Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Contoh Ficer Berwisata Alam ke Flores Timur, Nusa Tenggara Timur

Berwisata ke Danau Asmara di Flores Timur, Nusa Tenggara Timur

Hari ini Minggu (16/7/2016) adalah hari yang kutunggu-tunggu. Aku bersama kakak dan teman-temanku berwisata ke Danau Asmara yang terletak di wilayah desa Riangkroko dan Waibao, Kecamatan Tanjung Bunga, Kabupaten Flotim, Provinsi NTT. Tempat yang kuidam-idamkan selama ini, kini berada di depan mata. Sungguh bahagia hatiku, bahkan berbunga-bunga, melebihi rasa bahagia ketika mendapat hadiah berharga dari siapa saja.

Danau Asmara bagaikan mutiara di ujung timur Pulau Flores. Danau ini bagaikan oase di tengah wilayah Kabupaten Flotim yang kering kerontang. Air permukaannya tenang dikelilingi pepohonan yang rimbun yang tetap menghijau meskipun di tengah musim kemarau yang panjang. Sepanjang perjalanan mengelilingi Danau Asmara, suasana sangat menyenangkan.

Memandang Danau Asmara menerbitkan kedamaian yang menusuk ke sanubariku. Menurut kepala desa setempat, nama asli Danau Asmara adalah Danau Waibelen. Secara etimologis, kata waibelen berasal dari dua kata yakni, wai artinya air dan belen artinya besar atau luas. Jadi, waibelen adalah air yang luas. Kata waibelen adalah kata bahasa Lamaholot, bahasa daerah yang dipakai masyarakat setempat.

Dilihat dari dataran tinggi, danau ini tampak hampir bulat dengan diameter lebih kurang satu kilometer. Danau ini merupakan danau kaldera yang terbentuk dari letusan gunung Salo Berawo yang meletus sekitar tahun 400-500 SM. Danau ini sangat alami. Wilayah ini tampaknya memiliki keragaman hayati yang cukup tinggi.

Keindahan Danau Asmara ini sangat luar biasa. Hanya masalahnya, bagaimana para wisatawan bisa datang mengunjunginya mengingat tingkat kesulitan cukup untuk mencapainya.   Wisatawan harus menyeberangi laut dan menyusuri hutan. Meskipun demikian, danau ini hampir tidak sepi peminat dan pengunjung. Semoga pemerintah daerah Flotim dapat mengelola danau ini dengan profesional sehingga menjadi salah satu tempat destinasi wisata di wilayah Flores Lembata. Mudah-mudahan pesona danau ini tidak akan sia-sia ke depan.

Sebuah cerita turun-temurun dipercayai warga masyarakat setempat sebagai asal mula Danau Waibelen sebagai nama awal Danau Asmara. Menurut mitos masyarakat setempat, awal mula seorang ibu meminta api nutok (puntung api) kepada tetangga rumahnya di desa untuk memasak nasi. Karena hujan lebat, puntung api tidak bisa diantar. Akhirnya si ibu mencari akal, di mana puntung api itu dikirim lewat perantaraan seekor anjing piaraan. Caranya, puntung api  diikat pada ekor anjing. Anjinglah yang membawa puntung api ini.

Melihat anjing membawa punting api, ekornya bergerak ke kanan dan kiri dengan puntung api yang menyala. Seluruh warga kampung merasa lucu melihat anjing dan api yang ada di ekornya, mereka semua tertawa terbahak-bahak. Menurut mereka ini kejadian aneh yang tidak pernah ada sebelumnya. Kejadian itu bisa membuat alam menjadi murka.

Turunlah hujan deras dan angin kencang menerpa sebagian besar wilayah itu. Kilat dan petir menggelegar. Musibah terjadi. Bencanapun datang. Segenap warga panik. Keadaan seperti maut menimpa. Tiba-tiba terdengar suara gemuru, gunung-gunung gemetar, lalu roboh, ambruk. Timbunan air hujan yang deras dan terus-menerus, membentuk sebuah kolam, danau. Demikian cerita rakyat atau mitos terjadinya danau ini.

Dalam perkembangannya, nama danau ini berubah dari Danau Waibelen menjadi Danau Asmara sekitar tahun 1974. Ini menurut Bapak Lukas Ratu Hokon sebagai ketua adat Desa Riangkroko, Kecamatan Tanjung Bunga. Namanya berubah berawal dari sebuah kejadian tragis dalam danau itu. Sepasang kekasih, yaitu Peni dan Kopong yang tinggal di daerah sekitar danau saling jatuh cinta, namun tidak direstui oleh kedua keluarga besar. Alasannya, keduanya masih punyai hubungan darah yang menurut adat-istiadat setempat tidak boleh menjadi suami istri.

Karena putus asa, keduanya berenang ke tengah danau untuk mengakhiri riwayat cinta mereka secara tragis. Kisah ini mirip cerita Romeo dan Juliet. Sejak saat itu, masyarakat setempat mengubah nama Danau Waibelen menjadi Danau Asmara. Kini Danau Asmara begitu indah pesona, tidak hanya orang muda, tetapi juga orang tua dan anak-anak. 

Untuk menuju ke Danau Asmara, dari tepi jalan raya kami harus melewati jalan setapak lebih kurang 500 meter dengan jalan kaki. Jalannya cukup curam sebelum sampai di tepi danau. Jika tidak ingin susah payah melihat danau dari dekat, ada titik-titik di tepi jalan yang bisa digunakan untuk memandang danau secara keseluruhan dari ketinggian. Lokasi danau ini sebenarnya hanya 45 kilometer di utara Larantuka, ibukota Kabupaten Flotim. Namun jalan yang rusak membuat perjalanan yang semestinya yang bisa kami tempuh dalam waktu 45-50 menit, tetapi menjadi berjam-jam karena jalanan yang rusak.

Membahagiakan sekali di saat saya bersama teman-teman menyaksikan begitu indahnya pemandangan sebagian besar sawah dan ladang yang kebanyakaan sawah tadah hujan karena tidak bisa ditanami selama musim kemarau. Memang masih ada areal yang bisa digunakan untuk menanam selama musim barat.

Meskipun belum terbangun sebagai objek wisata yang profesional, danau ini cukup sering dikunjungi oleh warga Flores Timur, termasuk rombongan OMK (orang muda Katolik) dan dan rombongan anak-anak SD/SMP/SMA/SMK dari wilayah Flores Timur. Juga ada pengunjung dari luar Flores Timur, termasuk wisatawan asing. Di situ juga belun ada warung makan, sehingga kami membawa bekal  dari rumah.

Di area itu hanya terlihat sebuah WC yang sudah lapuk terdapat di tepi Danau Asmara tampak tidak bisa digunakan oleh para pengunjung karena terlalu kecil. Namun, tidak perlu terlalu cemas. Semua kendala itu akan terganti oleh kebaikan penduduk setempat yang menyediakan tempat WC di rumahnya untuk para pengunjung yang memerlukan. Ini tentu catatan yang perlu diperhatikan oleh Pemerintah Daerah Flotim.

Di sekitar Danau Asmara itu juga terdapat beberapa tempat menarik lainnya. Kira-kira sejam sebelum sampai di Danau Asmara, kami melewati sepanjang pantai berpasir putih. Kami mendengar bisikan ombak yang mendesir di kedua netraku. Laut yang begitu luas, burung-burung beterbangan. “Waahh .... indah sekali alamku ini begitu besar kuasa-Mu Tuhan,” gumamku dalam hati. Aku menikmati keidahan alam di Tanjung Bunga yang elok.

Dari pantai yang begitu indah itu aku bersama dengan teman-temanku menuju ke Pantai Painhaka yang memiliki keindahan pasir putih. Dari kejauhan seakan-akan melambai memanggil kami untuk datang. Terasa berada di surga yang sedang menikmati istana surga begitu mega.

Selain kami menikmati keindahan Danau Asmara, di tempat ini juga kami dapat melihat ada beberapa peninggalan sejarah nenek moyang,  yakni Prasasti Nopin, juga dengan Cap Kaki Gajah Mada dalam tulisan bahasa Sansekerta. Dari pantai ini juga terlihat batu besar di tengah laut yang bentuknya seperti payung. Di pantai itu juga terdapat tengkorak manusia kanibal. Usianya sekitar 4.000 tahun berdasarkan hasil penelitian pada tahun 2010 oleh seorang ilmuwan Perancis. Dengan segala keindahan yang kami nikmati di sekeliling Danau Asmara, akhirnya kami pun bermalam di kampung Riangkroko. Kami pun menikmati makan malam bersama keluarga bapak Kepala Desa Riangkroko.

Sekitar pukul 06.00 sang mentari mulai muncul dari tempat peraduannya. Aku dan teman-temanku telah menanti. Di sebuah rumah yang berdinding bambu dan beratap rumbia, di sanalah kami menikmati indahnya sang mentari. Perlahan-lahan muncul dari balik bukit. Sinarnya mulai menerobos melalui celah-celah awan. Cemberut sinar merah muncul dari arah timur. Langit yang tadinya kelam kini mulai berwarna. Cahaya merah berpadu jingga keemasan terbias ke angkasa. Sungguh cantik, tak sanggup lagi aku melukiskannya dengan kata-kata. Rasanya tak ingin kulewatkan walaupun hanya sedetikpun.

Hawa yang tadinya dingin perlahan-lahan mulai terasa hangat. Sedikit kabut terlihat menyelimuti tempat itu. Mungkin karena kawah-kawah danau yang menguap terkena hangatnya matahari. Sang surya terlihat kian cantik di antara kabut-kabut itu. Suara-suara aneh yang dari tadi kudengar pun perlahan menghilang. Aroma embun dapat kuhirup dengan jelas dipadu dengan sedikit aroma belerang. Pemandangan yang sebelumnya tak pernah kubayangkan itu kini nampak dengan jelas di hadapanku. Syukur pada-Mu Tuhan. Keindahan ini telah dianugerahkan kepada daerahku yang terpencil dan terbelakang.

Uniknya meskipun di banyak tempat menyuguhkan pemandangan kekeringan, di beberapa area lain yang kami lewati memperlihatkan petak-petak sawah tanaman padi yang menghijau. Kutatap seluruh tempat ini, dan wahh! Indah sekali, bisikku dalam hati. Belum pernah kulihat tempat seindah ini sebelumnya. Keindahan ini sepertinya hanya ada di Danau Asmara, salah satu tempat andalan untuk wisatawan yang berkunjung ke Flores Timur. Aku cinta padamu Danau Asmara. Aku cinta padamu Flores Timur, tanah tumpah darahku. *

(Tugas Kuliah oleh Kristina Oa Tukan, Mahasiswa Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Flores).

Post a Comment for "Contoh Ficer Berwisata Alam ke Flores Timur, Nusa Tenggara Timur"