Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Mengenal Makalah Ilmiah dan Tata Cara Menyusunnya

Makalah adalah salah satu jenis karya tulis ilmiah yang disusun secara sistematis menurut aturan penulisan karya ilmiah dan berdasarkan hasil pemikiran dan penelitian ilmiah. Makalah termasuk karya tulis ilmiah yang jumlah halamannya tidak terlalu pendek, juga tidak terlalu panjang. Meskipun tidak ada kepastian ukuran banyaknya halaman, makalah ilmiah lebih pendek dari jenis karya tulis ilmiah lain di perguruan tinggi, seperti artikel ilmiah, proposal penelitian, laporan hasil penelitian, skripsi, tesis, dan disertasi. Makalah disebut sebagai salah satu jenis karya ilmiah karena makalah disusun secara sistematis berdasrakan hasil pemikiran dan penelitian ilmiah.

Pemikiran ilmiah di sini diartikan sebagai proses berpikir yang menggabungkan cara berpikir deduktif dan berpikir induktif.  Cara berpikir deduktif adalah cara berpikir rasional yang menarik suatu kesimpulan dimulai dari pernyataan umum menuju pernyataan-pernyataan khusus dengan menggunakan penalaran atau rasio/akal sehat. Hasil berpikir deduktif dapat digunakan untuk menyusun hipotesis, yakni jawaban sementara yang kebenarannya masih perlu diuji atau dibuktikan melalui proses keilmuan selanjutnya.

Sedangkan cara berpikir induktif adalah cara berpikir yang dimulai dari pernyataan-pernyataan atau fakta-fakta khusus atau fakta-fakta kecil menuju pada suatu kesimpulan yang bersifat umum. Proses berpikir induktif tidak dimulai dari teori yang bersifat umum, tetapi dari fakta atau data khusus berdasarkan pengamatan di lapangan atau pengalaman empiris.

Berpikir ilmiah menggabungkan berpikir deduktif dan berpikir induktif. Hipotesis diturunkan dari teori, kemudian diuji melalui verifikasi data secara empiris. Dengan demikian,  terjadi siklus berpikir. Berpikir rasional menghasilkan hipotesis, kemudian kebenaran hipotesis mengalami pengujian secara empiris. Pengujian tersebut dengan jalan mengumpulkan dan menganalisis data yang relevan untuk menarik kesimpulan, apakah hipotesis itu benar atau tidak.

Hipotesis yang ternyata didukung oleh fakta empiris dikukuhkan sebagai jawaban yang definitif. Metode ini menuntun kita kepada cara-cara berpikir untuk menghasilkan pengetahuan yang bersifat ilmiah. Inilah yang disebut metode ilmiah.

Menurut Nana Sudjana dalam bukunya Tuntunan Penyusunan Karya Ilmiah (1991, halaman 9-10), berpikir ilmiah yang menghasilkan metode ilmiah menempuh beberapa langkah sebagai berikut.

Pertama, merumuskan masalah, yakni mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk dicari jawabannya. Pertanyaan yang diajukan hendaknya problematis, dalam pengertian mengandung banyak kemungkinan jawabannya. Masalah bisa bersumber dari teori, konsep, prinsip yang terkandung dalam pengetahuan ilmiah, bisa pula bersumber dari fakta-fakta khusus secara empiris. Dengan kata lain, masalah bisa diturunkan melalui proses berpikir deduktif,  bisa pula melalui proses berpikir induktif.

Kedua, mengajukan hipotesis, yakni jawaban sementara atau dugaan jawaban dari pertanyaan yang telah diajukan. Dalam menetapkan jawaban sementara kita harus berpaling pada khazanah ilmu pengetahuan. Artinya, hipotesis yang diajukan diturunkan dari kajian teoretis melalui penalaran deduktif .

Ketiga, verifikasi data, yakni mengumpulkan data secara empiris kemudian mengolah dan menganalisis data untuk menguji benar tidaknya hipotesis. Hipotesis yang telah teruji kebenarannya melalui data yang diperoleh secara empiris, pada dasarnya adalah jawaban definitif dari pertanyaan yang diajukan.

Apabila proses pengujian hipotesis tersebut dilakukan berulang-ulang dan ternyata kebenarannya selalu ditunjukkan melalui fakta/data empiris, maka hipotesis tersebut telah menjadi tesis. Namun, hipotesis yang diturunkan dari khazanah pengetahuan ilmiah diuji “tanpa melalui data empiris,” tetapi cukup melalui kajian teoretis menggunakan penalaran atau rasio. Proses seperti ini dapat ditemukan dalam “penulisan makalah,” baik makalah yang ditugaskan dosen kepada para mahasiswa  maupun makalah yang disajikan untuk pertemuan ilmiah, seperti seminar, diskusi panel, penataran, lokakarya, dan forum ilmiah yang lain.

Keempat, menarik kesimpulan, yakni menentukan jawaban-jawaban definitif dari setiap masalah yang diajukan atas dasar pembuktian atau pengujian secara empiris untuk setiap hipotesis. Hipotesis yang tidak teruji kebenarannya tetap harus disimpulkan dengan memberikan pertimbangan dan penjelasan faktor penyebabnya.

Proses berpikir ilmiah yang menghasilkan metode berpikir ilmiah, sebagaimana dijelaskan di atas, sengaja diuraikan di sini untuk menunjukkan keterkaitannya nanti dengan jenis-jenis karya ilmiah di perguruan tinggi, di mana karya-karya ilmiah itu baru bisa disusun secara teratur dan sistematis setelah penulis karya-karya ilmiah itu telah  melewati “proses berpikir ilmiah” yang menghasilkan “metode berpikir ilmiah.” Metode berpikir ilmiah menuntun seseorang untuk melakukan “penelitian ilmiah.” Hasil penelitian ilmiah inilah yang akan disusun dalam  bentuk  karya  tulis  ilmiah,  seperti  makalah, skripsi, tesis, dan  disertasi.

Seperti sudah disinggung di atas bahwa makalah ilmiah hanyalah sebagian dari hasil cara berpikir ilmiah. Artinya, dalam penyusunan makalah ilmiah, tidak semua langkah-langkah berpikir ilmiah dipergunakan. Ada makalah ilmiah yang disusun berdasarkan cara berpikir rasional saja, yakni menyusun makalah berdasarkan kajian teoretis saja. Ada pula makalah yang disusun berdasarkan data empiris, yakni berupa pemaparan atau pendeskripsian temuan fakta dan data di lapangan.

Ada jenis makalah yang ditugaskan dosen kepada para mahasiswa sebagai salah satu syarat perkuliahan. Mahasiswa menyusun makalah jenis ini berdasarkan bidang keilmuan (bidang studi) mahasiswa atau berdasarkan jenis mata kuliah yang diasuh dosen. Dalam kenyataannya, memang hampir setiap dosen mata kuliah menugaskan para mahasiswanya untuk menyusun makalah. Dalam hal ini, makalah yang disusun para mahasiswa ini ada yang disusun berdasarkan hasil pemikiran rasional saja  (secara teoretis) sebagai hasil berpikir deduktif,  tanpa didasari oleh fakta dan data empiris (lapangan).

Ada pula makalah yang disusun berdasarkan fakta dan data lapangan (pengalaman empiris) sebagai hasil berpikir induktif, tanpa didasari oleh landasan teoretis. Pada tingkatan tertentu yang lebih tinggi, ada makalah yang disusun dengan menggunakan pemikiran rasional (berpikir deduktif) dan didukung oleh pengalaman empiris (berpikir induktif). Selain makalah yang dikenal di kampus, ada makalah yang digunakan untuk kepentingan pertemuan resmi (ilmiah), misalnya untuk forum seminar, diskusi panel, penataran, lokakarya, dan lain-lain.

Sebelum menulis makalah, ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Pertama, penulis makalah harus menguasai bidang ilmu yang relevan dengan tema atau topik makalah yang akan disusun, misalnya tema tentang ekonomi, pendidikan, pertanian, politik, dan lain-lain. Dengan menguasai bidang ilmu yang akan dibahas, maka analisis masalah  menjadi  mendalam dan pemecahan masalah pun akan menjadi komprehensif.  Kedua, penulis makalah harus mampu menuangkan ide atau gagasan berupa kata, kalimat, dan paragraf secara tertulis dalam makalah. Kemampuan ini harus dilatih secara terus-menerus. Ketiga, penulis harus mampu menjabarkan jalan pikirannya secara beruntun dan sistematis sehingga membentuk sebuah makalah yang utuh dan padu dari awal sampai akhir.

Nana Sudjana (1991: 82-90) membagi makalah menjadi tiga jenis, yakni  (1) makalah hasil berpikir deduktif;  (2) makalah hasil berpikir induktif; dan (3) makalah hasil berpikir ilmiah.  Berikut  diuraikan secara  singkat.

Pertama, makalah hasil berpikir deduktif. Makalah jenis ini disusun berdasarkan hasil kajian teoretis dari khazanah ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, penulis makalah harus mempelajari terlebih dahulu permasalahannya dari sudut pandang keilmuannya. Teori, konsep, prinsip, hukum, postulat, dan asumsi dari bidang ilmu yang relevan dengan tema atau topik yang akan dibahas harus diketahui dan dikuasai dengan baik. Intinya adalah kuasai dengan baik dulu ilmunya secara teoretis  dengan membaca banyak, setelah itu baru menyusun makalah.

Setidak-tidaknya ada tiga bagian pokok yang terdapat dalam makalah ini, yakni  (1) latar belakang permasalahan; (2) pembahasan masalah atau pemecahan masalah secara teoretik; dan (3) kesimpulan pembahasan. Di bagian akhir makalah perlu dicantumkan daftar pustaka (bibliografi) yang merupakan sumber teori atau acuan dalam penyusunan makalah.

Kedua, makalah hasil berpikir induktif. Makalah jenis ini disusun berdasarkan hasil pengamatan lapangan (pengalaman empiris). Misalnya, mahasiswa bidang studi ekonomi datang ke sebuah pabrik rokok untuk mengamati proses produksi pabrik tersebut serta bagaimana manajemennya, kemudian hasil pengamatannya dilaporkan dalam bentuk sebuah makalah.

Apa yang ditulis mahasiswa dalam makalahnya adalah fakta, gejala, kejadian, atau data yang diamatinya di lapangan, kemudian dilakukan pembahasan berdasarkan teori-teori yang sudah diperoleh mahasiswa tersebut yang berkaitan dengan pabrik rokok dan manajemennya. Dengan membandingkan apa yang diperoleh di lapangan sebagai pengalaman empiris dengan apa yang seharusnya menurut teori, mahasiswa dapat menarik kesimpulan dalam makalah yang disusunnya.

Menulis makalah hasil berpikir induktif ini biasanya menempuh langkah-langkah  berikut. Pertama, tetapkan dahulu kerangka makalah.  Kerangka ini disusun berdasarkan tema pokok yang mau diangkat. Di perguruan tinggi, biasanya tema pokok ditentukan oleh dosen pengasuh mata kuliah, baik untuk makalah individu maupun untuk makalah kelompok. Kedua, lakukan verifikasi data, gejala, proses, kejadian di lapangan. Artinya, mahasiswa turun ke lapangan untuk mengecek langsung gejala, proses, data, atau kejadian di lapangan. Cara yang dilakukan bisa melalui observasi atau pengamatan, bisa pula melalui wawancara. Hasilnya dicatat sebagaimana adanya. Ketiga, menganalisis hasil pengamatan tersebut dan menghubung-hubungkannya dengan landasan teoretis yang berkenaan dengan tema atau masalah yang diamati. Keempat, susunlah makalah tersebut dengan bahan-bahan yang telah diperoleh dari pengamatan lapangan dan bahan-bahan teoretis sebagai bahan pembanding.

Ketiga, makalah hasil berpikir ilmiah. Makalah jenis ini disusun berdasarkan rangkuman suatu laporan hasil penelitian atau rangkuman karya ilmiah skripsi, tesis, dan disertasi, ditambah dengan komentar-komentar penulis makalah, baik terhadap metodologi yang digunakan maupun terhadap hasil yang diperolehnya. Komentar bisa dilihat secara deduktif, dilihat secara teoretis, bisa pula secara empiris berdasarkan kenyataan praktek di lapangan. Makalah jenis ini bisa berupa rangkuman laporan hasil penelitian sendiri, bisa pula dari laporan hasil penelitian orang lain atau lembaga lain.

Menilai  mutu  atau  kualitas sebuah makalah, tidak ditentukan oleh tebal tipisnya makalah, tidak dinilai dari siapa penulis makalah, juga tidak berdasarkan gelar akademik dan kedudukan sosial dan jabatan penulis makalah. Dalam buku yang sama (1991, 91-92), Nana Sudjana mengajukan enam kriteria untuk menilai bermutu atau tidaknya sebuah makalah. Keenam kriteria itu sebagai berikut.

Pertama, terjaganya konsistensi antara judul makalah dengan isi makalah yang dibahasnya. Judul makalah harus mencerminkan isi, jelas dan terbatas ruang lingkupnya. Dalam judul makalah harus sudah tergambar masalah yang dibahas dan solusi yang ditawarkan. 

Kedua, ketajaman merumuskan masalah yang terdapat dalam judul makalah. Hal ini tercermin dalam pertanyaan-pertanyaan yang diajukan untuk dibahas dalam makalah yang ditulis. Apakah pertanyaan tersebut problematis, memungkinkan jawabannya dikaji secara ilmiah, manyangkut kejelasan teori, konsep, prinsip, postulat, dan asumsi dari khazanah ilmu pengetahuan.

Ketiga, jawaban atau pembahasan masalah yang terdiri dari berbagai kemungkinan atau alternatif yang kebenarannya didukung oleh teori keilmuan yang relevan dengan tema permasalahan yang tercermin pada judul makalah. Sistematika jawaban masalah disajikan secara teratur, logis, dan rasional, ada keterkaitan antara masalah yang satu dengan masalah yang lain.

Keempat, kesimpulan yang ditarik dari pembahasan masalah yang harus betul-betul merupakan sintesis dari uraian pemabahasan masalah, merupakan salah satu alternatif jawaban masalah yang paling baik dari berbagai kemungkinan yang telah diajukan atau dibahas. Dapat memberikan saran dan rekomendasi lebih lanjut, memberikan peluang untuk dapat dilaksanakan atau dikaji lebih lanjut, baik dari segi keilmuan maupun bagi kepentingan kelembagaan.

Kelima, tata cara penulisan, baik dari segi bahasa maupun dari segi teknik penulisan dan perwajahan makalah. Dari segi bahasa harus dapat dimengerti oleh pembacanya, bahasa sederhana, sesuai dengan  ketentuan kaidah bahasa dan ejaan yang berlaku dan penuh dengan proposisi ilmiah. Teknik penulisan seperti kutipan, catatan kaki, dan notasi ilmiah, harus konsisten dengan aturan yang dipilihnya. Perwajahan makalah harus mempunyai daya tarik sehingga orang tertarik untuk membacanya.

Keenam, apabila makalah harus disampaikan secara lisan dalam forum ilmiah, cara penyajian hendaknya tidak bertele-tele dan tidak dibacakan, tetapi dijelaskan pokok-pokoknya secara sistematis sesuai dengan isi makalah. Sertakan tabel atau diagram kalau dirasa perlu untuk memudahkan pembaca dan pendenar mengikuti uraian pembawa makalah. * 

Ende, Flores, 23 April 2022

Oleh Yohanes Sehandi
Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Flores, Ende

 

 

Post a Comment for "Mengenal Makalah Ilmiah dan Tata Cara Menyusunnya"