Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

10 Tahun Bersama Penerbit Nusa Indah, Ende

Selama sepuluh tahun, yakni 1989-1999, saya bekerja di Penerbit Nusa Indah, Ende, sebagai editor bidang bahasa dan sastra. Artikel ini disusun sebagai bentuk rasa hormat sekaligus membangun kembali memori masyarakat akan karya-karya besar Penerbit Nusa Indah sejak berdirnya tahun 1970 sampai dengan saat ini.  Hal ini dirasa penting karena  pada akhir-akhir ini  memori akan karya-karya besar Penerbit Nusa Indah itu mulai memudar, seiring dengan terseok-seoknya Penerbit Nusa Indah di tengah persaingan yang ketat dengan berbagai penerbit baru di Tanah Air dengan berbagai terobosan dan pola manajemen  yang modern dan bersaing.
 
Artikel ini juga mencoba untuk menunjukkan hubungan terkait antara Penerbit Nusa Indah dengan tokoh-tokoh besar di bidang bahasa dan sastra Indonesia. Adapun maksudnya untuk menunjukkan, di satu sisi  Penerbit Nusa Indah telah berjasa dalam melahirkan dan membesarkan sejumlah nama/tokoh besar di bidang bahasa dan sastra Indonesia, di sisi lain sejumlah nama/tokoh besar di bidang bahasa dan sastra Indonesia telah pula berjasa ikut membesarkan dan melambungkan nama Penerbit Nusa Indah di tingkat nasional lewat karya-karya tulis mereka.
 
Penerbit Nusa Indah berdiri pada tahun 1970. Sebelum 1970, Nusa Indah sesungguhnya telah menerbitkan buku-buku, terutama buku-buku doa, kitab suci, keagamaan, dan pertukangan atau keterampilan, hanya statusnya bukan sebagai penerbit, tetapi sebagai Biro Naskah Nusa Indah. Biro naskah bukanlah lembaga penerbitan. Lembaga penerbitan yang resmi bernama penerbit. Dasar pertimbangan itulah maka pada tahun 1970 Biro Naskah Nusa Indah diubah atau ditingkatkan statusnya menjadi Penerbit Nusa Indah, yang dalam perkembangannya di bawah naungan PT Arnoldus Nusa Indah (PT ANI) Ende.
 
Penerbit Nusa Indah ditunjang oleh sebuah percetakan besar yang handal di Indonesia Timur pada era itu, yakni Percetakan Arnoldus Nusa Indah,  yang sudah berdiri jauh sebelum 1970. Kedua lembaga ini milik Serikat Sabda Allah (Provinsi Ende), sebuah Serikat Religius dan Misionaris Katolik yang secara internasional dikenal dengan nama Societas Verbi Divini, disingkat SVD.
 
Di samping dua lembaga itu, Provinsi SVD Ende  juga  pada tahun 1970-an dan 1980-an  mengelola majalah bulanan  Dian yang kemudian menjadi surat kabar mingguan Dian,  majalah bulanan  anak-anak  Kunang-Kunang, dan lembaran bulanan keluarga Rumah Kita. Kerasulan di bidang penerbitan buku dan majalah/surat kabar (kerasulan media) inilah sebetulnya yang menjadi “visi dasar” Serikat Sabda Allah (SVD) yang ditanamkan oleh pendirinya, Santo Arnoldus Janssen. Hanya sayangnya, surat kabar mingguan Dian kemudian mati, untung misinya masih bisa diteruskan oleh harian umum Flores Pos yang mulai terbit 9 September 1999, namun kemudian juga mati digusur teknologi digital.

Sejak awal berkiprah, baik dalam status sebagai Biro Naskah Nusa Indah maupun pada saat menjadi Penerbit, Nusa Indah dipimpin oleh Pater Alex Beding, SVD. Beliau adalah sosok intelektual Flres yang tekun, penulis, dan penerjemah yang handal, berusaha menerjemahkan visi dasar  pendiri SVD. Selama kepemimpinan Alex Beding, sejumlah nama ikut membantu dalam menyeleksi, mengedit naskah, dan menerjemahkan  naskah  bahasa asing untuk diterbitkan. Sejumlah nama itu, antara lain Ignas Kleden, Thom Wignyanta, Ben Oleona, Alo Liliweri (kini Profesor di Undana, Kupang), dan Pater John Dami Mukese, SVD (penyair yang kemudian meraih Doktor dari Filipina).
 
Penerbit Nusa Indah dipimpin Alex Beding sampai 1985. Tongkat estafet kepemimpinan diteruskan kepada Pater Henri Daros, SVD sebagai Direktur dan Pater Frans Ndoi, SVD sebagai Wakil Direktur. Kedua tokoh ini kompak menerjemahkan visi dasar SVD secara lebih konkret lewat penerbitan media. Di bawah kepemimpinan  Henri Daros, Penerbit Nusa Indah dikelola secara profesional. Legalitas sebagai penerbit diurus tuntas, gedung/kantor penerbitan yang representatif dibangun, job description setiap bagian dirumuskan. Sejumlah karyawan idealis bertahan sampai pensiun.
 
Tahun 1980-an, satu-satunya penerbit yang berada di Indonesia Timur yang masuk dalam organisasi penerbit, yakni Ikapi  (Ikatan Penerbit Indonesia) hanya Penerbit Nusa Indah. Pada 1990-an Penerbit Nusa Indah masuk dalam jaringan ISBN (International Standard Book Number) dan setiap buku terbitannya memiliki ISBN. Judul-judul  baru terbitannya selalu menghiasi Showroom  pada Lantai I Gedung Penerbit Nusa Indah, di Jln. El Tari, Ende.
 
Henri Daros, seorang tokoh pers dan cendekiawan penyandang dua gelar akademik sekaligus, Magister Komunikasi dan Magister Misiologi di Roma, Italia. Henri Daros meninggalkan Penerbit Nusa Indah tahun 1999.  Dari tahun 1999 sampai 2017, Henri Daros menjadi dosen dan mengelola Program Studi Indonesia di Universitas Nanzan, Universitas SVD, di Nagoya, Jepang. Tahun 1999 itu pula saya meninggalkan Penerbit Nusa Indah karena terpilih menjadi anggota DPRD Provinsi NTT (1999-2009) dan harus tinggal di Kupang.
 
Setelah Henri Daros, Penerbit Nusa Indah dipimpin berturut-turut oleh Pater Lukas Batmomolin, SVD, Drs. Lukas Lege, dan Pater Laurensius Ola Nama, SVD, Hendrik Kerans, SVD. Diukur dari jumlah judul terbitan dan spesifikasi buku terbitan, kejayaan Penerbit Nusa Indah terjadi pada masa kepemimpinan Alex Beding dan Henri Daros. Persaingan antara penerbit pada waktu itu belum terasa. Pada masa itu, nama Penerbit Nusa Indah melambung di tingkat nasional lewat buku-buku terbitannya, terutama buku-buku bahasa dan sastra Indonesia.

Tokoh-Tokoh Bahasa
 
Pada tahun 1970-an dan 1980-an, sangat terbatas penerbit di Indonesia yang menerbitkan buku-buku bahasa dan sastra Indonesia. Di antaranya dapat disebutkan adalah  Balai Pustaka, Pustaka Jaya, Dian Rakyat, dan Nusa Indah (satu-satunya yang berada di daerah). Baru mulai 1990-an penerbit-penerbit lain merambah menerbitkan buku-buku bahasa dan sastra, seperti Gramedia, Erlangga, Djambatan, Angkasa, Grasindo, dan lain-lain.
 
Buku bahasa Indonesia pertama yang diorbitkan Penerbit Nusa Indah pada awal berdirinya adalah buku Tatabahasa Indonesia (buku pelajaran untuk SLTA) karangan Gorys Keraf, terbit pertama 1970. Kemunculan buku Gorys Keraf ini benar-benar fenomenal. Begitu terbit, buku ini mendapat sambutan yang luar biasa dan merata di seluruh Indonesia. Dalam tempo sekitar dua tahun, buku ini mendapatkan supremasinya dengan menggeser/menggantikan  posisi buku Tatabahasa Baru Bahasa Indonesia (2 jilid) karangan Sutan Takdir Alisjahbana (STA) yang menguasai pasaran buku Indonesia sebelumnya  (terbit pertama 1949 oleh Dian Rakyat).
 
Menurut penelitian Bambang Kaswanti Purwo (1987), buku karangan STA dan Gorys Keraf inilah yang berpengaruh besar dan bertahan dipakai para pelajar dan mahasiswa Indonesia lebih dari 25 tahun dari 174 judul buku tata bahasa Indonesia yang diteliti Bambang yang terbit selama 82 tahun (1900-1982) (lihat “Menguak Alisjahbana dan Keraf: Pengajaran Bahasa Indonesia” dalam majalah Basis, No.12, Thn. XXXVI, 1987, hlm. 457-477). 
 
Satu tahun kemudian, Nusa Indah menerbitkan Komposisi (1971) buku Keraf yang kedua, yang juga mendapat sambutan yang luar biasa. Dua buku fenomenal ini membuat nama Penerbit Nusa Indah terangkat dan nama Gorys Keraf meroket cakrawala ilmu bahasa dan tata bahasa Indonesia di tingkat nasional. Selanjutnya Nusa Indah menerbitkan buku Keraf yang lain, yakni Eksposisi dan Deskripsi (1981) dan Diksi dan Gaya Bahasa (1981), yang menambah harum nama Gorys Keraf dan nama Penerbit Nusa Indah.
 
Selain Gorys Keraf, tokoh bahasa yang buku-buku awalnya diterbitkan Nusa Indah adalah ilmuwan bahasa Harimurti Kridalaksana dan Jos Daniel Parera. Harimurti menerbitkan (1) Seminar Bahasa Indonesia 1968 (Ed, 1971); (2) Fungsi Bahasa dan Sikap Bahasa (1974);  (3) Kamus Sinonim Bahasa Indonesia (1974); dan (4) Pengembangan Ilmu Bahasa dan Pembinaan Bangsa (Ed, 1986). Jos Daniel Parera menerbitkan seri buku Pengantar Linguistik Umum: (1) Bidang Umum (1977); (2) Bidang Morfologi (1977); (3) Bidang Sintaksis (1978); dan (4) Bidang Fonetik dan Fonemik (1983). 
 
Tokoh-tokoh bahasa Indonesia yang lain yang bukunya diterbitkan Nusa Indah, antara lain (sekedar menyebut beberapa nama):  (1) Mansoer Pateda yang menerbitkan 7 judul buku; (2) Abdul Chaer,  4 judul;  (3) L. Mardiwarsito, 2 judul; (4) Slametmuljana, 1 judul; (5) Th. Verhoeven, 1 judul; (6) Mrr. Soekartini, 1 judul; (7) Anton Reichling (terjemahan), 1 judul; dan (8) Inyo Yos Fernandez  menerbitkan buku Relasi Historis Kekerabatan Bahasa Flores (1996).

Tokoh-Tokoh Sastra
 
Selain tokoh-tokoh bahasa Indonesia, Penerbit Nusa Indah juga mengorbitkan tokoh-tokoh sastra, baik sastrawan (novelis, cerpenis, dan penyair) maupun kritikus sastra. Karya tokoh-tokoh sastra ini menempatkan posisi Penerbit Nusa Indah sejajar dengan Penerbit Balai Pustaka, Pustaka Jaya, dan Dian Rakyat yang juga menerbitkan karya-karya sastra bermutu para sastrawan Indonesia.          
 
Sejumlah tokoh sastra Indonesia yang dapat disebutkan adalah Gerson Poyk, Korrie Layun Rampan, dan Linus Suryadi AG. Gerson Poyk menerbitkan novel/kumpulan cerpen, antara lain  (1) Nostalgia Nusa Tenggara (1975); (2) Oleng-Kemoleng & Surat-Surat Cinta Alexander Rajagukguk (1975); (3) Jerat (1975); (4) Petualangan Dino (1979); dan (5) Cumbuan Sabana (1979). Korrie Layun Rampan menerbitkan  (1) Kekasih (1982); (2) Perhiasan Bulan (1988); (3) Cerpenis Wanita (1991); (4) Cerpenis Pria (1991); (5) Dasar-Dasar Penulisan Cerita Pendek (1995); dan (6) Aliran-Jenis Cerita Pendek (1995). Penyair Linus Suryadi AG menerbitkan kumpulan puisi  (1) Rumah Panggung (1988); dan (2) Kembang Tunjung (1988).
 
Yang menarik adalah seorang tokoh sastra Indonesia, Pamusuk Eneste. Meskipun beliau adalah Editor Bahasa dan Sastra Indonesia (editor senior dan kaliber) pada Penerbit Gramedia dan Grassindo serta sejumlah penerbit dalam Kelompok Kompas Gramedia (KKG), mempercayakan Penerbit Nusa Indah untuk menerbitkan buku-bukunya, yakni  (1) Novel-Novel dan Cerpen-Cerpen Indonesia Tahun 70-an (1982); (2) Novel dan Film (1991); dan (3) Kamus Sastra untuk Palajar (1994).
 
Tokoh-tokoh sastra Indonesia lain yang bukunya diterbitkan Nusa Indah, antara lain (sekedar menyebut beberapa nama): (1) Nyoman Tusthi Eddy yang menerbitkan 7 judul buku; (2) A. Teeuw menerbitkan Sastra Baru Indonesia (Jilid 1, 1980); (3) Arswendo Atmowiloto menerbitkan novel The Circus (1977); (4) Putu Arya Tirtawirya yang menerbitkan Kegelapan di Bawah Matahari (1979) dan Apresiasi Puisi dan Prosa (1982); dan (5) John Dami Mukese  menerbitkan  buku puisi  Doa-Doa Semesta (1983) dan Puisi-Puisi Jelata (1991).
 
Gambaran singkat hubungan terkait Penerbit Nusa Indah dengan tokoh-tokoh bahasa dan sastra Indonesia di masa lalu itu, tentu membuat kita terharu dan bangga. Betapa tidak, penerbit yang berada di daerah, di Indonesia Timur, di Flores pula, bisa bersaing dengan penerbit-penerbit lain dan mempunyai nama besar di tingkat nasional.
 
Cerita kejayaan Penerbit Nusa Indah di atas kini sudah menjadi masa lalu, sebelum tahun 2000. Setelah tahun 2000 Penerbit Nusa Indah punyai cerita lain lagi.  Kini, Penerbit Nusa Indah tengah bergulat untuk mengembalikan masa jayanya itu di tengah persaingan yang ketat. Terobosan manajemen penerbitan, pemasaran, dan pengucuran dana segar, mungkin antara lain solusi yang bisa diambil oleh para petinggi SVD di Provinsi Ende ini. Santo Arnoldus Janssen tentu menyaksikan semuanya ini dari surga. Mungkin saja perasaannya getir. * 

 
Oleh Yohanes Sehandi
Mantan Editor Penerbit Nusa Indah Selama 10 Tahun (1989-1999)
 
(Tulisan ini merupakan penyempurnaan tulisan lama yang telah dimuat  harian Flores Pos, terbitan Ende, pada 23 Desember 2010, dengan judul "40 Tahun Penerbit Nusa Indah")


2 comments for "10 Tahun Bersama Penerbit Nusa Indah, Ende"

  1. Penerbit Nusa Indah sekarang sudah punya website. Alamatnya https://nusaindah.id .

    ReplyDelete
  2. Penerbit Nusa Indah perlu berbenah diri dari berbagai aspek untuk mengembalikan masa kejayaan

    ReplyDelete