Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Sastra NTT Membangun Karakter Anak Bangsa

Sastra NTT berpotensi membangun karakter anak bangsa. Sastra NTT yang dimaksudkan di sini adalah sastra Indonesia yang bertumbuh dan berkembang di Provinsi NTT. Sastra NTT juga bisa diartikan sebagai sastra Indonesia warna daerah atau warna lokal Provinsi NTT. Sastra NTT merupakan hasil karya puluhan sastrawan NTT yang ditulis dalam bahasa Indonesia.

Kalau ada sastra NTT, tentu ada sastrawan NTT. Siapa sastrawan NTT? Sastrawan NTT adalah penulis karya sastra dalam bahasa Indonesia yang berasal dari NTT atau keturunan orang NTT. Berasal dari NTT maksudnya, sastrawan itu bisa lahir dan tinggal di NTT, misalnya Felix K. Nesi, bisa pula lahir di NTT, tetapi tinggal di luar NTT, misalnya Yoseph Yapi Taum. Sedangkan sastrawan NTT yang merupakan keturunan orang NTT maksudnya, sastrawan itu meskipun lahir di luar NTT, tetapi dari orang tua keturunan (berdarah) NTT. Misalnya, Fanny J. Poyk, lahir di Bima (NTB) dari orang tua (berdarah) NTT, Gerson Poyk.

Sastra NTT mengandung unsur lokal kedaerahan NTT, seperti tema, gaya pengucapan, tokoh, aspirasi, latar, dan karakter kedaerahan NTT lainnya yang khas. Sastra NTT memiliki kekhasan tersendiri dibandingkan dengan sastra Indonesia di provinsi lain, seperti sastra Indonesia di Yogyakarta, sastra Indonesia di Bali, sastra Indonesia di Aceh, sastra Indonesia di Kalimantan, sastra Indonesia di Riau, sastra Indonesia di Sulawesi Selatan, dan lain-lain.

Sejak tahun 2011 saya melakukan penelitian khusus secara mandiri tentang sejarah pertumbuhan dan perkembangan sastra Indonesia di Provinsi NTT, yang kemudian dikenal dengan nama sastra NTT. Penelitian ini tanpa dukungan dana dari siapa pun dan dari mana pun. Tiga judul buku telah diterbitkan. Ketiga judul buku itu adalah (1) Mengenal Sastra dan Sastrawan NTT (Penerbit Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, 2012); (2) Sastra Indonesia Warna Daerah NTT (Penerbit Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, 2015); dan (3) Sastra Indonesia di NTT dalam Kritik dan Esai (Penerbit Ombak, Yogyakarta, 2017).

Berdasarkan hasil penelitian saya, ditemukan bahwa sejak tahun 1955 orang NTT telah menulis dan mempublikasikan karya sastranya secara nasional lewat berbagai majalah dan surat kabar bertaraf nasional. Orang NTT pertama yang menulis karya sastra dalam bahasa Indonesia dan mempublikasikannya secara nasional adalah Gerson Poyk (1931-2017). Sampai dengan akhir hayatnya 2017 Gerson Poyk telah menerbitkan minimal 30 judul buku. Adapun perinciannya, 13 judul buku novel, 14 judul buku cerpen, satu judul buku puisi berjudul Dari Rote ke Iowa (2015), satu judul karya jurnalistik bergaya sastra Keliling Indonesia: dari Era Bung Karno Sampai SBY (2010), dan satu buku renungan filsafat berjudul Teroris Tidak, Damai Ya (217).

Kinerja Sastrawan NTT

Sebagai pengamat dan kritikus sastra NTT, saya coba memberi gambaran umum tentang kinerja sastrawan NTT sejak 1955 sampai dengan saat ini. Adapun kinerja para sastrawan NTT dapat dilihat pada jumlah penerbitan buku sastra NTT, yang meliputi penerbitan buku puisi, cerpen, novel, dan drama, Berdasarkan hasil penelitian saya, secara keseluruhan, karya para sastrawan NTT yang diterbitkan dalam bentuk buku, sejak dimulainya tradisi penerbitan buku sastra NTT sampai dengan saat ini, sebanyak 264 judul buku sastra NTT. Adapun perinciannya, jumlah buku antologi puisi sebanyak 115 judul, buku antologi cerpen sebanyak 60 judul, buku novel sebanyak 84 judul, dan buku antologi drama sebanyak 5 judul.

Penerbitan buku antologi puisi dihitung sejak buku antologi puisi pertama kali diterbitkan sastrawan NTT. Meskipun Gerson Poyk perintis penulisan puisi, namun sastrawan NTT yang pertama kali menerbitkan buku antologi puisi adalah Dami N. Toda. Pada 1976, Dami N. Toda bersama beberapa penyair muda lain, menerbitkan buku antologi puisi berjudul Penyair Muda di Depan Forum (1976) diterbitkan oleh Dewan Kesenian Jakarta (DKJ), Jakarta. Itulah buku puisi nomor 1, sedangkan buku puisi nomor ke-115 (terbaru) dalam sastra NTT berjudul Senandung Pengembara (2020) karya Ignas Kaha, diterbitkan Penerbit Carol Maumere (CPM), Maumere.

Penerbitan buku antologi cerpen dihitung sejak buku cerpen pertama kali diterbitkan sastrawan NTT. Sastrawan NTT yang pertama kali menerbitkan buku cerpen adalah Gerson Poyk. Pada tahun 1975, Gerson Poyk menerbitkan buku antologi cerpen pertama berjudul Nostalgia Nusa Tenggara (1975) diterbitkan Penerbit Nusa Indah, Ende. Itulah buku cerpen nomor 1, sedangkan buku cerpen nomor ke-60 (terbaru) berjudul Makhpela (2020) karya Mezra E. Pellondou diterbitkan GMBI Kerja Sama Kekata Publisher dan Balai Bahasa Jateng, Surakarta.

Penerbitan buku novel dihitung sejak buku novel pertama kali diterbitkan sastrawan NTT. Sastrawan NTT yang pertama kali menerbitkan buku novel adalah Gerson Poyk. Pada tahun 1964, Gerson Poyk menerbitkan buku novel pertama berjudul Hari-Hari Pertama (1964) diterbitkan Penerbit BPK Gunung Mulia, Jakarta. Itulah buku novel nomor 1, sedangkan buku novel ke-84 (terbaru) berjudul Wanita Bermata Gurita karya Jemmy Piran, diterbitkan Penerbit Laksana, Yogyakarta. 

Penerbitan buku antologi drama dihitung sejak buku drama pertama kali diterbitkan sastrawan NTT. Sastrawan NTT yang pertama kali menerbitkan buku drama adalah Marianus Mantovanny Tapung dan Rm. Beben Gaguk, Pr. dengan judul Pastoral Panggung: Bunga Rampai Drama Teater (2012) diterbitkan Penerbit Parrhesia Institut, Jakarta. Itulah buku drama nomor 1, sedangkan buku drama ke-5 (terbaru) berjudul Di Batas Kesangsian & Petualangan di Lembah Digital (2020) karya Marselinus Aluken, diterbitkan Penerbit Gerbang Media, Yogyakarta.

Sastra NTT Membangun Karakter Anak Bangsa           

Sastra NTT memiliki potensi besar membangun karakter anak bangsa Indonesia. Karya-karya sastra NTT memiliki keunggulan karena mengangkat kearifan lokal Provinsi dan Kabupaten/Kota di NTT yang dapat mengangkat citra NTT ke tingkat nasional. Karakter tokoh-tokoh dalam karya sastra NTT dapat menjadi contoh, idola, teladan, pedoman, panduan dalam membangun mental-spiritual atau membangun karakter anak bangsa Indonesia. Karakter para tokoh dalam karya sastra NTT gampang ditiru oleh anak-anak NTT, karena banyak kesamaan: kesamaan suku, kedekatan geografi, bahasa, kebiasaan, adat-istiadat, agama, dan lain-lain. Karakter para tokoh dalam sastra NTT juga gampang ditiru anak-anak di luar NTT. Berikut disebutkan sejumah contoh tokoh berkarakter dalam sastra NTT yang bisa menjadi idola/panutan untuk pembangunan karakter anak bangsa Indonesia.

Pertama, tokoh Rosa Dalima, seorang bidan desa kelahiran Bajawa, terdapat dalam novel Wijaya Kusuma dari Kamar Nomor Tiga (2015) karya Maria Matildis Banda. Novel ini diterbitkan oleh Penerbita Kanisius, Yogyakarta. Bidan Rosa adalah seorang bidan desa berusia muda yang berkarakter, tabah, sopan, cerdas, ulet, beriman, dan profesional. Dia senantiasa berpegang teguh pada filosofi bunga “wijaya kusuma” (lambang bakti husada). Ia berhasil menyelamatkan banyak nyawa ibu hamil dari kematian sia-sia. Ia berhasil menyadarkan kaum pria di wilayah terpencil Lio bagian Timur Kabupaten Ende, tentang pentingnya memeriksa ibu hamil/melahirkan anak di fasilitas kesehatan, bukan periksa ke dukun. Atas prestasinya itu Bidan Rosa yang cintanya diperebutkan tiga pria jomblo ini (dr. Yordan, Adri, dan Martin), berhasil meraih penghargaan sebagai Bidan Teladan Tingkat Provinsi NTT.

Kedua, tokoh Enu Molas kelahiran Borong dan suaminya Dr. Paul Putak kelahiran Rote dalam novel Enu Molas di Lembah Lingko (2015) karya Gerson Poyk. Novel ini diterbitkan oleh Penerbit Q Publisher, Jakarta. Dua tokoh utama novel ini  berkarakter kuat, mempunyai visi jauh ke depan membangun pariwisata khas NTT. Suami-istri ini sukses membangun kampung wisata berbasis budaya dan kearifan lokal di sebuah dataran rendah di dekat Labuan Bajo, Menggarai Barat. Kampung wisata didesain berbentuk lodok-lingko, seperti jaring laba-laba, sistem perladangan orang Manggarai. Kampung wisata ini dikelilingi jalan melingkar yang indah dan unik, diapit dengan restoran dan kafe, diisi dengan kuliner lokal NTT. Kampung wisata adat ini menyerap ribuan sarjana nganggur lulusan perguruan tinggi di NTT.

Ketiga, tokoh Cendana dalam novel Perempuan dari Lembah Mutis (2012) karya Mezra E. Pellondou. Novel ini diterbitkan oleh Penerbit Frame Publishing, Yogyakarta. Cendana, lengkapnya Cendana Putri Sabana, adalah anak yatim piatu yang sehari-hari menggembalakan sapi-sapi bersama teman gadisnya Yohana, di lembah Gunung Mutis dataran sungai Benanain, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU). Meskipun anak peternak, dia punyai cita-cita setinggi langit. Berkat keuletan dan gemar membaca koran/buku bekas hangutan sungai Benanain, Cendana meraih prestasi gemilang mengantarnya menjadi mahasiswa Jurusan Teknik Elektro ITB Bandung, beasiswa dari Pemda TTU. Cita-citanya dari kecil tercapai menjadi tenaga teknisi Perusahaan Satelit Jaya, perusahaan satelit terbesar di Indonesia. Meskipun sukses besar di kota, dia tidak lupa membangun kampung halamannya, membuka cabang perusahaan, mendirikan sekolah, dan membangun SDM masyarakat di kampung-kampung di Lembah Mutis.

Keempat, tokoh istri dalam novel Perempuan Itu Bermata Saga (2011) karya Agust Dapa Loka. Novel ini diterbitkan oleh Penerbit Elex Media Komputindo, Jakarta. Dia seorang ibu rumah tangga yang awalnya lugu, namun karena situasi dan kekuatan cintanya tulus tanpa pamrih, mampu merawat dan membangkitkan kembali semangat hidup suaminya yang mengalami patah kaki karena kecelakaan maut. Perempuan Sumba bermata saga (merah) ini, tidak hanya telaten siang dan malam merawat sakit sang suami, tetapi juga mengambil alih seluruh tanggung jawab urusan rumah tangga dan pendidikan tiga orang anak perempuan yang masih kecil. Ini contoh yang tulus orang beriman mendapat campur tangan ilahi. *


Oleh Yohanes Sehandi
Pengamat dan Kritikus Sastra NTT dari Universitas Flores, Ende
 
(Dimuat dalam buku Antologi Kritik Sastra dan Esai (Jilid 2, Editor Bambang Widiatmoko, Jakarta, Penerbit Kosa Kata Kita, 2021, halaman 184-190).

 

Post a Comment for "Sastra NTT Membangun Karakter Anak Bangsa"