Teknik Menulis Artikel Opini
Banyak calon penulis kita yang merasa sulit dalam
memulai menulis artikel opini. Dia merasa bahwa ada banyak ide atau gagasan di
kepalanya, tetapi persoalannya adalah bagaimana memulainya? Bahkan tidak
sedikit orang merasa sudah pintar menulis pada waktu menceritakan bahwa dia
akan menulis. Tetapi ternyata, begitu mulai menulis, dia tidak bisa menulis,
maka gagallah dia menulis. Ide atau gagasan yang bagus di kepalanya tidak jadi
dibagikan kepada orang banyak karena gagal menulis. Apakah ada tips yang dapat
diberikan kepada para calon penulis seperti itu?
Oleh Yohanes Sehandi Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI), Universitas Flores, Ende
Seorang penulis artikel opini kaliber dari Fakultas Ekonomi UGM,
Yogyakarta, Mudrajad
Kuncoro dalam bukunya Mahir Menulis (2009, halaman 67), memberikan
nasihat kepada para calon penulis artikel opini. Kuncoro menawarkan dua kiat
atau teknik sederhana untuk mulai menulis. Kedua kiat itu adalah kiat re-writing (menulis ulang) dan kiat free-writing (menulis bebas). Kedua kiat ini gampang diikuti dan dikembangkan oleh siapa saja,
baik oleh para calon penulis maupun penulis sudah mahir.
Pertama, teknik re-writing (menulis ulang). Menurut Kuncoro (2009, halaman 68) teknik re-writing adalah teknik menulis yang
paling mudah. Proses yang dilakukan dimulai
dengan
mengumpulkan ide atau gagasan dengan
jalan membaca banyak, yakni membaca buku-buku, majalah, surat kabar, kliping,
dokumen, membaca internet, atau dokumen yang lain. Ide juga bisa dikumpulkan dari hasil diskusi dengan orang lain, ikut seminar,
ceramah, perkuliahan, pertemuan, wawancara, hasil penelitian, pengalaman pribadi, dan
lain-lain.
Ide atau gagasan yang terkumpul dan tersedia di kepala itu akan kita tuangkan dalam
artikel opini kita. Kalau kita merasa ide
sudah cukup di kepala, kita langsung saja mulai menulis, jangan tunggu
lama-lama lagi.
Lebih dahulu menulis judulnya yang menarik perhatian kita. Judul ini nanti
bisa saja diubah pada waktu opini diedit atau disunting. Setelah tulis judul,
mulai tulis kalimat pertama pada paragraf pertama. Setelah paragraf pertama,
lanjut menulis paragraf kedua, ketiga, keempat, dan seterusnya sampai paragraf
terakhir sebagai penutup artikel opini kita. Setelah semuanya selesai ditulis,
dibiarkan dahulu untuk beberapa waktu, bisa untuk beberapa jam bisa pula
beberapa hari. Setelah itu kita mulai mengedit atau menyuntingnya.
Kedua, kiat free-writing (menulis bebas). Dengan kiat free-writing seorang penulis
artikel secara bebas memilih topik atau pokok masalah yang menarik
perhatiannya, tanpa mempedulikan bagus atau tidaknya topik atau masalah tersebut. Pokoknya, begitu ada ide
atau gagasan yang terlintas di kepala langsung saja menulis, terus menulis, menulis
sampai tidak ada lagi yang mau ditulis
tentang topik atau masalah tesebut.
Menurut Kuncoro, seseorang dalam
kondisi tertentu, misalnya sedang marah,
sedang gembira,
atau dalam keadaan tertekan, secara psikologis, pikiran dan perasaannya
terbuka. Momen tersebut merupakan peluang emas untuk menulis dengan
menggunakan kiat free-writing. Hasil pertama tentu belum memuaskan karena tidak dilakukan secara teratur dan sistematis. Setelah semuanya selesai ditulis, dibiarkan dahulu
untuk beberapa waktu, bisa beberapa jam bisa pula beberapa hari. Setelah itu
kita mulai mengedit atau menyuntingnya. Tahap penyuntingan ini mutlak diperlukan dalam kiat free-writing ini.
Banyak penulis artikel opini yang terkenal memberikan
nasihat dan saran agar calon penulis artikel opini tidak perlu takut salah pada waktu menulis.
Pada saat menulis seseorang tidak boleh terjerembab dalam
penyesalan atas setiap
kesalahan yang dilakukannya dalam menulis. Terus saja menulis sampai akhir dengan mengalir tanpa harus merisaukan kesalahan apapun. Kesalahan yang terjadi dalam menulis nanti
ada waktu khusus untuk memperbaikinya, yakni pada waktu mengedit atau
menyuntingnya.
Ada dua jenis pengeditan, yakni pengeditan secara
redaksional dan pengeditan secara substansial. Pengeditan secara redaksional
bertujuan untuk memastikan bahwa artikel opini yang telah disusun tidak
memiliki kesalahan bahasa, seperti kesalahan penggunaan tanda baca, penulisan
huruf, penulisan huruf miring dan hurif tebal, penggunaan kata, penulisan
singkatan, akronim, pengetikan,
dan lain-lain. Ingat, artikel opini akan
dibaca masyarakat luas sehingga
kesalahan sekecil apapun harus dihindari.
Pengeditan secara substansial bertujuan untuk
memastikan bahwa artikel opini itu terhindari dari kesalahan isi atau substansi
yang dibahas. Pengeditan ini sangat penting agar kekuatan atau bobot artikel
yang disusun bisa terjaga dan terjamin benar isinya. Hal yang mesti diperiksa adalah
koherensi atau kepaduan dari keseluruhan isi artikel dari awal sampai akhir.
Setiap kata dalam kalimat, setiap kalimat dalam paragraf, dan setiap paragraf
dalam keseluruhan artikel
harus memiliki kepaduan yang semuanya mendukung tema atau pokok permasalahan yang diangkat dalam artikel
opini.
Jika semua unsur itu dirasa belum padu, editlah
sekali lagi. Proses mengedit adalah proses yang terus-menerus dilakukan sampai penulis
merasa bahwa semua unsur dalam
artikel itu tidak ada lagi yang cacat, siap untuk dikirim ke media
massa.
Ada banyak artikel opini yang ditolak oleh
redaktur media massa karena tidak cermat dalam proses pengeditan. Ini
tentu disayangkan, ide brilian yang
terdapat dalam artikel opini kita yang perlu diketahui banyak orang, menjadi gagal dimuat media massa
hanya karena kesalahan pengeditan
atau proses pengeditan yang tidak matang.*
Oleh Yohanes Sehandi Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI), Universitas Flores, Ende
(Telah dimuat tabloid Berita SMK, terbitan SMK Kabupaten
Ende, Edisi Nomor 19, Tahun II, Desember 2016 – Januari
2017).
Mantap ulasannya
ReplyDeleteTerimakasih pak.
ReplyDelete