Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Tantangan Perguruan Tinggi Tahun 2016

Upaya meningkatkan kualitas perguruan tinggi (PT) di Indonesia, juga di Provinsi NTT, tahun 2016 ini mengalami tantangan berat. Tantangan itu tidak hanya dialami perguruan tinggi swasta (PTS), juga perguruan tinggi negeri (PTN). Ada tantangan baru tahun 2016 ini,  ada pula tantangan lama yang merupakan bawaan tahun 2015.

Tantangan baru PT tahun 2016 adalah pemberlakuan perdagangan bebas di antara sepuluh negara Asia Tenggara (ASEAN) yang kita kenal dengan nama Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). MEA berlaku efektif mulai tahun 2016. Setiap negara ASEAN harus siap menyukseskan MEA yang merupakan komitmen bersama negara-negara  ASEAN.

Dalam dunia pendidikan tinggi, dosen dan mahasiswa dari program studi (prodi) apa saja dan dari PT mana pun di negara-negara ASEAN bebas masuk-keluar PT Indonesia. Dosen dan mahasiswa dari prodi dan PT mana pun di Indonesia juga bebas masuk-keluar PT di negara-negara ASEAN. Meskipun ada batas kebebasan yang disepakati bersama, namun pemberlakuan MEA memunculkan persaingan ketat antara PT di berbagai negara ASEAN. PT yang siap dan mampu bersaing akan berjaya dan eksis. Sebaliknya, PT yang tidak siap dan lemah akan merana dan tergusur dalam perjalanan waktu.

Tantangan PT Indonesia yang merupakan bawaan tahun 2015 masih menjadi pekerjaan berat PT pada tahun 2016 ini. Sejumlah tantangan lama itu, antara lain peningkatan status akreditasi prodi dan akreditasi institusi PT, pemenuhan rasio dosen dan mahasiswa, dan peningkatan hasil penelitian dan publikasi ilmiah para dosen.

Pertama, peningkatan status akreditasi prodi dan institusi PT. Prodi dan PT yang sehat harus mendapatkan status akredikasi dari BAN-PT (Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi). Prodi dan PT yang tidak mendapatkan status akreditasi dari BAN-PT tidak diakui, secara otomatis ditutup, karena termasuk ilegal. Adapun status akreditasi yang diakui adalah A, B, dan C. Akreditasi terendah C, tertinggi A. Prodi dan PT yang akrediasi C harus berjuang menjadi B, yang B berjuang menjadi A.

Berdasarkan berita Kompas (29/12/2015), dari 4.274 jumlah PT di Indonesia, yang sudah terakreditasi institusi baru 852 PT, yang belum terakreditasi 3.422 PT. Untuk akreditasi prodi, dari 21.657 jumlah prodi yang ada di Indonesia, yang sudah terakreditasi 19.047 prodi, yang belum terakreditasi 2.610 prodi. Tahun 2016 ini merupakan tantangan berat bagi PT dan prodi untuk mendapatkan status akreditasi, minimal C, syukur kalau dapat B dan A.

Dalam penerimaan pegawai baru, baik PNS maupun swasta, status akreditasi ijazah para pelamar diperhitungkan. Pelamar yang diprioritaskan diterima yang ijazahnya akreditasi A dan B. Ini terlihat pada persyaratan penerimaan PNS di lingkungan instansi vertikal, yang hanya menerima tamatan yang prodinya akreditasi A dan B. Masih beruntung, calon PNS dari instasi (SKPD) otonomi daerah (dinas, badan, dan kantor) yang akreditasi C masih bisa diterima. Ke depan, syarat akreditasi A dan B yang menjadi prioritas untuk diterima.

Kedua, pemenuhan rasio dosen dan mahasiswa. Sesuai dengan ketentuan yang berlaku, rasio/perbandingan jumlah dosen dan mahasiswa setiap prodi harus memenuhi standar yang ditetapkan Kemenristekdikti. Untuk prodi bidang eksakta (MIPA) rasio dosen mahasiswa 1:30 (satu dosen untuk maksimal 30 mahasiswa). Untuk prodi bidang non-eksakta (sosial, humaniora, keagamaan), rasio dosen mahasiswa 1:45.

Sebagian besar PT di Indonesia mengalami kendala dalam pemenuhan rasio dosen mahasiswa ini. Untung saja pada saat ini Kemenristekdikti membolehkan PT merekrut dosen dari luar, apakah peneliti, praktisi, dan pensiunan untuk menjadi dosen. Untuk dosen kriteria ini Ditjen Dikti akan menerbitkan Nomor Induk Dosen Khusus (NIDK) dan bisa dihitung dalam rasio dosen mahasiswa. Sebelumnya, yang dihitung dalam rasio dosen mahasiswa hanya dosen tetap PT yang bersangkutan, yang oleh Kemenristekdikti diberi Nomor Induk Dosen Nasional (NIDN) (lihat Kompas, 13/1/2016).

Ketiga, peningkatan hasil penelitian dan publikasi ilmiah para dosen. Masalah kronis para dosen PT di Indonesia adalah lemahnya penelitian dan publikasi ilmiah. Menteri Ristekdikti Muhammad Nasir lewat Kompas (12/12/2015) mengakui rendahnya produktivitas penelitian dan publikasi ilmiah para dosen di Indonesia. Padahal, penelitian merupakan cikal-bakal lahirnya inovasi penting dalam peningkatan daya saing bangsa.

Lembaga pemeringkat internasional, Scimago Institution Ranking, pada tahun 2014 menempatkan Indonesia pada posisi ke-52 dalam publikasi ilmiah, berada jauh di bawah Malaysia (peringkat 23), Singapura (33), dan Thailand (40). Salah satu PT Malaysia, yakni Universitas Kebangsaan Malaysia, pada Januari 2015 menghasilkan 19.878 publikasi ilmiah. Sementara PT Indonesia yang produktivitas tertinggi adalah ITB Bandung, pada waktu yang sama hanya menghasilkan 4.094 publikasi ilmiah.

Jumlah jurnal ilmiah internasional yang dimiliki PT Indonesia yang terindeks Scorpus pun sangat sedikit. Tahun 2015, jurnal ilmiah interasional PT Indonesia hanya 20 jurnal, sedangkan PT di Malaysia 79, Thailand 26, dan Filipina 22 jurnal (Kompas, 16/11/2015).  

Oleh Yohanes Sehandi 
Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Flores, Ende

(Telah dimuat harian Flores Pos, terbitan Ende, pada Sabtu, 16 Januari 2016)



Post a Comment for "Tantangan Perguruan Tinggi Tahun 2016"