NTT, sedangkan sastra NTT ditulis dalam bahasa Indonesia, sebagaimana halnya dengan sastra Indonesia di provinsi-provinsi lain di Indonesia.

Siapa itu sastrawan NTT? Sastrawan NTT adalah penulis karya sastra NTT dalam bahasa Indonesia yang “berasal dari NTT” atau “keturunan orang NTT.” Berasal dari NTT maksudnya, sastrawan itu bisa lahir dan tinggal di NTT, bisa pula lahir di NTT, tetapi tinggal di luar NTT. Sastrawan yang lahir dan tinggal di NTT, misalnya Mezra E. Pellondou, lahir di Kupang (NTT) pada 21 Oktober 1969 dan tinggal di NTT sampai sekarang ini. Sastrawan yang lahir di NTT, tetapi tinggal di luar NTT, misalnya Dami N. Toda, lahir di Cewang, Pongkor, Manggarai (NTT) pada 29 September 1942, tetapi tinggal di Yogyakarta, Jakarta, kemudian Hamburg (Jerman) sampai meninggal dunia pada 10 November 2006. Baik Mezra E. Pellondou maupun Dami N. Toda adalah sastrawan NTT. Di tingkat nasional keduanya adalah sastrawan Indonesia. Keduanya masuk dalam buku Apa & Siapa Penyair Indonesia (Editor Maman S. Mahayana, 2017).

Sedangkan sastrawan NTT yang merupakan keturunan orang NTT maksudnya, sastrawan itu meskipun lahir di luar NTT, tetapi keturunan (berdarah) NTT. Misalnya, Fanny J. Poyk, lahir di Bima (NTB) pada 18 November 1960, tetapi dari orang tua NTT, yakni Gerson Poyk. Gerson Poyk adalah sastrawan dari NTT, lahir di Namodale, Rote (NTT), pernah tinggal di Bima, di Maluku, Bali, Surabaya, dan Jakarta. Fanny J. Poyk anak sulung Gerson Poyk, kini tinggal di Jakarta. Dia adalah sastrawan NTT. Di tingkat nasional Fanny J. Poyk adalah sastrawan Indonesia, masuk dalam buku Apa & Siapa Penyair Indonesia (Editor Maman S. Mahayana, 2017).

Sejarah Awal Sastra NTT dan Perintisnya

Sejak kapan sastra NTT dimulai? Ini pertanyaan sulit, tetapi harus dijawab untuk kepastian sejarah. Menurut saya, sastra NTT dimulai sejak orang NTT menulis dan mempublikasikan karya sastranya kepada masyarakat luas. Dalam penelusuran saya, orang NTT pertama yang menulis karya sastra adalah Gerson Poyk. Gerson Poyk lahir pada 16 Juni 1931 di Namodale, Kabupaten Rote Ndao, NTT, meninggal dunia pada 24 Februari 2017 di Depok, Jawa Barat, dalam usia 86 tahun, dan dimakamkan di Kota Kupang. Dalam kariernya sebagai sastrawan, Gerson Poyk telah menulis tidak kurang dari 40 judul buku, yang terdiri atas buku-buku novel, cerita pendek, puisi, karya jurnalistik, dan renungan filsafat. Masih banyak buku Gerson Poyk yang masih dilacak.

Berdasarkan hasil temuan saya, sastra NTT dimulai sejak tahun 1955, dihitung sejak orang NTT pertama, Gerson Poyk, menulis karya sastra dan mempublikasikannya kepada masyarakat umum. Dia adalah perintis sastra NTT. Sejarah awal sastra NTT yang dimulai tahun 1955 ini merupakan “revisi” atas temuan lama saya sebelumnya. Temuan lama saya sebelumnya menyebutkan, sejarah awal sastra NTT dimulai tahun 1961, dengan perintisnya Gerson Poyk. Temuan lama itu, tersebar dalam berbagai tulisan saya di berbagai media cetak dan media siber (online), juga dalam ketiga buku saya, Mengenal Sastra dan Sastrawan NTT (2012), Sastra Indonesia Warna Daerah NTT (2015), dan Sastra Indonesia di NTT dalam Kritik dan Esai (2017.

Dalam perjalanan waktu, pada pertengahan 2018, saya menemukan sejumlah dokumen baru dan data otentik berkaitan dengan sejarah awal sastra NTT. Sejumlah dokumen baru dan data otentik itu saya temukan di Pusat Dokumentasi Sastra H. B. Jassin (PDS H. B. Jassin), Jakarta, pada 8 Juni 2018, waktu melakukan studi pustaka ke sana. Dokumen baru dan data otentik itu ditemukan dalam majalah mingguan Mimbar Indonesia (MI) dan majalah bulanan Sastra. Data lain saya dapatkan dari sastrawan Fanny J. Poyk, anak sulung Gerson Poyk. Temuan baru itu menunjukkan bahwa Gerson Poyk mulai menulis karya sastra sejak Juni 1955, bukan sejak Oktober 1961. Jenis karya sastra awal Gerson Poyk berupa puisi, bukan cerpen. Puisi awal Gerson Poyk berjudul “Anak Karang” (1955), bukan cerpen yang berjudul “Mutiara di Tengah Sawah” (1961). Hasil temuan baru ini saya publikasikan di harian Florespos.com edisi 28 September 2019 dan harian Pos Kupang edisi 3 Oktober 2019 dengan judul “Revisi Sejarah Awal Sastra NTT.”

Dalam majalah mingguan Mimbar Indonesia (MI) yang terbit 1947-1966, yang redaktur sastranya H. B. Jassin dan A. D. Donggo, ditemukan karya awal Gerson Poyk berupa puisi. Adapun judul-judul puisi awal Gerson Poyk adalah (1) “Anak Karang” dalam MI Nomor 24, Tahun IX, 11 Juni 1955, halaman 19; (2) “Ulang Tahun” dalam MI Nomor 35, Tahun IX, 27 Agustus 1955, halaman 18; (3) “Sebelah Rumah” dalam MI Nomor 38, Tahun IX, 17 September 1955, halaman 18; (4) “Larut” dalam MI Nomor 38, Tahun IX, 17 September 1955, halaman 18, (5) “Tentang Niskala Aermata dan Malaria” dalam MI Nomor 28, 9 Juli 1960.

Selanjutnya, cerpen-cerpen awal Gerson Poyk dalam majalah Mimbar Indonesia (MI), adalah (1) “Pertjakapan Selat” dalam MI Nomor 38-39, Tahun XIII, 10 Oktober 1959; (2) “Dalam Kecepatan 40” dalam MI Nomor 21, 21 Mei 1960. Cerpen awal Gerson Poyk yang lain ditemukan dalam majalah bulanan Sastra edisi Nomor 6, Tahun I, Oktober 1961 berjudul “Mutiara di Tengah Sawah.” Majalah Sastra adalah majalah bulanan yang terbit pertama kali tahun 1961, dipimpin H. B. Jassin, M. Balfas, dan D. S. Moeljanto.

Setelah mempublikasikan puisi-puisinya sejak 1955 dan cerpen-cerpennya sejak tahun 1959, tahun 1964 Gerson Poyk mulai menerbitkan buku-buku sastranya. Buku sastra pertama yang diterbitkan berupa novel, berjudul Hari-Hari Pertama (BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1964, 1968). Beliau juga orang NTT pertama yang menulis novel. Novel Gerson Poyk yang kedua berjudul Sang Guru (Pustaka Jaya, Jakarta, 1971), dan novel ketiga Cumbuan Sabana (Nusa Indah, Ende,  1979). Dengan demikian, di samping sebagai perintis sastra NTT, Gerson Poyk juga sebagai perintis penulisan puisi, penulisan cerpen, dan penulisan novel dalam sastra NTT.

Pada tahun 1975 Gerson Poyk menerbitkan sekaligus tiga buku antologi cerpen, yakni (1) Nostalgia Nusatenggara (1975, 1977); (2) Oleng-Kemoleng & Surat-Surat Cinta Alek-sander Rajaguguk (1975, 1977); dan (3) Matias Akankari (1975). Ketiga buku ini diterbitkan Penerbit Nusa Indah, Ende, penerbit yang berjasa melambungkan nama Gerson Poyk. Pada tahun 1985 Gerson Poyk menerbitkan buku puisi pertamanya berjudul Anak Karang (Lukman, Yogyakarta, 1985) dan buku puisi kedua berjudul Dari Rote ke Iowa (Kosa Kata Kita, Jakarta, 2016).

Sastrawan NTT dan Kinerjanya

Setelah Gerson Poyk merintis penulisan karya sastra tahun 1955, muncul kemudian sejumlah nama sastrawan NTT. Meskipun muncul nama-nama baru, sejak 1955 sampai 2000, nama-nama sastrawan NTT yang tampil masih bisa dihitung dengan jari. Para sastrawan senior NTT ini dapat disebutkan, antara lain Gerson Poyk, Ris Therik, Virga Belan, Julius Sijaranamual, Dami N. Toda, A. G. Hadzarmawit Netti, Frans Mido, Umbu Landu Paranggi, Ignas Kleden, John Dami Mukese, Maria Matildis Banda, Fanny J. Poyk, Bernard Tukan, dan lain-lain.

Terhitung mulai tahun 2000, nama-nama sastrawan NTT ramai bermunculan, semarak di berbagai surat kabar dan majalah. Buku-buku sastra mulai ramai diterbitkan. Mereka berani tampil di panggung sastra, baik di panggung sastra NTT maupun panggung sastra nasional Indonesia. Bidang karya sastra yang mereka geluti pun sudah beragam. Ada yang menulis puisi, cerpen, novel, dan drama, bahkan merangkap sebagai pengamat dan kritikus sastra.

Sastrawan NTT generasi tahun 2000-an, dapat disebutkan, antara lain Mezra E. Pellondou, Usman D. Ganggang, Willy A. Hangguman, Agust Dapa Loka, Willem Berybe, Yoss Gerard Lema, Marsel Robot, Vincen Jeskial Boekan, Yoseph Yapi Taum, Petrus Kembo, Buang Sine, Sr. Wilda, CIJ (Imelda Oliva Wisang), Sipri Senda, Steph Tupeng Witin, Santisima Gama, Amanche Franck Oe Ninu, Bara Pattyradja, Jefta Atapeni, Robertus Fahik, Fritz Meko, SVD, Christian Dicky Senda, Pion Ratulolly, Christo Ngasi, Mario F. Lawi, Ruben Paineon, Kopong Bunga Lamawuran, Yoseph Bruno Dasion, Erlyn Lasar, Fince Bataona, Hans Hayon, Felix K. Nesi, Monika N. Arundhati, Milla Lolong, Yurgo Purab, Frid da Costa, Eto Kwuta, Erich Langobelen, Alfred B. Jogo Ena, Martin da Silva, Alexander Aur, Ardi Suhardi, Kristopel Bili, Yosman Seran, Berto Tukan, Oriol Dampuk, Nikolaus Loy, Paulus Heri Hala, Giovani AL Arum, Lee Risar, Sandra Oliva Frans, Jimmy Meko Hayong, Ignas Kaha, Mariah Rose Lewuk, Ian CK, Mikhael Wora, Fian N., Elvira Hamapati, Aris Woghe, Stefanus Dampur, Gody Usnaat, Ignas N. Hayon, Ishack Sonlay, Ivan Nestorman, Charles Beraf, Reinard L. Meo, Yogen Sogen, Bruno Rey Pantola, Chee Nardi Liman, Petrus Nandi, Mario D. E. Kali, Veran Making, Jemmy Piran,  Walter Arryanto, Irno Januario, Maria Marietta Bali Larasati, Marselinus Aluken, Marianus Mantovanny Tapung dan masih banyak lagi.

Perlu dicatat pula, sebanyak 25 orang sastrawan NTT masuk dalam buku Apa & Siapa Penyair Indonesia (2017) yang diterbitkan Yayasan Hari Puisi Indonesia, Jakarta, dengan Editor kritikus sastra Maman S. Mahayana, dan Tim Kurator sastrawan Sutardji Calzoum Bachri, Abdul Hadi W.M., Rida K. Liamsi, Ahmadun Y. Herfanda, dan Hasan Aspahani. Adapun kurator dan kontributor untuk Provinsi NTT adalah Yohanes Sehandi dan Julia Daniel Kotan.

Ke-25 sastrawan NTT yang masuk dalam buku Apa & Siapa Penyair Indonesia itu (sesuai abjad) adalah Agust Dapa Loka, Alexander Aur, Amanche Franck Oe Ninu, Bara Patty-radja, Bernard Tukan, Christian Dicky Senda, Dami N. Toda, Erich Langobelen, Fanny J. Poyk, Frid da Costa, Gerson Poyk, Jefta Atapeni, John Dami Mukese, Kristopel Bili, Mario F. Lawi, Marsel Robot, Mezra E. Pellondou, Paulus Heri Hala, Santisima Gama, Suster Wilda (Imelda Oliva Wisang), Umbu Landu Paranggi, Usman D. Ganggang, Willy A. Hangguman, Yoseph Yapi Taum, dan Yoss Gerard Lema.

Para sastrawan kebanggaan NTT ini, baik yang disebutkan di atas maupun yang belum, telah berkarya sastra. Mereka menulis buku-buku sastra, mengangkat warna lokal atau warna daerah dan citra masyarakat dan budaya NTT di panggung sastra Indonesia. Kinerja para sastrawan NTT dapat diukur dari jumlah buku sastra yang mereka terbitkan, yang terdiri atas buku puisi, buku cerpen, buku novel, dan buku drama.

Berdasarkan data yang saya miliki, karya para sastrawan NTT yang telah diterbitkan dalam bentuk buku, sampai dengan pertengahan Mei 2021 ini, sebanyak 264 judul buku sastra. Adapun perinciannya, buku puisi sebanyak 115 judul, buku cerpen sebanyak 60 judul, buku novel sebanyak 84 judul, dan buku drama sebanyak 5 judul. Ke-264 buku sastra NTT yang saya datakan di atas memiliki data publikasi lengkap yang dapat dipertanggungjawabkan, yang terdiri atas: nama sastrawan, judul buku sastra, tahun terbit buku, nama penerbit, dan kota tempat penerbit.

Penerbitan buku puisi dalam sastra NTT dimulai oleh Dami N. Toda tahun 1976, dengan judul Penyair Muda di Depan Forum (Dewan Kesenian Jakarta, Jakarta, 1976). Penerbitan buku cerpen dimulai oleh Gerson Poyk tahun 1975, dengan judul Nostalgia Nusatenggara (Nusa Indah, Ende, 1975). Penerbitan buku novel dimulai oleh Gerson Poyk pada tahun 1964, dengan judul Hari-Hari Pertama (BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1964). Penerbitan buku drama dimulai oleh Marianus Mantovanny Tapung dan Rm. Beben Gaguk, Pr. dengan judul Pastoral Panggung: Bunga Rampai Drama Teater (Parrhesia Institut, Jakarta, 2012).

Sedikit tentang Esai dan Kritik Sastra

Baik esai sastra maupun kritik sastra, adalah dua jenis tulisan yang masuk dalam kelompok “karya telaah sastra.” Karya telaah sastra berisi ulasan karya sastra atau analisis karya sastra atau kajian karya sastra. Perbedaan antara esai sastra dan kritik sastra sebagai berikut. Esai sastra adalah karya telaah sastra yang berisi apresiasi atau penghargaan terhadap karya sastra berdasarkan resepsi (penerimaan) dan persepsi (tanggapan) yang diterima penulis esai (esais) pada waktu membaca karya sastra tersebut, tanpa berpretensi memberi penilaian baik dan buruknya karya yang diulasnya. Sedangkan kritik sastra adalah karya telaah sastra yang, di samping berisi apresiasi atau penghargaan terhadap karya sastra berdasarkan resepsi (penerimaan) dan persepsi (tanggapan) yang diterimanya pada waktu membaca karya sastra tersebut, tetapi juga penulis kritik (kritikus) berpretensi memberi penilaian baik dan buruknya karya sastra tersebut.

Kalau meminjam uraian kritikus sastra Maman S. Mahayana dalam bukunya Kitab Kritik Sastra (2015, halaman xxxi – xlv), tentang persamaan dan perbedaan esai sastra dan kritik sastra,  esai sastra berisi tiga tahapan, yakni tahapan deskripsi (menggambarkan), interpretasi (menafsirkan), dan analisis (menguraikan), sedangkan kritik sastra berisi empat tahapan, yakni tahapan deskripsi, interpretasi, analisis, dan evaluasi (menilai). Kritik sastra berpuncak pada tahapan evaluasi, yakni tahapan menilai baik buruknya karya sastra, sedangkan esai sastra tidak.

Dengan demikian, perbedaan antara esai sastra dan kritik sastra terletak pada unsur penilaian. Dalam praktiknya, ada karya telaah sastra yang dengan eksplisit memberi penilaian terhadap karya sastra, ada pula yang tidak, sehingga menyulitkan pembedaan, apakah itu esai sastra atau kritik sastra. Memang, ada esai sastra dan kritik sastra dapat dibedakan dengan jelas, namun ada yang susah dibedakan. Hal yang sama terjadi pula dalam buku Antologi Esai dan Kritik Sastra NTT ini. Ada artikel dalam buku ini yang posisinya jelas sebagai esai sastra, ada pula yang jelas sebagai kritik sastra. Namun, banyak artikel yang kurang jelas posisinya, antara esai dan kritik sastra. Itulah sebabnya, dalam buku ini esai sastra dan kritik sastra digabungkan. 

Antologi Esai dan Kritik Sastra NTT

Tibalah saatnya kita mengulas buku ini. Sejak diumumkan kepada publik pada pertengahan Januari 2021 sampai batas akhir penerimaan artikel 15 April 2021, jumlah artikel esai dan kritik sastra NTT yang diterima Editor sebanyak 63 judul. Setelah diseleksi, baik oleh Editor maupun oleh Tim Kurator yang terdiri atas Yoseph Yapi Taum, Marsel Robot, dan JB Kleden, maka diputuskan 50 artikel esai dan kritik sastra NTT yang lolos untuk diterbitkan dalam buku ini.

Buku Antologi Esai dan Kritik Sastra NTT dibagi dalam tiga bagian. Begian Pertama: Esai dan Kritik Puisi NTT, terdiri atas 21 artikel. Bagian Kedua: Esai dan Kritik Cerpen NTT, terdiri atas 16 artikel. Bagian Ketiga: Esai dan Kritik Novel dan Drama NTT, terdiri atas 13 artikel.

Seperti sudah disebutkan di atas, buku ini memuat 50 artikel esai dan kritik sastra NTT. Ke-50 artikel tersebut ditulis oleh 43 penulis, karena ada penulis yang menulis dua artikel. Penulis yang menulis dua artikel adalah Christian Dan Dadi, Imelda Oliva Wisang, JB Kleden, Maria Matildis Banda, Yohanes Sehandi, dan Yasintus Ratu. Dilihat dari riwayat hidup setiap penulis artikel, dari 43 penulis artikel tersebut, sebanyak 37 penulis adalah orang-orang NTT, baik yang tinggal di NTT maupun di luar NTT, sedangkan 6 penulis artikel berasal dari luar NTT.

Adapun ke-6 penulis artikel yang berasal dari luar NTT adalah (1) Agus Sri Danardana, lahir di Stragen, Jawa Tengah, pada 23 Oktober 1959, kini menjadi Peneliti Ahli Madya di Badan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI; (2) Ardi Wina Saputra, lahir di Malang, Jawa Timur, pada 17 Mei 1992, kini dosen di Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya, Kampus Kota Madiun, Jawa Timur; (3) Bambang Widiatmoko, lahir di Yogyakarta,  kini dosen di Universitas Mercu Buana, Jakarta; (4) Fini Marjan, lahir di Pati, Jawa Tengah, pada 4 Agustus 1986, kini menjadi pengelola Toko Buku Sastra Online di Tangerang, Banten; (5) I Nyoman Suaka, lahir di Tabanan, Bali, pada 1962, kini Wakil Rektor I Bidang Akademik, IKIP Saraswati, Tabanan, Bali; (6) Lidwina Ika, lahir di Magelang, Jawa Tengah, pada 23 April 1968, kini dosen di Universitas Universal, Batam, Kepulauan Riau.

Sastrawan NTT yang karyanya diulas dalam buku ini sebanyak 37 sastrawan. Dari 37 sastrawan NTT itu, sastrawan yang karyanya banyak diulas adalah (1) Gerson, ada 6 artikel; (2) Imelda Oliva Wisang, ada 5 artikel (2 karya dalam nama Wilda, CIJ, 3 karya dalam nama Imelda Oliva Wisang); (3) Mezra E. Pellondou, ada 3 artikel; (4) Maria Matildis Banda, ada 2 artikel; (5) Aris Woghe, ada 2 artikel; (6) Mario F. Lawi, ada 2 artikel. Sedangkan 31 sastrawan NTT yang lain masing-masing diulas satu artikel.

Pada bagian akhir Pengantar Editor ini, saya meng-ucapkan terima kasih kepada Komunitas Rumah Sastra Kita (RSK) NTT dengan koordinator Yoseph Yapi Taum, yang mempercayakan saya menangani penerbitan buku ini. Terima kasih kepada 43 penulis artikel yang mengirimkan artikel esai dan kritik sastranya untuk buku ini. Terima kasih khusus kepada enam penulis artikel yang berasal dari luar NTT yang telah menunjukkan pedulinya terhadap sastra dan sastrawan NTT. Terima kasih kepada 37 sastrawan NTT yang karyanya diulas dalam buku ini. Terima kasih kepada Tim Kurator yang telah menyeleksi artikel-artikel yang dimuat dalam buku ini.

Terakhir, terima kasih kepada Kurniawan Junaedhie, (Mas KJ) Direktur Penerbit Kosa Kata Kita (KKK) Jakarta atas kerja sama yang baik menerbitkan buku ini. *


Oleh Yohanes Sehandi
Editor Buku
 
(Diambil dari buku Antologi Esai dan Kritik Sastra NTT, Editor Yohanes Sehandi, Penerbit Kosa Kata kita, Jakarta, 2021)

2 comments for "Pengantar Editor dalam Buku Antologi Esai dan Kritik Sastra NTT"

  1. Semoga kami bisa mendapatkan buku ini.

    ReplyDelete
  2. Mantap Bapak Kritikus Sastra NTT,salam santun dan sehat selalu mengawal sastra NTT

    ReplyDelete