Cermat Menggunakan Ejaan dalam Penulisan Karangann
Ejaan merupakan perangkat bahasa tulis yang mutlak dikuasai seorang penulis. Kegiatan menulis pada dasarnya adalah kegiatan menggunakan ejaan. Seseorang tidak akan bisa menghasilkan tulisan yang bermutu apabila tidak bisa menggunakan ejaan dengan baik dan benar. Ejaan dan bahasa tulis tak dapat dipisahkan. Persoalan ejaan adalah persoalan bahasa tulis.
Sayangnya sebagian besar calon penulis kita tidak menyadari pentingnya penguasaan ejaan dalam penulisan, termasuk penulisan karangan populer untuk media massa (baik media cetak maupun media online). Banyak karangan yang gagal dipublikasikan media massa karena penulisnya gagal menggunakan ejaan dengan benar. Ada banyak orang yang bercita-cita menjadi penulis, tetapi tidak berusaha sungguh-sungguh menguasai ejaan, cita-citanya akhirnya tinggallah cita-cita.
Ejaan merupakan perangkat bahasa tulis yang mengatur hal-hal mendasar yang meliputi (1) bagaimana menuliskan huruf-huruf (huruf besar, huruf kecil, huruf miring, dan huruf tebal); (2) bagaimana menuliskan tanda-tanda baca (titik, koma, titik dua, tanda tanya, tanda petik, garis miring, tanda kurung, dan lain-lain); (3) bagaimana menuliskan kata-kata (kata dasar, kata turunan, partikel, kata ulang, kata depan, singkatan, akronim, penggalan); dan (4) bagaimana menuliskan angka dan lambang (angka arab, angka romawi, lambang kimia, lambang ukuran panjang, ukuran berat, ukuran isi, dan lain-lain).
Karangan para penulis pemula banyak yang gagal dimuat media massa karena gagal menggunakan ejaan dengan cermat. Kegagalan itu bertambah apabila terdapat pula kesalahan penggunaan perangkat bahasa tulis yang lain, misalnya kesalahan pemilihan kata, struktur kalimat, cara pengutipan, dan lain-lain. Meskipun pada akhirnya karangan itu dimuat media massa, tetapi melalui proses pengeditan yang serius oleh redaktur media massa tersebut.
Untuk para penulis terutama para penulis pemula, berikut ini dikemukakan sejumlah hal yang perlu diperhatikan pada waktu menulis. Dengan mengetahui ketentuan dan kelaziman ini, kiranya para calon penulis terhindar dari kesalahan penggunaan ejaan yang sering terjadi.
Pertama, pemilihan jenis huruf. Jenis huruf yang digunakan dalam penulisan karangan populer, juga untuk penulisan resmi yang lain, adalah huruf times new roman (TNR) dengan besar huruf teks 12 fon (fonts). Inilah jenis dan besar huruf untuk penulisan resmi sebagai huruf standar yang digunakan secara umum.
Kedua, penulisan judul. Berbeda dengan judul karya tulis ilmiah, seperti artikel ilmiah, makalah ilmiah, laporan penelitian, skripsi, tesis, disertasi, dan buku ilmiah yang ditulis dengan “huruf besar semua,” judul karangan populer untuk media massa hanya huruf awal kata saja yang ditulis dengan huruf besar, meskipun ada kekecualiannya.
Kekecualiannya adalah sejumlah kata sambung harus ditulis dengan huruf kecil, seperti kata: di, ke, dari, kepada, yang, dan, dengan, dalam, untuk. Judul artikel besarnya huruf 14 font (lebih besar dari huruf teks).
Ketiga, penggunaan huruf miring. Sesuai dengan ketentuan ejaan yang berlaku (PUEBI), huruf miring (kursif) hanya digunakan (1) untuk menuliskan judul buku, majalah, jurnal, dan surat kabar yang dikutip dalam karangan; (2) untuk menuliskan kata (istilah) bahasa asing dan bahasa daerah, yang dipakai dalam karangan; dan (3) untuk menuliskan kata atau kelompok kata yang dipentingkan atau diberi penekanan khusus dalam tulisan.
Keempat, penggunaan huruf tebal. Untuk karangan populer, huruf tebal (bold) hanya digunakan pada judul dan subjudul karangan. Judul karangan, di samping menggunakan huruf yang besarnya 14 font, juga harus ditebalkan sehingga penampilan judul berbeda dengan huruf pada keseluruhan teks karangan.
Kalau artikel opini itu agak panjang, bisa dipakai subjudul agar pembaca dapat membedakan pokok pikiran yang satu dengan pokok pikiran yang lain, di samping agar pembaca tidak jenuh membacanya. Subjudul itu harus ditulis dengan huruf tebal, sedangkan besarnya huruf sama dengan teks artikel, yakni 12 font.
Kelima, penggunaan kata depan. Ada dua kata depan yang seharusnya ditulis terpisah, tetapi seringkali ditulis serangkai, yakni kata depan di dan ke. Penulisan kedua kata depan ini dikacau-balaukan dengan penulisan awalan di- dank ke-. Kata depan dan awal mempunyai fungsi dan makna yang berbeda sehingga penulisannya juga berbeda.
Sesuai dengan ketentuan PUEBI, kata depan di dan ke ditulis terpisah dengan kata yang mengikutiya, sedangkan awalan di- dan ke- ditulis serangkai (sama halnya menuliskan awalan me- dan ke-). Cara membedakannya gampang, yakni apabila kata atau kata-kata yang berada di belakang di atau ke itu menunjukkan arti ‘tempat’ atau ‘jarak’ maka di atau ke itu adalah kata depan, dan karena kata depan maka ditulis terpisah dengan kata yang mengikutinya.
Keenam, penggunaan singkatan dan akronim. Kesalahan yang sering terjadi, orang menuliskan singkatan atau akronim dengan huruf besar semua, padahal ketentuanya tidak begitu. Ketentuannya, singkatan atau akronim ditulis dengan ‘huruf besar semua’ apabila diambil huruf pertama dari setiap kata. Singkatan dan akronim yang ‘tidak’ diambil huruf pertama dari setiap kata, tidak ditulis dengan huruf besar semua.
Ende, Flores, 12 Maret 2022
Oleh Yohanes Sehandi
Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Flores, Ende
Post a Comment for "Cermat Menggunakan Ejaan dalam Penulisan Karangann "