Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Pentingnya Ejaan dalam Penulisan Artikel Opini

Ejaan merupakan perangkat bahasa tulis yang mutlak dikuasai seorang penulis, di samping perangkat bahasa tulis yang lain. Perangkat bahasa tulis lain adalah kata, kalimat, paragraf, kutipan, catatan kaki, dan daftar pustaka. Mengapa ejaan mutlak dikuasai seorang penulis? Karena ejaan merupakan dasar. Semacam batu bata dalam menyusun sebuah rumah karangan. 

Kegiatan menulis pada dasarnya adalah kegiatan menggunakan ejaan dalam karangan. Seseorang tidak akan bisa menulis karangan apapun apabila dia tidak bisa menggunakan ejaan dengan baik dan benar. Ejaan dan bahasa tulis tak dapat dipisahkan. Persoalan ejaan adalah persoalan bahasa tulis.


Sayangnya, sebagian besar calon penulis dan masyarakat umum tidak menyadari, bahkan tidak peduli, pentingnya menguasai ejaan dalam penulisan. Ada banyak orang bercita-cita menjadi penulis, tetapi tidak berusaha sungguh-sungguh untuk menguasai ejaan dan perangkat bahasa tulis yang lain, cita-citanya menjadi penulis tinggallah menjadi cita-cita. Sangat disayangkan, bukan?

Perhatikan berbagai tulisan di media massa, baik media cetak maupun media online atau media sosial. Media sosial jauh lebih parah penggunaan ejaannya. Lihatlah postingan-postingan di Facebook, Messenger, WhatsApp, Weblog, Instagram, Twitter, dan lain-lain. Isi tulisan sebetulnya bagus dan bernas, namun karena ditulis dengan ejaan yang morat-marit dan kacau-balau, maka tulisan-tulisan itu kurang atau tidak diminati para pembaca. Ada banyak pula tulisan jenis berita, ficer, dan opini yang gagal dipublikasikan di media massa cetak karena penulisnya gagal menggunakan ejaan dengan baik dan benar.

Ejaan merupakan perangkat bahasa tulis pertama dan utama dalam dunia tulis-menulis atau karang-mengarang. Ejaan merupakan dasar bagi perangkat bahasa tulis yang lain. Karena itu. seorang penulis harus menguasai ejaan yang berlaku. Ejaan yang berlaku kini dalam bahasa Indonesia bernama PUEBI, yakni Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia, berlaku sejak tahun 2015. Sebelumnya bernama EYD, yakni Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, berlaku sejak tahun 1976. Kedua buku pedoman ejaan ini diterbitkan oleh Badan Bahasa, Kemendibud RI. Ada beberapa tambahan ketentuan dalam PUEBI dibandingkan dengan EYD.

Yang diatur dalam ketentuan dalam PUEBI adalah (1) bagaimana tata cara menuliskan huruf-huruf, yakni huruf kapital/besar, huruf kecil, huruf miring, dan huruf tebal; (2) bagaimana tata cara menuliskan tanda-tanda baca, antara lain tanda titik, koma, titik dua, titik koma, tanda tanya, tanda seru, tanda tanya, dan lain-lain; (3) bagaimana tata cara menuliskan kata, yang meliputi kata dasar, kata turunan, partikel, kata ulang, kata depan, singkatan, dan akronim; dan (4) bagaimana menuliskan angka dan lambang, seperti angka arab, angka romawi, lambang kimia, lambang satuan ukuran panjang, satuan ukuran berat, dan lain-lain.

Berkaitan dengan penggunaan ejaan yang morat-marit dan kacau balau ini dalam dunia tulis-menulis, saya mempunyai pengalaman panjang. Selama sepuluh tahun (1989-1999) saya menjadi editor buku-buku bahasa dan sastra Indonesia di Penerbit Nusa Indah, Ende, dan telah mengedit 200-an judul buku. Setelah menjadi dosen di Progran Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Flores, Ende (2010-2021), telah menjadi editor untuk sembilan judul buku antologi opini, antologi esai sastra, antologi kritik sastra, antologi puisi, dan antologi cerpen.

Banyak sekali tulisan, termasuk naskah buku, yang terpaksa ditolak atau direvisi oleh penulisnya karena tidak memenuhi syarat dari segi penggunaan ejaan. Kegagalan para penulis itu, terutama penulis pemula, akan bertambah apabila terdapat pula kesalahan pada perangkat bahasa tulis yang lain, misalnya kesalahan pemilihan kata (diksi), struktur kalimat, penyusunan paragraf, tata cara pengutipan, catatan kaki, dan daftar pustaka. Meskipun pada akhirnya tulisan atau naskah buku itu diterima untuk diterbitkan, tetapi melalui proses pengeditan serius dan melelahkan.    

Artikel ini disusun untuk para calon penulis artikel opini di media massa, baik media cetak maupun media online atau media sosial. Tips-tips ini bertolak dari pengalaman panjang penulis dalam menulis sekitar 400 artikel opini di sekitar 30 media massa cetak tersebar secara nasional, sejak 1982 (sejak kuliah di IKIP Semarang) sampai dengan 2021 ini. Berikut ini dikemukakan tips-tips penting yang berkaitan dengan ejaan dalam penulisan artikel opini. Semoga para calon pernulis atau masyarakat umum dapat terhindar dari kesalahan yang seharusnya tidak perlu terjadi.

Pertama, pemilihan jenis huruf. Jenis huruf yang digunakan dalam penulisan artikel opini, juga untuk penulisan resmi lain pada umumnya, adalah jenis huruf times new roman (TNR) dengan besarnya huruf teks 12 fon. Inilah jenis dan besar huruf untuk penulisan resmi sebagai huruf standar yang digunakan secara umum.

Kedua, penulisan judul. Berbeda dengan judul karya tulis ilmiah, seperti artikel ilmiah, makalah ilmiah, laporan penelitian, proposal, skripsi, tesis, dan disertasi yang ditulis dengan huruf besar semua, judul artikel opini hanya huruf awal kata saja yang ditulis dengan huruf besar, meskipun ada kekecualiannya. Kekecualiannya adalah sejumlah kata sambung (kata tugas) yang ada pada judul harus ditulis dengan huruf kecil, yakni kata sambung: di, ke, dari, kepada, yang, dan, dengan, dalam, untuk. Judul artikel opini ditulis dengan huruf 14 fon dan tebal (bold), lebih besar dari huruf teks artikel opini. Judul artikel juga tidak panjang, cukup sekitar 3-7 kata.

Ketiga, penggunaan huruf miring. Sesuai dengan ketentuan dalam PUEBI, huruf miring (kursif) hanya digunakan (1) untuk menuliskan judul buku, judul majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam karangan; (2) untuk menuliskan kata (istilah) bahasa asing dan bahasa daerah, dan (3) untuk menuliskan kata atau kelompok kata yang dipentingkan atau diberi penekanan khusus dalam tulisan. Tidak ada ketentuan lain selain ketiga ketentuan tersebut.

Keempat, penggunaan huruf tebal. Untuk artikel opini, huruf tebal hanya digunakan pada judul dan subjudul artikel. Judul artikel opini, di samping menggunakan huruf dengan besar 14 fon, juga harus ditebalkan sehingga penampilan judul artikel berbeda dan khas. Kalau artikel opini  agak panjang, bisa dibuat subjudul agar pembaca tidak jenuh membacanya. Subjudul itu harus ditulis dengan huruf tebal, sedangkan besarnya huruf sama dengan teks artikel, yakni 12 fon.

Kelima, penggunaan kata depan. Ada dua kata depan yang seharusnya ditulis terpisah, tetapi seringkali ditulis serangkai oleh para penulis, yakni kata depan di dan ke. Penulisan dua kata depan ini dikacau-balaukan dengan penulisan awalan di- dank ke-. Kata depan dan awal mempunyai fungsi dan makna yang berbeda sehingga penulisannya juga berbeda. Sesuai dengan ketentuan PUEBI, kata depan di dan ke ditulis terpisah dengan kata yang mengikutiya, sedangkan awalan di- dan ke- ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya, sama halnya dengan menuliskan awalan me- dan pe-. Cara membedakannya gampang, yakni apabila kata yang berada di belakang di atau ke itu menunjukkan arti ‘tempat’ atau ‘jarak,’ maka di atau ke itu adalah kata depan, dan karena kata depan maka ditulis terpisah dengan kata yang mengikutinya.

Keenam, penggunaan singkatan dan akronim. Kesalahan yang sering terjadi, orang menuliskan singkatan atau akronim dengan huruf besar semua, padahal ketentuanya tidak begitu. Ketentuannya, singkatan atau akronim ditulis dengan ‘huruf besar semua’ apabila diambil huruf pertama dari setiap kata, misalnya ABRI, SIM, dan KTP.  Singkatan dan akronim yang ‘tidak’ diambil huruf pertama dari setiap kata, tidak ditulis dengan huruf besar semua, misalnya tilang, radar, dan iptek. Singkatan dan akronim yang merupakan nama orang dan nama lembaga, pakai huruf awal huruf kapital, misalnya Jokowi, Kemendikbud, dan Bappenas. *


Oleh Yohanes Sehandi
Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Flores, Ende

(Materi kuliah Dasar-Dasar Menulis pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Flores, Ende, Mei 2021)

 

 

Post a Comment for "Pentingnya Ejaan dalam Penulisan Artikel Opini"