Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Halo ... Provinsi Flores (2 Seri Tulisan)

                                          

Isu politik krusial yang bakal menguat dan memanas jagat politik NTT dalam beberapa tahun ke depan, sampai dengan 2014, adalah isu pembentukan Provinsi Flores. Isu politik ini seperti gunung es, kelihatan kecil di permukaan, tetapi menggumpal di dasarnya. Selama dua belas tahun terakhir, sejak dimulainya perjuangan formal pembentukan Provinsi Flores akhir tahun 1999, isu pembentukan Provinsi Flores  sepertinya timbul tenggelam.

Isu pembentukan Provinsi Flores muncul bersamaan bahkan dipicu oleh munculnya isu pembentukan Korem (Komando Resort Militer) di Flores pada awal September 1999. Isu Korem Flores sendiri muncul mendadak sebagai ekses lanjut hasil jajak pendapat di Timor Timur (Timtim) pada awal September 1999 yang mengakibatkan semua anggota TNI (Tentara Nasional Indonesia) di Timtim, termasuk TNI-AD yang tergabung dalam Korem Wiradharma di Dili, ditarik keluar dari Timtim dan direncanakan untuk ditempatkan di Flores dengan membentuk Korem di Flores. Rencana pembentukan Korem di Flores ini mendapat perlawanan keras dan habis-habisan masyarakat Flores sejak September 1999 sampai  beberapa tahun kemudian.

Isu pembentukan Provinsi Flores sendiri sebetulnya sudah berusia lama sejak pembentukan Provinsi NTT tahun 1958, hanya saja selama kurun waktu itu tidak ada unsur pemicunya untuk diangkat ke permukaan. Pada awal September 1999, TNI-AD rupanya cerdik memainkan isu. Di samping ngotot membentuk Korem di Flores, juga ditiupkan isu pembentukan Provinsi Flores sebagai salah satu daya tawar kepada masyarakat Flores. Sempat terkeco juga sebagian orang Flores terhadap isu itu, seolah-olah syarat pembentukan Provinsi Flores harus didahului dengan pembentukan Korem Flores.

Masyarakat Flores ternyata tidak kalah cerdik. Rencana pembentukan Korem Flores ditolak habis-habisan dengan berbagai jenis pernyataan sikap dan demonstrasi, tetapi isu pembentukan Provinsi Flores yang telanjur ditiupkan, ditangkap sebagai peluang untuk mulai berjuang secara formal.

Sejumlah tokoh Flores yang mempunyai visi jauh ke depan dan peduli terhadap kepentingan banyak orang, sebagian  dari  Sikka, antara lain Ignas da Cunha, E.P. da Gomez, dan Yoseph Sendiri (untuk sekadar menyebut beberapa nama) mulai menggalang diskusi dan pertemuan membahas rencana pembentukan Provinsi Flores.

Berkat keuletan dan kerja keras sejumlah tokoh Flores ini menghasilkan sejumlah peristiwa bersejarah yang tentu menjadi bagian penting sejarah panjang pembentukan Provinsi Flores ke depan. Sejarah dan peristiwa penting itu, sebagai berikut. Pertama, pada 8 Oktober 1999 di Ende, bertempat di Aula BK3D, diselenggarakan Deklarasi Pembentukan Provinsi Flores. Saya merasa bersyukur, ikut dalam peristiwa bersejarah itu dan terharu menyaksikan semangat para pejuang awal pembentukan Provinsi Flores. Kedua, pada bulan Februari dan Maret 2000 bertempat di Maumere, dilakukan beberapa kali pertemuan untuk menyusun konsep dan langkah-langkah strategis perjuangan pembentukan Provinsi Flores.

Sebagai tindak lanjut Deklarasi Ende pada Oktober 1999  dan Pertemuan  Maumere pada Februari dan Maret 2000, dilakukan pembentukan kelembagaan strategis. Pertama, pembentukan Komite Perjuangan Pembentukan Provinsi Flores (KP3F) yang berkedudukan di ibukota kabupaten masing-masing. Kedua, pembentukan Komite Koordinasi Perjuangan Pembentukan Provinsi Flores (KKP3F) tingkat regional Flores dan Lembata berkedudukan di Maumere. Ketiga, pembentukan Forum Perjuangan Pembentukan Provinsi Flores (FP3F) di luar Flores dan Lembata, yakni Forum Jakarta, Forum Surabaya, Yogyakarta, Denpasar, Kupang, dan sejumlah kota besar lain di Indonesia.

Puncak dari semua upaya dan langkah strategis yang dilakukan para pejuang pembentukan Provinsi Flores sejak 1999, baik yang dilakukan di Flores dan Lembata maupun di luar Flores dan Lembata, adalah pelaksanaan Musyawarah Besar (Mubes) Orang Flores di Ruteng, Manggarai pada 31 Oktober sampai 1 November 2003. Mubes ini dihadiri sejumlah  pejabat penting Provinsi NTT, para Bupati dan Ketua/anggota  DPRD Kabupaten se-Flores dan Lembata, para anggota DPRD NTT asal Flores, dan tokoh-tokoh penting asal Flores, termasuk mantan Gubernur NTT, dr. Hendrikus Fernandez.

Selama dua hari berdiskusi dan berdebat, akhirnya para peserta yang berjumlah sekitar 500 orang yang merupakan utusan resmi dari tujuh kabupaten di Flores dan Lembata yang dipimpin oleh masing-masing bupatinya (Manggarai Barat, Manggarai, Ngada, Ende, Sikka, Flores Timur, dan Lembata), menghasilkan tiga kesepakatan penting bersejarah yang disebut  “Kesepakatan  Mubes Orang Flores 2003.”

Ketiga kesepakatan penting dan bersejarah itu sebagai berikut. Pertama, sepakat membentuk provinsi baru dengan nama Provinsi Flores. Kedua,  sepakat menyiapkan dana Rp 250 juta per kabupaten per tahun sebagai dana perjuangan pembentukan Provinsi Flores. Ketiga, sepakat menyerahkan kepada Gubernus NTT untuk melakukan kajian ilmiah guna menetapkan salah satu dari tiga calon ibukota Provinsi Flores, yakni Mbay, Ende, dan Maumere. 

Diskusi yang paling alot dan menyita sebagian besar waktu Mubes adalah tarik-menarik kepentingan soal calon ibukota Provinsi Flores. Manggarai Barat, Manggarai, dan Ngada ngotot memperjuangkan Mbay sebagai ibukota. Lembata, Flores Timur, dan Sikka mati-matian memperjuangkan Maumere. Ende yang berada di tengah Flores mengambil posisi mengajukan kota Ende sebagai calon ibukota Provinsi Flores. 

Pertimbangan para utusan setiap kabupaten pada waktu itu sangat pragmatis, ngotot memilih calon ibukota yang dekat dengan kabupatennya. Kesepakatan yang ketiga di atas tentang calon ibukota Provinsi Flores yang menyerahkan keputusan kepada Gubernur NTT, adalah kesepakatan jalan tengah dan demokratis.

Saya sungguh merasa beruntung, bisa mengikuti penuh Mubes Orang Flores 2003 yang penuh dinamika itu, namun sarat kepentingan sempit primordial (ego) kabupatennya masing-masing, padahal  kepentingan itu sangat pragmatis. Kepentingan sempit primordial ini perlu dicari jalan keluar terbaik dalam pembicaraan lebih lanjut ke depan. Antara lain, bagaimana mengatasi kendala jarak terutama jarak lalulintas darat  antara calon ibukota dengan kabupaten-kabupaten lain di Flores dan Lembata. Mungkin, misalnya, dengan prioritaskan perencanaan jalur lalulintas laut dan udara untuk memperpendek jarak.

Sejak Mubes Orang Flores 2003 sampai dengan awal 2011 saat ini, Gubernur NTT yang diberi kepercayaan penuh oleh Mubes Orang Flores 2003 untuk melakukan kajian ilmiah guna menetapkan salah satu dari tiga calon ibukota Provinsi Flores, tidak pernah menanggapinya. Geliat perjuangan pembentukan Provinsi Flores pun kedengaran hanya sayup-sayup, timbul tenggelam, dan hanya sesekali meletup di harian  Flores Pos berupa pernyataan dan pertanyaan dari sejumlah tokoh masyarakat Flores dan Lembata, tentang nasib pembentukan Provinsi Flores.

Dalam kurun waktu 8 tahun ini sejak 2003, baik Gubernur Piet A. Tallo (almarhum) maupun penggantinya Gubernur Frans Lebu Raya (pada saat ini), tidak pernah merespons Kesepakatan Mubes Orang Flores 2003  itu. Yang direspons dan ditindaklanjuti Gubernur malah pembentukan kabupaten baru di NTT yang perjuangannya muncul kemudian, sehingga lahirlah Kabupaten Nagekeo, Manggarai Timur, Sumba Barat Daya, Sumba Tengah, dan Sabu Raijua. Saat ini Pemerintah Provinsi tengah memperjuangkan lagi pembentukan calon kabupaten/kota baru di NTT, seperti calon Kabupaten Malaka Barat (pemekaran dari Belu), Kabupaten Adonara (dari Flores Timur), Kota Maumere (dari Sikka), Kota Waengapu (dari Sumba Timur), dan sudah mulai menggeliat wacana calon Kabupaten Lio Utara (pemekaran dari Kabupaten Ende).

Logika orang Flores yang sudah lama merindukan Provinsi Flores sederhana saja, yakni Gubernur NTT tinggal menentukan Tim Peneliti (Lembaga Penelitian) yang independen untuk melakukan kajian ilmiah terhadap kelayakan kota Mbay, Ende, dan Maumere untuk menjadi calon ibukota. Mana kota yang paling layak (skor tertinggi) dari tiga calon ibukota itu, itulah yang ditetapkan menjadi ibukota Provinsi Flores. DPRD Provinsi NTT tinggal membuat keputusan tentang penetapan nama calon ibukota itu sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Ketentuan-ketentuan lain yang berkaitan dengan pembentukan daerah otonom baru (pemekaran daerah) tinggal disesuaikan dengan tuntutan Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah.

Pemerintah Provinsi sebetulnya sudah sangat mahir mengurus pemekaran daerah ini dengan terbentuk banyaknya kabupaten baru di NTT. Kemahiran yang sama sebetulnya dilakukan untuk pembentukan Provinsi Flores, tetapi ternyata tidak dilakukan. Dalam catatan saya, mencuat kembalinya isu pembentukan Provinsi Flores setelah Mubes Orang Flores 2003, terjadi pada dua momen politik penting tingkat Provinsi NTT.

Pertama, pada momen politik kampanye Pemilihan Gubernur (Pilgub) NTT bulan Juni 2008. Pada musim kampanye itu, pasangan Ibrahim A. Medah dan Paulus Moa (TULUS)  paling serius dan gencar menjanjikan perjuangan pembentukan Provinsi Flores. Bahkan pasangan ini, pada waktu kampanye di daratan Flores dan Lembata, menempatkan pembentukan Provinsi Flores sebagai program utama atau prioritas, disusul  program pendidikan gratis dan kesehatan gratis.

Pasangan Frans Lebu Raya dan Esthon L. Foenay (FREN)  juga tidak kalah gencar menjanjikan perjuangan pembentukan Provinsi Flores, meski sempat diisukan lawan politiknya bahwa Frans Lebu Raya tidak mendukung Provinsi Flores. Dalam berbagai kesempatan kampanye di daratan Flores, Frans Lebu Raya mematahkan isu miring itu, dengan mengatakan bahwa sampai dengan tahun 2008 (saat itu)  satu-satunya Fraksi di DPRD NTT yang secara resmi dalam Rapat Paripurna DPRD NTT, menyatakan dukungan pembentukan Provinsi Flores hanyalah Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi lain tidak pernah (termasuk Fraksi Partai Golkar).  Pasangan Gaspar P. Ehok dan Yulius Bobo (GAUL) mendukung juga pembentukan Provinsi Flores, tetapi tidak segencar pasangan TULUS dan FREN.

Yang terpilih kemudian menjadi Gubernur dan Wakil Gubernu NTT adalah pasangan Frans Lebu Raya dan Esthon L. Foenay (FREN) untuk masa jabatan 2008-2013.  Kini  masa jabatan FREN tinggal dua tahun lebih. Masyarakat NTT, lebih khusus lagi masyarakat Flores dan Lembata, tentu bertanya-tanya, apa yang telah diperjuangkan FREN sampai sejauh ini untuk pembentukan Provinsi Flores?  Mana janji politikmu,  FREN?

Kedua,  momen politik Musyawarah Daerah (Musda) Partai Golkar Provinsi NTT pada 20 November 2009 di Kupang. Pada waktu Musda Golkar itu, dalam pidato politiknya, Ketua DPD I Partai Golkar NTT, Ibrahim A. Medah, yang kembali mencalonkan diri menjadi Ketua DPD I Partai Golkar NTT periode 2009-2014, menempatkan lagi perjuangan pembentukan Provinsi Flores sebagai program utama (prioritas) Partai Golkar NTT tahun 2009-2014, apabila dirinya terpilih kembali. Alhasil, 20 DPD II Partai Golkar dari 20 kabupaten/kota  se-NTT (Kabupaten Sabu Raijua belum terbentuk) ditambah dengan organisasi pendiri, organisasi yang didirikan, dan organisasi sayap Partai Golkar NTT, secara aklamasi memilih Ibrahim A. Medah menjadi Ketua DPD I Partai Golkar NTT. Terpilihlah Ibrahim A. Medah menjadi Ketua DPD I Partai Golkar NTT periode 2009-2014 berkat piawai memainkan isu politik strategis, yakni pembentukan Provinsi Flores  (lihat Pos Kupang, 21/11/2009).

Dalam Musda Partai Golkar itu, Ibrahim A. Medah memberi jaminan kepada para peserta Musda bahwa Provinsi Flores harus sudah terbentuk dalam kurun waktu 2009-2014, dan semua peserta Musda yang berasal dari 20 kabupaten/kota di NTT mendukung sepenuhnya  perjuangan tersebut. Pada titik ini, isu Provinsi Flores benar-benar menjadi komoditi politik oleh Ibrahim A. Medah untuk meraih kursi Ketua DPD I Partai Golkar NTT.

Frans Bapa (Wakil Ketua DPD II Partai Golkar Sikka), di sela-sela Musda itu  menyatakan: “DPD II mendukung perjuangan pembentukan Provinsi Flores. Kami berharap melalui Pak Medah, perjuangan itu  dapat ditindaklanjuti, karena jika dilihat dari sisi syarat, sudah terpenuhi. Tidak hanya untuk Flores, harapan masyarakat NTT harus dapat diperjuangkan Partai Golkar ke depan.” Sementara Marselus Petu (Ketua DPD II Partai Golkar Ende) menyatakan: “Kami juga berharap, melalui kepemimpinan Pak Medah, pembentukan Provinsi Flores akan menjadi kenyataan.”  Martin Bria Seran (Ketua DPD II Partai Golkar Belu) sebagai wakil dari Timor, Sumba, dan Alor menyatakan: “Kami berharap di tangan Pak Medah, kader partai ini semakin solid membangun partai, terutama dalam mengakomodir keinginan dan harapan masyarakat. Termasuk keinginan masyarakat Flores yang berjuang menjadikan Provinsi Flores. Kami di luar Flores pun telah mendukung hal itu” (Pos Kupang (21/11/2009).

Masa jabatan Ibrahim A. Medah sebagai Ketua DPD I Partai Golkar NTT tinggal tiga tahun lebih. Masyarakat NTT, lebih khusus lagi masyarakat Flores dan Lembata, ditambah lagi dengan 20 DPD II Partai Golkar se-NTT yang telah memilihnya, tentu bertanya-tanya, apa  yang telah diperjuangkan Ibrahim A. Medah bersama Partai Golkar NTT sampai sejauh ini untuk pembentukan Provinsi Flores? Mana janji politikmu, hai Iban Medah?

Frans Lebu Raya adalah  Gubernur NTT periode 2008-2013, merangkap Ketua DPD PDI Perjuangan NTT periode 2010-2015. Ibrahim A.Medah adalah Ketua DPRD NTT periode 2009-2014, merangkap Ketua DPD I Partai Golkar NTT periode 2009-2014. Kedua tokoh politik ini adalah orang kuat di NTT pada saat ini. Kedua tokoh ini juga adalah tokoh kunci dan pemegang palu politik untuk keputusan politik strategis semacam pembentukan Provinsi Flores. Tidak ada yang lebih berkuasa di Provinsi NTT pada saat ini, kecuali kedua tokoh ini. 


Sudah pasti, kedua tokoh politik ini adalah calon kuat Gubernur NTT pada Pilgub NTT 2013. Kedua tokoh ini pula menentukan kemenangan PDI Perjuangan dan Partai Golkar di NTT pada Pemilu 2014. Momen politik penting dan strategis tahun 2013 dan 2014, dari kacamatan perjuangan politik, bisa dinilai masih lama, bisa pula sudah dekat. Kalau sampai dengan tahun 2013 atau  2014, Provinsi Flores belum juga terbentuk, kita tidak bisa bayangkan, seperti apa sikap politik orang-orang  Flores dan Lembata? *

Oleh Yohanes Sehandi
Mantan Anggota DPRD Provinsi NTT Dua Periode (1999 -- 2009), Kini Menjadi Dosen di Universitas Flores, Ende 

(Telah dimuat harian Flores Pos, terbitan Ende, pada 11 dan 12 April 2011).

           

                                       

2 comments for "Halo ... Provinsi Flores (2 Seri Tulisan)"

  1. makasih... tulisannya sangat bermanfaat

    salam dari maumere-flores

    ReplyDelete
  2. luar biasa tulisannya pak Yohanes.


    Salam dari Batam

    ReplyDelete